Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
...***...
Suasana di halaman samping mansion Bastian terasa senyap. Hanya embusan napas panjang dan berat yang terdengar bersahutan seiring angin semilir yang menerpa wajah mereka.
"Ingat, Pi! Apa yang telah dikorbankan oleh Meutia untuk Bastian, sampai akhirnya Farah menjadi anak piatu. Jadi menurut mami Bastian harus bertanggungjawab akan hal itu. Tidak boleh ingkar janji hanya karena sekarang dia telah menikah," ucap Nyonya Hanum membuka percakapan.
Wanita paruh baya tersebut lantas mengusap lembut punggung Farah, kemudian merangkulnya dengan hangat. Tatapan matanya begitu teduh penuh ketulusan. Sangat berbanding terbalik jika berhadapan dengan Safira, yang tiba-tiba menjelma bagaikan macan kelaparan. Ups🤫
Tuan Gustav tidak menjawab, beliau merasa seperti makan buah simalakama, Namun janji harus ditepati. Maka dari itu Tuan Gustav pun berusaha untuk bijaksana dalam bertindak.
Sementara itu Farah hanya diam dan berlaku selayaknya seorang anak yang patuh pada orangtua. Karena itu memang karakternya yang penurut. Itulah sebabnya, kenapa Nyonya Hanum begitu menyayanginya dan berharap gadis itu bisa tetap menjadi menantunya.
"Sayang, jangan cemas, ya! Bastian pasti akan tetap menepati janjinya untuk menikahimu. Kamu tahu kan, bagaimana dia?" hibur Nyonya Hanum.
"Entahlah, Mi. Farah tidak yakin. Melihat bagaimana tatapan mata Kak Tian yang begitu tulus dan penuh cinta pada Kak Fira, sepertinya Farah tidak tega jika harus menyakiti hati sesama wanita," jawab Farah, mata menatap kosong ke depan.
"Tidak... Sayang! Kamu harus tetap menuntut hakmu! Musibah yang kamu alami bukanlah keinginanmu. Andai saja hal itu tidak terjadi, pasti kamu yang telah menikah dengan Bastian. Bukan perempuan kampung yang miskin itu!"
"Namanya Safira, Hanum. Bukan perempuan kampung yang miskin! Memangnya punya dendam apa kamu dengannya, sampai membencinya sedemikian rupa?"
Perkataan Tuan Gustav mampu membungkam mulut Nyonya Hanum. Wanita paruh baya itu tak berani membantah perkataan suaminya. Beliau takut salah berucap yang bisa berakibat fatal baginya. Yang bisa beliau lakukan hanya diam meski hatinya menggerundel.
***
Di apartemen.
Bastian menatap Safira yang tengah tertidur dengan sorot mata sendu. Ia mengedipkan matanya berkali-kali agar airmatanya tidak jatuh. Lalu meraih sebelah tangan safira dan mengecupnya dengan lembut.
Safira telah diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada pagi harinya, dan Bastian langsung membawanya ke apartemen demi kesehatan mental sang istri.
"Maaf...! Seribu kali pun aku meminta maaf padamu, sepertinya itu tidak akan cukup. Aku selalu saja menyakitimu..."
Bastian tidak melanjutkan kata-katanya, dia teringat ucapan sang ayah yang menelponnya beberapa saat lalu.
"Bastian, ayah tidak akan menekanmu. Tapi sebagai pria sejati yang dipegang adalah kata-katanya. Dan janji harus ditepati apalagi kepada keluarga yang telah berjasa pada hidup kita. Pikirkanlah, dan mohon lah petunjuk pada Yang Maha Kuasa, supaya kamu bijak dalam bertindak."
Bastian menarik napas kasar dan tersengal. Sungguh dia bingung bagaimana memberitahukannya pada Safira. Dia tidak ingin menyakiti hati wanita tercintanya, tetapi janji tetaplah janji yang harus dia tepati.
"Maafkan aku, Fira. Apakah aku egois jika tetap mempertahankanmu di sisiku...?" Bastian terisak pilu di samping Safira sambil menggenggam erat tangan istrinya lalu mengecupnya berkali-kali dan menempelkannya di pipi.
"Tuan tidak salah." Safira tiba-tiba membuka mata, dan menatap Bastian dengan sayu.
Ia menggerakkan ibu jarinya yang berada di wajah sang suami, lalu menghapus setitik air yang merembes dari sudut mata pria itu
"Menikahlah dengan Nona Farah, Tuan. Berjanjilah pada saya bahwa Anda akan menikahinya." Ucapan Safira selanjutnya sontak membuat Bastian membelalakkan mata.
Kata-kata itu terlontar begitu saja seakan tanpa beban keluar dari mulut Safira. Bastian menegakkan tubuhnya, dan menatap Safira tak percaya.
"Sayang...?" Suara Bastian seakan tersangkut di tenggorokan.
"Saya mohon, Tuan! Kabulkan lah permintaan saya, agar saya terbebas dari rasa bersalah. Dan setelah anak ini lahir, Anda bisa menceraikan--" Ucapan Safira langsung terpotong.
"Tidak...! Meskipun pada akhirnya aku harus menikahi Farah, kita tidak akan pernah berpisah!"
"Aku mencintaimu lebih dari apapun, Fira. Percayalah padaku, kamu akan tetap yang paling utama di hatiku dan menjadi prioritasku!"
"Aku memang menyayangi Farah, karena kami dekat sejak kecil. Itulah mengapa para orangtua sepakat menjodohkan kami, dan aku tidak bisa menolak karena keluarga kami sangat berhutang budi pada keluarga Farah,"
"Tapi semua berubah, setelah aku bertemu denganmu. Aku seperti menemukan diriku kembali. Aku bisa menjadi diriku sendiri saat bersamamu,"
"Dan apapun yang terjadi jangan pernah berpikir untuk pergi dariku, karena aku bisa gila karenamu dan juga anak kita. Kumohon, mengertilah! Posisiku juga sangat sulit...."
Kemudian Bastian menceritakan bagaimana awal mula perjodohan antara dirinya dan Farah bisa terjadi. Nyonya Hanum yang mencetuskan ide itu dan disetujui oleh Tuan Gustav, sebagai bentuk balas budi kepada Nyonya Meutia ibunda Farah, yang telah menyelamatkan nyawa Bastian.
Pada saat itu, Bastian berusia delapan tahun dan Farah lima tahun. Bastian bersama Farah sedang bermain bola tangan di taman komplek. Tiba-tiba Farah melempar bola, tetapi bola tersebut melambung lalu jatuh menggelinding ke jalanan. Bastian langsung berlari mengejar bola, tanpa melihat sekelilingnya. Namun na'as sebuah mobil tiba-tiba melintas. Nyonya Meutia yang saat itu melihatnya berusaha menyelamatkan Bastian, hingga nyawanya sendiri yang menjadi taruhannya karena luka serius yang dideritanya. Sampai akhirnya menyerah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
Safira hanya diam mendengarkan penuturan Bastian tanpa berniat untuk menyela ataupun bertanya. Dia berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan oleh suaminya. Untuk saat ini entahlah pikirannya terasa kosong. Sebab, jika sudah berurusan dengan balas budi memang sangatlah rumit.
"Maaf... Aku tidak menyadari bahwa keegoisanku ini justru akan menempatkanmu ke dalam masalah yang tidak seharusnya kamu terima,"
"Jujur, pada saat itu yang terlintas di pikiranku hanyalah kamu. Dan aku merasa Tuhan seolah membuka jalan bagiku, untuk bisa memilikimu. Sehingga tanpa keraguan aku pun menjatuhkan pilihanku padamu."
Safira mendesah pelan dan menatap Bastian dengan ekspresi terkejut. Dia bingung dan tidak ingin gegabah dalam menentukan sikap. Nasibnya sedang dipertaruhkan sekarang. Namun jika menyerah bagaimana dengan anaknya nanti? Safira sadar bahwa dia tidak boleh serakah. Dia akan mencoba berdamai dengan kenyataan demi bayi yang dikandungnya. Anaknya tidak boleh lahir tanpa ayah, tidak! Itulah pemikiran Safira untuk saat ini.
***
Bersambung
𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝 thur
terus Abian itu suami adzana kan?