Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PINDAHAN
Jika pasangan lain akan langsung bahagia setelah sah, beda dengan Embun dan Nathan Tak ada sedikitpun raut bahagia diwajah keduanya. Bahkan saat mencium tangan Nathan, Embun sampai gemetaran. Pikirannya tak karuan, membayangkan kehidupannya kedepan dengan pria yang telah sah menjadi suaminya itu. Sudah bisa ditebak, pasti tidak akan mudah.
Selesai urusan di KUA, Nathan langsung membawa Embun. Sementara Paklik, Dimas yang mengantarkannya pulang.
Didalam mobil, Embun menunduk sambil memainkan jamarinya. Suasananya benar banar canggung. Rasanya masih seperti mimpi, sekarang statusnya adalah istri. Istri dari seorang bos. Hingga mobil tersebut memasuki halaman rumah yang lumayan luas, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya.
Embun menatap rumah mewah yang ada dihadapannya. Apakah ini rumah keluarga Nathan? Dan jika benar, apa iya, nanti dia akan serumah dengan Rama? Setahu Embun, Rama tinggal dirumah mertuanya.
"Kau mau turun apa duduk terus disana?" Pertanyaan Nathan membangunkan Embun dari lamunannya. Melihat Nathan yang sudah membuka pintu, buru-buru dia melepas seatbeltnya lalu menyusul keluar.
Jantung Embun berdegup kencang saat pertama kali melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Sepi, dia tak melihat satu orangpun dirumah tersebut.
"Kenapa sepi sekali?" tanya Embun.
Nathan yang berjalan didepannya seketika berhenti dan membalikkan badan kearah Embun. Tatapan matanya sangat tidak bersahabat, membuat Embun langsung ketar ketir. "Ini rumah, bukan pasar, jadi jangan harap akan ramai."
Embun menelan ludahnya susah payah. Berhadapan dengan Nathan, membuat kerja jantungnya makin berat. Semoga saja dia bisa terus sehat kedepannya.
"Aku tak suka keramaian. Jadi jangan pernah bawa teman atau siapapun kerumah ini. Dan satu lagi, jangan pernah menyetel musik terlalu keras, aku tidak suka." Nathan kembali membalikkan badan setelah mengatakan itu. Tapi belum sempat kakinya melangkah, dia kembali berbalik menghadap Embun.
"Dan lagi, aku tak suka binatang. Jadi jangan mimpi mau memelihara binatang apalagi beternak disini. Tak ada satu hewanpun yang aku izinkan berada dirumahku."
"Kalau ada semut gimana?" celetuk Embun. Tatapan tajam Nathan langsung membuat nyalinya menciut. "Becanda," lanjutnya sambil membuat huruf v menggunakan jari.
Astaga, tatapannya mengerikan sekali.
Nathan membuang nafas berat lalu lanjut berjalan, menaiki tangga tanpa mempedulikan Embun yang terus mengekor dibelakangnya.
Embun celingukan, rumah ini tak hanya sepi, tapi sangat sepi, seperti tak ada orang lain selain mereka berdua.
Nathan berhenti didepan sebuah pintu. "Ini kamarku. Dan kamu, kamu bebas memilih mau tidur di kamar yang mana saja."
Embun mengerutkan kening. "Memilih?" apa ini artinya, mereka tak tidur sekamar?
Nathan tersenyum miring. "Kau pikir kita akan tidur sekamar? Jangan mimpi," tekan Nathan sambil melotot didepan Embun. "Aku tak sudi tidur seranjang dengan wanita murahan sepertimu."
Mata Embun langsung melotot dikatakan murahan. "Apa maksud An_"
BRAKKK
Embun langsung terjingkat sambil memegangi dadanya. Hampir saja jantungnya copot gara gara ulah Nathan yang tiba tiba masuk kamar dan membanting pintu dengan keras.
"Untung saja aku tak punya penyakit jantung, kalau tidak, aku pasti sudah mati," gerutu Embun. "Kalau saja dia bukan bos sekaligus suamiku, sudah pasti aku maki habis habisan. Dimana sopan santunnya, tiba tiba masuk kedalam kamar dan membanting pintu dengan kasar, padahal aku belum selesai ngomong. Dan apa tadi, dia bilang aku murahan? Astaga, minta dirobek mulutnya." Embun terus terusan mendumal sampai lelah sendiri. Dan akhirnya, dia menyusuri ruangan demi ruangan untuk mencari tempat tidur yang dirasa cocok. Dan akhirnya, pilihannya jatuh pada kamar yang ada dilantai 1.
.
.
Embun kaget saat baru membuka mata, ternyata sekarang sudah sore. Lama juga dia tidur. Gegas dia kekamar mandi, tapi keluar lagi saat ingat, dia tak ada baju ganti. Semua pakaiannya masih ada di kosannya.
Embun memutuskan pergi ke tempat kos, tapi saat hendak keluar rumah, dia teringat Nathan. Saat ini, dia sudah menikah, jadi mana bisa dia pergi tanpa pamit dulu.
Tok tok tok
Embun mengetuk pintu kamar Nathan beberapa kali.
"Pak Nathan, Pak."
Tak ada sahutan, dia kembali mengetuk dan memanggil. Tapi tetap sama, tak ada sahutan.
"Sebenarnya dia tidur apa mati sih?" gerutu Embun.
"Aku belum mati."
Deg
Embun langsung terjingkat mendengar suara dari belakang. Saat dia berbalik, ternyata Nathan ada dibelakangnya. Pria itu membawa sebotol air mineral ditangan.
"Maaf," ujar Embun sambil nyengir.
Keduanya lalu sama sama diam, hingga Embun teringat tujuan dia mencari Nathan. "Saya mau ambil barang-barang saya ditempat kos."
"Lalu?"
"Hah?" Embun malah bingung. "Saya mau ijin, mau ambil barang ditempat kos," dia kembali mengulang.
"Tidak udah diulang, kamu pikir saya budeg?"
Embun langsung menelan ludah. Astaga, kenapa rasanya susah sekali untuk berkomunikasi baik baik dengan Nathan.
"Emang apa urusannya dengan saya? Kalau mau pergi, ya pergi saja." Nathan berlalu begitu saja, melewati Embun dan masuk kedalam kamarnya.
Mulut Embun menganga lebar. Menyesal dia minta izin pada Nathan. Tahu gini, dia langsung pergi saja tadi. Dengan perasaan kesal, Embun menuruni tangga sambil memesan ojek online.
Sesampainya di tempat kos, Embun berpamitan pada pemilik kos dan tetanganya. Beruntung mereka semua baik, mau membantunya untuk membereskan barang barang dan mengangkutnya kedalam taksi online.
Turun dari taksi, driver membantunya menurunkan barang dihalaman. Tak bisa membawa masuk semua sekaligus, Embun menarik sebuah koper dan meninggalkan beberapa kotak barang diluar.
"Kenapa malam sekali pulangnya?"
Embun terkejut saat baru masuk, Nathan sudah menyemprotnya dengan pertanyaan bernada pedas. Ternyata Nathan ada diruang tamu dan terlihat sedang sibuk dengan laptop dihadapannya.
"Namanya juga pindahan," sahut Embun santai. Dia lalu memasukkan kopernya kedalam kamar. Sebenarnya dia sudah lelah, tapi masih banyak barang diluar yang harus dia bawa masuk.
Embun kembali keluar, mengangkut barang-barangnya satu persatu hingga dia harus bolak balik. Sementara Nathan, pria itu hanya melirik melalui ekor mata, tanpa ada niatan membantu.
"Pak," panggil Embun dengan nafas tersengal. Rasanya lelah sekali setelah bolak balik beberapa kali. "Pak," dia memanggil lagi dengan sedikit lebih keras karena Nathan tak menyahuti. Tapi tetap saja, Nathan tak merespon. "Pak Nathan," teriak Embun yang mulai kehabisan kesabaran.
"Kau pikir ini hutan, pakai teriak teriak," sahut Nathan.
Embun mengepalkan kedua telapak tangannya sambil menggeram tertahan. Nathan sungguh mencabar kesabarannya. Tapi dia tak boleh marah karena sedang butuh bantuan Nathan untuk mengangkut kotak yang paling besar.
"Bolehkah saya min_"
"Tidak," potong Nathan cepat sebelum Embun menyelesaikan kalimatnya. Pria itu lalu menutup laptop dan beranjak dari sofa.
Embun menghentakkan kaki kelantai. Ingin sekali dia mencakar cakar pria menyebalkan itu. Dia lalu lanjut membawa masuk barang-barangnya.
Embun menatap kardus terakhir yang ukurannya paling besar. Jika tadi dikos, dia mengangkatkan berdua, kali ini, meski berat, terpaksa harus dia angkat sendiri. Saat membungkuk hendak mengangkat kardus tersebut, Embun melihat Nathan berjalan kearahnya. Suaminya itu membawa sebotol air mineral yang sepertinya baru diambil dari kulkas. Terlihat dingin dan sangat segar.
Ternyata dia peduli juga, batin Embun sambil tersenyum.
Nathan berhenti beberapa langkah didepan Embun. Dia membuka tutup botol lalu meminumnya sendiri.
Glek glek glek
Embun melongo sambil menelan ludah. Tadi dia pikir Nathan mengambilkan minuman itu untuknya.
"Kau mau?" tanya Nathan saat minumannya tinggal separuh.
Karena Nathan tak menempelkan bibir saat meminum, Embun langsung mengangguk. Selain itu, dia memang sangat kehausan saat ini.
"Ambil aja sendiri," sahut Nathan sambil menahan tawa melihat ekspresi mupeng Embun. Dan tanpa perasaan, dia menghabiskan sisa minuman didalam botol hingga tandas.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣