Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setalah Di Rumah
Kevin terus memperhatikan foto dengan benak yang penuh diliputi berbagai pertanyaan dan rasa penasaran. Ada beberapa foto yang terletak di atas meja, tapi hanya beberapa wajah saja yang Kevin kenali.
"Apa hubungannya Om Mario dengan orang ini?" gumamnya.
Namun tak lama setelahnya, Kevin segera keluar kamar dan menutup pintu kamar tersebut kala telinganya mendengar suara agak berisik dari ruang lain.
Kevin pun melangkah agak cepat, menuju satu ruangan yang terdengar suara beberapa orang.
"Itu Kevin," tunjuk Nadira, begitu Kevin muncul ke ruangan yang dituju. Semua mata sontak menoleh ke arahnya. "Baru saja kamu mau aku pangggil.
"Kevin, kamu nggak apa-apa?" tanya Hernandez begitu melihat kemunculan Kevin. Pria itu baru sampai di rumahnya dan belum lama duduk di ruang tengah. "Katanya tadi kamu sama teman-temanmu berkelahi?"
Kevin tersenyum dan melangkah mendekat ke sebuah sofa dan duduk di sana. "Nggak apa-apa kok, Pi," jawab Kevin. "Cuma lebam-lebam doang. Paling satu atau dua hari lagi, juga bakalan sembuh."
"Lebih baik diperiksa secara menyeluruh, Vin," bukan Hernandez yang berkata, tapi Mario. Pria itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa panik dan gugupnya kala matanya bertatapan dengan mata anak muda yang ternyata anak kandung yang tidak dia ketahui.
Kevin lantas tersenyum tipis. Dia sama sekali tidak menyadari sikap Mario yang terus menatapnya sejak dia muncul di ruangan itu. "Tidak perlu, Om, cuma luka kecil kok."
"Tadi Om Pedro dan Om Noel juga nyuruh kaya gitu, tapi Kevin tolak," Nadira ikut bersuara. "Tapi, apa kamu masih memikirkan ucapan Argo?" Nadira menatap penuh selidik ke arah Kevin. "Kenapa kamu baru keluar? Kamu ngapain aja sedari tadi di kamar? Nangis?"
"Sembarangan," bantah Kevin. Dia sedikit terkejut mendengar pertanyaan beruntun dari Nadira. "Ngapain aku mikirin ucapan Argo," ucap Kevin agak gugup. "Aku tadi nggak ketiduran," kilah anak muda itu.
"Oh, kirain kenapa?" Nadira merasa agak lega.
"Emang, awal cerita bagaimana? Kok bisa kamu berkelahi?" tanya Hernandez. "Apa kamu ditindas lagi?"
"Mungkin tujuan awalnya gitu, Pi," Nadira yang menjawabnya. "Tadi Argo dan teman-temannya mengejek Kevin."
"Mengejek bagaimana?" Hernandez semakin penasaran. Begitu juga dengan Mario. Kedua pria itu menuntut penjelasan lebih dari dua anak muda yang duduk di tempat yang berbeda.
Nadira tidak langsung menjawab. Dia justru melempar tatapan pada Kevin. Begitu juga dengan Kevin, dia juga menatap Nadira. Mereka seakan berdebat satu sama lain melalui tatapan matanya. Sikap keduanya tentu saja juga diperhatikan oleh Mario dan Hernandez.
"Tadi, katanya Kevin diejek, kalau dia tuh anak haram," tiba-tiba suara Lavia terdengar. Dengan menggunakan kursi roda dan didorong oleh perawat khusus, Lavia ikut bergabung dengan yang lainya.
Semua mata sontak beralih pandang kepada wanita itu. Namun Kevin juga melempar tatapan kembali kepada Nadira, dan di seberang meja, Nadira tersenyum sambil mengangkat dua jari membentuk huruf V. Kevin lantas mendengus.
"Diejek anak haram?" tanya Hernandez, tapi mata pria itu seketika melempar tatapan pada Mario dan reaksi yang ditunjukan mereka juga sama.
"Iya, tadi Nadira yang cerita," ujar Lavia. "Aku sendiri belum tahu, apa yang membuat Argo ngomong kaya gitu, Kevin nggak mau cerita."
"Tadi sih aku dengar, sebelum ada pertarungan, katanya Dirgantara datang ke kampus," ucap Nadira lagi. "Tadi juga teman-teman Kevin cerita kalau kevin dipanggil ke ruang pertemuan. Mungkin saja di sana Kevin bertemu dengan Dirgantara."
Seketika semua mata menatap ke arah Kevin. "Apa benar begitu, Vin?" tanya Hernandez.
Kevin terdiam dan agak gugup karena semua mata menuntut penjelasan dari mulutnya.
"Aku juga tadi udah nyuruh orang untuk menanyakan hal kepada pihak kampus," Lavia kembali bersuara. "Kedatangan Dirgantara ke sana, untuk melayangkan protes kepada kepala kampus, tentang kembalinya Kevin dan Nadira ke kampus. Dirgantara tidak terima, anak yang sudah mencemarkan nama baik kampus malah datang dan kembali kuliah di sana."
"Kurang ajar! Kenapa bisa Dirgantara punya keberanian seperti itu?" Mario nampak emosi mendengarnya. "Apa dia satu-satunya orang kaya di sana?"
"Om Dirgantara kan sikapnya emang seperti itu, Om," ucap Nadira. "Kata anak anak kampus, dia selalu bertindak seperti pemilik kampus. Padahal, dia hanya donatur terbesar kedua setelah Papa. Tapi yang dia tahu, dia donatur utama dan layak mendapat kehormatan paling tinggi."
"Jadi karena itu juga, dia membiarkan anaknya menindas Kevin di kampus?" Mario sudah cukup geram mendengarnya.
"Buka di kampus aja, Om, di tempat lain juga," Nadira lagi yang menajawab dan jawabannya sukses membangkitkan amarah dalam benak Mario.
"Lebih baik sekarang kamu jujur sama Papi, Dirgantara ngomong apa kamu? Nggak mungkin, Argo ngejek kamu kaya gitu kalau tidak ada alasan yang tepat," ucap Hernandez.
Meski dia sudah memeliki kesimpulan sendiri setelah mengetahui fakta tentang Mario dan Kevin, Pria itu sengaja ingin menguji Kevin kalau anak itu sudah bisa terbuka sama dia atau belum.
Kavin tidak bersuara. Anak itu menatap beberapa mata yang menatap ke arahnya. "Maaf," ucapnya lirih, lalu kepalanya menunduk sedikit.
"Tidak apa-apa," ucap Hernandez lembut. "Kami tidak akan memaksa kamu untuk bercerita. Tapi kamu harus tahu, di sini, kamu akan selalu di terima dengan baik, apapun latar belakang dan masalalu kamu.
Kevin kembali mendongak, menatap pria yang begitu baik kepadanya. Kevin terharu dan itu tergambar jelas pada wajah anak itu.
Sedangkan Mario menatap Hernandez dengan penuh tanya. Namun kode samar yang ditunjukan oleh bibir dan kepala Hernandez, membuat Mario paham, kenapa Hernandes berbicara seperti itu.
"Ya sudah, kalau tidak ada hal yang ingin dibicarakan lagi, Papi ke kamar dulu," Hernandez bangkit terus melangkah menuju kamar pribadinya.
"Kevin, apa kita bisa bicara sebentar?" tiba-tiba Mario melempar pertanyaan, membuat beberapa orang yang masih dalam satu ruangan terkejut.
"Om mau berbicara sama saya?" Kevin jadi penasaran. "Bicara apa, om?"
"Jangan di sini," Mario bangkit dari duduknya. "Kita bicara diluar saja."
Mau tidak mau Kevin mengangguk, lalu dia ikut bangkit dan mengkuti langkah Mario.
"Apa yang akan dibicarakan Om Mario pada Kevin?" Nadira pun jadi ikut penasaran. "Mereka kan baru kenal kemarin malam?"
"Mungkin ayahmu sudah cerita banyak tentang Kevin pada Mario," ujar Lavia, meski dirinya juga merasakan penasaran yang sama. "Jadi biar lebih akrab, Mario sengaja ngajak anak itu berbicara empat mata."
Nadira tercenung beberapa saat. Lalu tak lama setelah mencerna ucapan Maminya, Nadira mengangguk, sebagai tanda kalau dia memahami ucapan Lavia.
Sedangkan di tempat lain, Dorman mulai menyusun rencana untuk menyusup ke dalam gedung Black Diamond.