Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 32.
Lelaki berambut panjang dan jangkung tersebut merogoh ponselnya yang berada didalam saku jasnya, ia menghubungi istrinya dan berharap apa yang ia pikirkan tak terjadi, namun butuh waktu lama untuk diangkat.
Hingga ke tiga kalinya sambungan-pun terdengar, bukan kata baik yang ia dengar justru suara nafas yang memburu yang keluar dari speaker ponselnya. Ia mulai merasa cemas yang menjadi-jadi disekeliling kepalanya, menghujamnya dan terus melayang pikiran buruk yang akan terjadi.
"Sa, elo gak apa-apa?" tanya Gala mulai panik.
"Mas gala, tolong!" jawaban dari Syahla yang berteriak ketakutan.
Mata Gala melebar dengan rahang yang mengetat, giginya menggertak mendengar suara istrinya yang ketakutan di rumah, terdengar pula suara bunyi barang yang jatuh juga suara lelaki yang ada disebrang sana.
"Diam kau! Jika ingin baik-baik saja," suara lelaki dari sana yang disusul dengan nada sambungan yang terputus.
Suara lelaki itu, gala sangat menghapalnya, benda pipih itu ia genggam kuat merasakan amarahnya yang kian membuncah seakan berseru untuk mengajaknya berperang.
Gala berlari kembali ke rumahnya yg berada di lantai 28, saat hendak menaiki lift dan menunggu ruang yang bergerak naik turun itu tiba-tiba suasana sekitar menjadi remang-remang, generator apartemen sudah tak berfungsi.
"Sial!" umpatnya menendang pintu lift.
Ia menghubungi arhan untuk segera ke apartemennya, beruntung sahabatnya itu segera mengangkatnya.
Gala tak bisa diam menunggu begitu saja karena memikirkan syahla yang sedang dalam bahaya, jadi ia bergerak cepat setelah menghubungi rekannya, arhan. Tangga darurat yang menjadi jalan satu-satunya pun segera ia naiki, namun baru lantai 2 kakinya sudah berdenyut nyeri—luka tembakan hari itu belum sepenuhnya sembuh—sehingga ia berjalan dengan cara pelan dan sesekali melompat dengan sebelah kakinya dengan berpegangan pada balok besi yang menempel kuat pada dinding.
"Tuhan, tolong jaga istriku," gumam Gala sembari meringis nyeri.
Kembali ia menaiki tangga, ia lupakan rasa sakit dikakinya yang ia pikirkan sekarang adalah keselamatan syahla.
...
...
Sementara di rumah, syahla bergetar ketakutan, ia memegang kuat pegangan pisau dapur yang biasa ia pakai untuk memotong daging. Tatapannya tak berhenti mengawasi pria asing yang mencoba menyentuhnya, di ruang tempat biasa ia memasak perlahan namun pasti pria jahat itu berjalan mengikutinya.
Pria itu berseringai licik padanya, "Hei, Nona. Jangan terlalu kasar, aku hanya ingin kau bersenang-senang."
Pria itu tertawa remeh, melihat targetnya gemetar ketakutan ia sangat menyukai wanita seperti ini yang terlihat munafik baginya.
"Pergi kamu! Jika suamiku datang, kau pasti akan dihajarnya sampai mati," ujar Syahla dengan suara tinggi mengancamnya, namun bukannya merasa takut pria itu justru tertawa keras.
"Ia tak bisa menghajarku, nona. Lukanya belum sembuh total, kau pun tahu itu. Apartemen ini sudah kubuat gelap agar lifnya mati, jadi bersikap baiklah padaku jika kau tak ingin mati," ujar pria asing itu.
Syahla semakin geram, ia tak akan semudah itu menyerahkan dirinya untuk pria brengsek mantan sahabat suaminya tersebut. Jemarinya semakin kuat memegang senjatanya yang bisa ia jadikan alat keamanan.
Ditengah itu syahla ingat cerita tentang mereka, kisah wanita yang hilang ditengah kegelapan malam dimana ia melompat dari gedung tinggi dengan pikiran bodohnya.
Wanita yang menjadi biang kerok, yang sudah membuat mereka dikelilingi bahaya dari marahnya pria bernama rian itu. Tidak, syahla tak akan diam saja menuruti takdir jahatnya yang akan membuatnya jatuh kejurang hina, sebab menerima ajakan pria itu.
Ia bukan wanita seperti angel.
"Apa kau ingin balas dendam? Kau ingin ia merasakan apa yang kau rasakan? Iya, kan," tanya Syahla menyindir kisah dari cinta sepihak itu, tapi wanitanya sangat murahan.
Syahla tersenyum penuh ketidak warasan membuat rian heran, bukankah seharusnya wanita itu takut tapi sekarang ia justru tertawa keras.
"Angel bunuh diri karena ditolak oleh suamiku, kau ingin membalasnya, bukan. Bagiku kau sangat bodoh, menginginkan seseorang yang sebenarnya tak menginginkanmu, tapi mau diajak bobo oleh pria mana saja," sindir Syahla dengan pedas.
Syahla tak peduli lagi kalimat sopan santun yang diajarkan di sekolah, rasa hormat yang seharusnya ada saat berbicara pada orang yang lebih tua baginya semua itu tak berguna jika berhadapan dengan pria yang sudah gelap matanya.
Sekuat apapun akan ia lawan, setakut apapun dirinya tak akan ia biarkan rian menyentuhnya bahkan secolek pun.
"Percaya diri sekali kau, padahal kau lemah, kau tak tahu segalanya tentang kami tapi kau berbicara seolah tahu segalanya," sergah Rian membentaknya, ia berjalan mendekati syahla dan wanita itu terus berjalan mundur untuk menjauhinya.
"Bahkan jika aku tahu kisah kalian yang sebenarnya, aku akan tetap percaya pada suamiku," kukuh Syahla.
Mata wanita itu tak sengaja melihat air panas di wadah khusus, sisa tadi pagi untuk membuat kopi dan juga lainnya.
"Oh set, elo gak akan lepas lagi," ujar lelaki itu berjalan cepat memutari meja makan.
Saat itulah syahla segera menaruh dan mengambil wadah yang berisi air panas tersebut lalu menyemburkannya tepat pada wajah pria itu.
"Ah! Sialan kau! beraninya kau, ahhhh!" ringis yang bercampur umpatan itu keluar dari mulut pria tersebut.
Segera syahla berlari ke arah kamar kedua yang tak jauh dari dapur, ia tutup dan mengunci pintunya dengan cepat. Tubuhnya pun luruh bersandar pada pintu, ia merasa sedikit lega dan aman, rasa syukur pun terucap dibibirnya.
Namun ternyata ia salah, pintu tersebut didobrak begitu saja tanpa ampun.
Brak
Satu kali, dua kali, tiga kali pintu kamar itu pun terlepas dari engselnya dan pintu bisa dibuka begitu saja.
Pria itu masuk kedalam dan tertawa, "Mau main-main disini, ya. Ok, tempat yang sangat bagus," ujarnya berseringai penuh makna.
Pria itu melangkah mendekati syahla dan gadis itu segera berlari namun tangannya ditarik oleh rian, tubuhnya dihempaskan kasar pada ranjang yang biasa dipakai adik ipanya. Syahla bergerak memundurkan tubuhnya seperti tiarap tapi dalam poisi telentang, air matanya menetes tak lagi tertahan menampakkan bahwa ia sangat lemah dan ketakutan.
Pria itu membuka bajunya, satu-persatu hingga menyisakan celana yang membungkus kejantanannya, memamerkan pahatan badannya yang menurutnya indah dengan bentuk atletis, ia mulai merangkak naik ke atas ranjang dengan senyum menyebalkan yang sangat syahla benci.
Tangan gadis itu menggenggam erat sprei yang sudah berantakan, saat ditepi ranjang ia masih berusaha untuk lari namun lagi rian segera menggagalkannya. Pria itu menarik paksa hijab yang menutupi rambut dan kepalanya hingga tergerai indah menyempurnakan kecantikan dari dalamnya.
Ia menarik syahla kembali ke atas ranjang, "Jangan seperti ini babe, aku akan pelan-pelan saja melakukanya padamu. Kau cukup menkmatinya saja, ok."
"Biadab! Kau memang iblis, jahat—" umpatan itu terhenti kala tangan rian melayang.
Plak
"ah!" ringis syahla, kemudian rambutnya ditarik hingga membuat kepalanya terangkat dan wajah mereka bertemu begitu dekat—beberapa centi.
"Akan aku ajari, seperti apa itu biadab," ucap Rian dengan lirih.
Rian menghempaskan kepala syahla dan mulai mengambil posisinya untuk mengungkung korban yang akan ia lucuti kesuciannya.
"Pergi! Jangan!" Syahla berteriak mencoba memundurkan tubuhnya dari jiwa yang baginya mengerikan.
Badannya mulai bangun terduduk dan mengesot ke belakang menghindari pria itu, tanganya merayap mencari sesuatu yang bisa ia jadikan senjata dan kala rian mulai mendekatinya ...
Brak
Lampu tidur dimeja nakas yang syahla ambil paksa dan ia lempar ke arah rian namun lelaki itu bisa menghindarinya, hingga berserakan dilantai.
"Sudah kubilang tenang dan jangan kasar!" titah Rian dengan nada tinggi tapi tak membuat syahla berhenti.
Gadis itu mengambil bantal dan melemparnya pada rian, guling hingga sprei dan apa saja yang bisa ia raih ia lempar pada pria brengsek didepannya tapi semua sia-sia saja, setan yang berwujud manusia itu mendekatinya dan mulai melucuti bajunya.
Weeekk.
Gamis yang syahla pakai robek karena tarikan kuat rian untuk membuka paksa pakaian targetnya. Syahla berusaha untuk menutupinya namun rian kembali menyerangnya, ketika pria itu mendekatkan wajahnya untuk mencium paksa dan memberikan sentuhan menjijikan ...
bug
Seseorang memukul punggung rian hingga ambruk ke bawah ranjang.
"Brengsek! Berani elo nyentuh dia, nyawa lo yang akan jadi tumbalnya," ujar jiwa pemilik syahla mengancam dengan keras.
Syahla menangis lega kala melihat sang suami sudah berada di tempatnya untuk menolongnya, menjaganya dari apapun yang membahayakannya.
Gala mendekati rian.
Bug
Bug
Bug
Pukulan tanpa ampun itu, terus mendarat ke tubuh rian hingga menyisakan bekas lebam yang semakin banyak. Gala menjambak rambut rian lalu memukul wajah yang sudah melucuti harga diri istrinya.
"Tak ada ampunan yang terbuka dari gue, rian. Elo mau jadi mayat seperti angel? Ok, gue turuti keinginan, lo," ujar Gala yang kembali menyerang.
Sedangkan rian, lelaki itu tak bisa melawannya karena gala menghajarnya di saat ia lengah, hanya mata sayu yang menampakkan betapa menyedihkannya rian yang menatap mantan sahabatnya itu dengan kebencian.
Gala menyudahinya, ketika pria itu hilang kesadarannya dengan bibir meneteskan cairan meras hati dan wajah serta tubuhnya yang dipenuhi luka akibat pukulan.
Gala membalikkan badannya melihat syahla yang menangis deras karena kejadian yang sangat memalukan bagi dirinya. Ia mendekatinya untuk memberikan ketenangan, ia raih hijab yang tercecer dilantai dan membawanya pada istrinya, ia duduk ditepi ranjang menghadap padanya lalu menutupi kepala istrinya yang rambutnya acak-acakan akibat pelecehan.
Syahla masih menangis sesenggukan menatap penuh ketenangan, hatinya merasa aman, pikirannya melayang entah apa yang terjadi jika suaminya telat datang.
Grab
Gadis itu memeluk gala dan menangis deras lagi dalam dekapannya.
Gala menepuk punggung istrinya dengan pelan untuk menenangkannya, memberitahukannya bahwa semua sudah aman, ada dirinya disampingnya sekarang sehingga ia tak perlu lagi khawatir.
...
...
"Buang tubuh menjijikan itu di tempat pembuangan sampah kota, gue gak mau tahu apapun tentang rian," titah Gala pada arhan dan ari yang sudah berada di apartemennya.
Dua anak buahnya menyanggupinya, sekarang yang mereka pikirkan adalah keselamatan pasutri tersebut, kejadian seperti ini pasti akan terulang kembali. Entah musuh yang mana lagi yang akan membuat syahla dalam bahaya, kedepannya.
"Gue harap elo pulang aja ke rumah, tempat ini sudah tak aman," usul Arhan.
Ari mengangguk, "Iya, bang. Disana syahla bisa aman karena penjagaannya ketat."
Gala melirik syahla yang berada didalam kamar utamanya dan sedang diperiksa oleh dokter pribadi, pintunya terbuka dan dari jarak kursi sofa ia bisa melihat wajahnya yang sudah terlelap.
"Pikirkan baik-baik ini, Ga," ujar Arhan kembali menyuruh gala mengambil keputusan tepat.
"Gue takut ia tahu tentang ... Bahwa gue mafia yang pastinya banyak musuh, gua hanya ingin dia bebas tanpa merasa terkekang, gue gak mau mengurung dia," tutur Gala mengungkap alasan kenapa ia memilih apartemen untuk menjadi tempat berumah tangganya dengan syahla.
Ia tak ingin syahla merasa seperti dipenjara dalam sangkar emas, yang dilapisi tiap jebakan yang membuatnya terkurung dan tidak merasa bebas hati karena adanya penjaga keamanan ditiap sudut.
"Ini demi keselamatannya, bang. Kejadian ini cukup sekali, jika musuh tahu entah apalagi yang akan terjadi pada istri abang," wejangan Ari sanggup membuka pikiran Gala yang cemas akan kebebasan syahla.
"Itu benar, Ga. Jangan sampai nanti, semuanya malah terlambat," timpal Arhan.
"Ok, gua ajak dia bicara setelah tenang," akhirnya Gala menyetujui pendapat rekannya.
"Jangan tunggu-tunggu lagi, abang bawa dia sekarang. Biar kita selesaikan sisanya," ujar Ari menekankan Gala agar segera pindah dari apartemennya yang kini sudah tak aman.
Ari, sangat cemas mendengar cerita Bosnya tentang apa yang terjadi pada syahla, gadis yang pernah ia taksir dan dekati untuk dijadikan istri. Perasaan itu masih ada namun ia menahannya karena sudah bukan lagi takdirnya, Gala lebih butuh syahla dibanding dirinya.
Arhan melirik adik se-pantinya, ia paham sesuatu tapi ia mencurigainya, hanya saja tak ada bukti tentang masalah yang mungkin terlibat.
Ia menyipitkan matanya pada ari, ia tahu sesuatu tentang masa lalunya tapi dalam hatinya ari bukanlah orang yang suka berkhianat, ia tak mungkin mengambil risiko dengan melibatkan syahla kedalamnya.
Namun, itu masih dalam ketidakpastian.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Syahla akhirnya bangun dari tidur siangnya, obat penenang yang diberikan dokter membuatnya tidur berjam-jam, ia tidak sadar jika gala sudah membawanya jauh dari ranjangnya dalam keadaan terlelap.
Gadis itu membuka matanya, ia melirik kesana-sini menyadari keberadaannya yang ada di tempat asing. Ia mengucek matanya yang mungkin saja salah lihat, namun ternyata ia tidak salah ia berada ditempat lain.
Takut, cemas mulai menghajar mentalnya secara diam. Syahla melihat pakaiannya yang melekat dibadannya ternyata ia sudah berganti baju, ia ingat terakhir kali ia sebelum tidur ia masih mengenakan gamis yang sudah robek.
"Mas gala!" teriaknya.
Ia turun dari ranjang king size, melangkahkan kakinya kesetiap sudut ruangan luas nan rapi dengan furniture khas merk asing yang berkualitas bintang lima. Aroma parfum jasmin dan chamomile menguar diruangan tersebut, menenangkan hatinya tapi jiwanya ketakutan, ia bingung ini mimpi atau nyata.
Ruangan tempatnya berada sangat luas untuk dibilang kamar tidur, seperti kamarnya para putri yang lahir dari kerajaan dan tinggal di istana mewah dan megah dalam sebuah negri dongeng.
"Aku ada dimana? Mas gala!" teriaknya lagi.
Lagi ia memanggil suaminya yang entah ada dimana, ia menangis kembali, ketakutan seolah terkurung dalam sangkar emas yang begitu menyilaukan. Ia berjalan menuju pintu kaca yang menampakkan keindahan langit yang begitu bercahaya indah dengan teriknya.
Syahla memutar knopnya, "Ternyata dikunci, aku dimana?" ia membalikkan badannya melihat kesekelilingnya lagi yang bisa saja ada celah untuk melarikan diri namun nihil rumah itu terlalu apik.
Klek
Pintu lebar nan tinggi itu terbuka menampakkan sosok yang dikenalnya dari belakang, tapi saat melihat wajahnya itu bukanlah suaminya.
Syahla mulai merasakan rasa takut kembali menyerangnya.