Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk di Lantai 7
Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari.
Ray sedang berbaring di kasur tipisnya, menatap langit-langit kamar yang berjamur. Ia tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh peringatan sistem tentang Kang Min-Ho. Level 50. Perbedaannya bagaikan langit dan bumi. Ray hanyalah "Glitch" atau kesalahan sistem, sementara Min-Ho adalah "Admin" yang memegang kendali.
Bzzzt. Bzzzt.
Ponsel Ray di atas lantai bergetar. Nama di layar membuat jantungnya melompat lebih cepat daripada saat melawan monster: Choi Hana.
"Halo?" jawab Ray cepat, langsung duduk tegak.
"Ray-ssi..." Suara Hana terdengar berbisik, gemetar hebat, dan ada isak tangis tertahan. "Bisa kau... bisa kau datang ke sini? Tolong..."
"Ada apa? Kau terluka?" Ray sudah berdiri, menyambar jaket dan kunci motornya.
"Lampu... lampunya mati hidup sendiri. Dan ada suara. Suara garukan di dalam dinding. A-aku takut sendirian. Pintu depanku seperti ada yang mendobrak, tapi saat kulihat dari lubang intip, tidak ada siapa-siapa."
Ray mengertakkan gigi. Scenario B. Min-Ho benar-benar bajingan. Dia mengirim teror ke rumah gadis yang katanya dia sukai hanya untuk memancing reaksi?
"Kunci pintumu, Hana. Masuk ke kamar mandi, kunci dari dalam. Jangan keluar sampai aku bilang namaku. Aku sampai dalam 10 menit."
"Hati-hati..."
Ray mematikan telepon. Ia tidak peduli dengan lampu merah atau batas kecepatan. Skuter matic bututnya dipacu maksimal membelah jalanan Seoul yang sepi.
[Misi Darurat: Home Sweet Hell]
[Tujuan: Bersihkan Apartemen Target dari 'Noise Goblins'.]
[Batas Waktu: Sebelum mental Target hancur.]
Ray sampai di depan pintu apartemen Hana di lantai 7 dengan napas memburu. Lorong apartemen itu gelap, lampu koridor berkedip-kedip tidak wajar. Udaranya terasa dingin dan berbau seperti kabel terbakar.
Ia mengetuk pintu dengan pola khusus. "Hana, ini Ray. Jin Ray."
Terdengar suara kunci diputar dengan tergesa-gesa. Pintu terbuka. Hana langsung menghambur memeluk Ray. Tubuhnya yang mungil gemetar dalam balutan piyama tidur.
"Ray-ssi..."
Ray bisa merasakan detak jantung gadis itu yang tidak beraturan. Tanpa sadar, tangan Ray menepuk punggung Hana pelan, menenangkannya. Matanya yang tajam menyapu sekeliling ruangan apartemen studio yang rapi itu.
Di mata Hana, apartemennya hanya gelap dan seram.
Tapi di mata Ray yang sudah mengaktifkan [Mata Hati], tempat itu sedang diinvasi.
Makhluk-makhluk kecil bungkuk, berkulit hijau kusam dengan telinga panjang dan mata merah menyala, sedang bertengger di atas lemari, di atas kulkas, dan bergantungan di lampu gantung.
Noise Goblins. Monster level rendah yang suka membuat suara bising dan merusak mental manusia. Ada sekitar sepuluh ekor.
Salah satu goblin itu menyeringai pada Ray, memamerkan gigi runcing, lalu membanting sebuah vas bunga ke lantai.
PRANG!
Hana menjerit, membenamkan wajahnya ke dada Ray. "Itu! Suara itu lagi! Padahal tidak ada angin!"
Ray menatap goblin itu dengan tatapan membunuh. "Jangan khawatir," bisik Ray di telinga Hana. "Mungkin hanya... tikus besar. Atau kucing liar yang masuk lewat jendela."
"Kucing tidak membanting vas bunga, Ray-ssi!"
"Kucing zaman sekarang nakal-nakal," jawab Ray asal. Ia melepaskan pelukan Hana perlahan. "Kau tunggu di sini, di dekat pintu. Biar aku yang... mengurus 'kucing-kucing' ini."
Ray berjalan masuk ke ruang tengah.
Goblin-goblin itu terkikik, suara yang terdengar seperti gesekan styrofoam. Mereka pikir Ray tidak bisa menyentuh mereka tanpa senjata khusus.
Ray membuka telapak tangannya.
[Mengaktifkan Skill Baru: Aura Tinju Preman (Level 1)]
[Efek: Melapisi tangan dengan energi spiritual tipis. Bisa memukul makhluk halus.]
[Biaya: 5 Mana per pukulan.]
Tangan Ray berpendar dengan cahaya oranye redup. Goblin terdekat yang sedang duduk di atas TV melotot kaget.
Sebelum goblin itu sempat lari, Ray menyambar lehernya.
"Dapat kau," geram Ray pelan.
Ray membanting goblin itu ke sofa (agar tidak bersuara keras), lalu meninju wajahnya sekali. Makhluk itu meledak menjadi asap hitam tanpa suara.
Sisa sembilan goblin lainnya marah. Mereka melompat serentak ke arah Ray.
Ini adalah pertarungan yang aneh. Ray harus bergerak cepat, menangkis cakar-cakar kecil, memukul, dan menendang udara kosong, sambil berusaha terlihat "normal" di depan Hana yang mengawasinya dari pintu.
Ray berpura-pura sedang membetulkan letak bantal sofa, padahal ia sedang memiting leher goblin. Ia berpura-pura menepuk nyamuk di udara, padahal ia sedang menampar goblin yang melayang.
"Ada apa, Ray-ssi? Kenapa kau bergerak-gerak seperti senam?" tanya Hana bingung.
"Kram otot," jawab Ray sambil menendang goblin yang mencoba menggigit kakinya. "Dan... banyak debu. Aku sedang mengusir debu."
BUK! BAM! PLAK!
Dalam tiga menit, apartemen itu bersih. Kesepuluh goblin telah menjadi asap.
Lampu apartemen yang tadinya berkedip, kini menyala terang dan stabil. Hawa dingin yang menusuk perlahan menghilang.
Ray menghela napas, mengibas-ngibaskan tangannya yang sedikit sakit.
[Misi Selesai!]
[Apartemen Bersih.]
[Bonus Keahlian: "Akting Buruk" terdeteksi.]
"Sudah aman," kata Ray, berbalik menghadap Hana. "Listriknya cuma tidak stabil. Dan tikusnya sudah lari."
Hana melangkah masuk dengan ragu. Ia melihat sekeliling. Vas bunga yang pecah masih ada di lantai, tapi suasana mencekam tadi benar-benar hilang. Ia menatap punggung Ray yang lebar. Rasa aman yang ditawarkan pria ini terasa begitu nyata.
"Ray-ssi," panggil Hana pelan.
"Ya? Aku akan bantu bersihkan pecahan vas ini, lalu aku pulang."
Hana meremas ujung piyamanya. Wajahnya memerah, tapi matanya memancarkan ketakutan yang belum sepenuhnya hilang.
"Jangan pulang."
Ray terhenti saat memungut pecahan keramik. Ia mendongak. "Apa?"
"Maksudku... jangan pulang sekarang. Aku... aku masih takut kalau mereka kembali. Bisakah kau... menginap? Hanya malam ini?" Hana buru-buru menambahkan, "Kau bisa tidur di sofa! Atau aku yang di sofa! Terserah kau."
Ray menelan ludah. Menginap? Di apartemen target misi?
Sistem langsung muncul dengan font berwarna merah muda cerah dan banyak emoticon hati.
[EVENT SPESIAL AKTIF: Pesta Piyama Berdua!]
[Peluang Emas untuk meningkatkan Affection ke tahap "Terikat".]
[Peringatan: Jaga detak jantung Anda di bawah 120 BPM atau Anda akan pingsan karena gugup.]
"Baiklah," kata Ray akhirnya, berusaha terdengar tenang meski jantungnya berdemo. "Aku tidur di sofa. Kau di kamarmu. Kunci pintunya jika itu membuatmu lebih tenang."
Satu jam kemudian.
Hana sudah masuk ke kamarnya. Ray berbaring di sofa ruang tamu yang sempit. Ia menatap langit-langit, mendengarkan suara napas teratur Hana dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka (Hana menolak menutupnya rapat).
Ray tidak bisa tidur. Ia terus waspada.
Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki pelan.
Hana keluar dari kamar, memeluk bantal guling. Ia berdiri di dekat sofa.
"Ray-ssi... aku tidak bisa tidur di dalam. Di sana terlalu sepi."
Ray bangkit duduk. "Lalu?"
"Bolehkah aku... duduk di sini sebentar? Sampai aku mengantuk?"
Ray menggeser duduknya, memberi ruang. Hana duduk di sebelahnya. Jarak mereka begitu dekat. Ray bisa mencium aroma sabun mandi Hana.
"Kau tahu," kata Hana pelan, memandang kegelapan ruang tamu. "Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan mobil saat aku kecil. Aku selamat karena ayah memelukku. Sejak itu... aku selalu takut pada kegelapan dan suara keras. Rasanya seperti... kecelakaan itu terjadi lagi."
Hana menoleh pada Ray, matanya berkaca-kaca. "Tapi saat kau ada, rasanya seperti ada benteng besi yang melindungiku. Terima kasih, Ray-ssi. Walaupun kita baru kenal, kau sangat baik padaku."
Ray merasakan dadanya sesak. Bukan karena sistem, tapi karena rasa bersalah. Gadis ini berpikir Ray adalah pahlawan, padahal Ray mendekatinya karena misi sistem. Dan teror malam ini terjadi karena Ray terlibat dalam hidup Hana.
"Aku bukan orang baik, Hana," kata Ray parau, menatap tangannya yang penuh bekas luka. "Tanganku kotor. Aku punya masa lalu yang... gelap."
Hana meletakkan tangannya di atas tangan kasar Ray. "Masa lalu tidak mendefinisikan siapa kita sekarang, Ray-ssi. Tangan ini..." Hana mengusap bekas luka di punggung tangan Ray. "...tangan ini yang menyelamatkanku di toserba. Tangan ini yang memberiku payung. Dan tangan ini yang membuatkan kimbap tuna."
Hana tersenyum lembut. "Bagiku, ini tangan orang baik."
TING!
Sebuah notifikasi muncul. Tapi kali ini suaranya lembut, seperti denting piano.
[Affection Mencapai 50/100 (Suka).]
[Status Hubungan Berubah: Dari "Kenalan" menjadi "Pelindung & Yang Dilindungi".]
[Fitur Baru Terbuka: Sinkronisasi Mimpi.]
Tiba-tiba, Hana menguap lebar. Matanya memberat. Tanpa sadar, kepalanya jatuh bersandar di bahu Ray. Dalam hitungan detik, gadis itu tertidur pulas karena kelelahan emosional.
Ray mematung. Bahunya terasa berat, tapi ia tidak berani bergerak satu milimeter pun. Ia membiarkan Hana tidur di bahunya.
Perlahan, kelopak mata Ray juga memberat. Efek Sinkronisasi Mimpi mulai bekerja. Ray tertidur.
Ray membuka matanya. Ia tidak lagi di sofa apartemen Hana.
Ia berdiri di tengah padang rumput yang luas, namun rumputnya berwarna abu-abu. Langit di atasnya pecah, seperti layar kaca yang retak.
Di kejauhan, Ray melihat seorang gadis kecil sedang menangis. Itu Hana kecil.
Namun, yang membuat darah Ray membeku bukanlah tangisan itu. Tapi apa yang ada di belakang Hana kecil.
Sebuah bayangan raksasa. Jauh lebih besar dari Golem Konstruksi. Itu adalah seekor Naga Hitam yang terbuat dari kode biner yang rusak (glitch). Mata naga itu menatap Hana kecil dengan kelaparan.
Dan di leher naga itu, terdapat sebuah kalung rantai besi yang ujungnya terhubung ke...
Ray menyipitkan mata. Ujung rantai itu terhubung ke jantung Hana kecil.
Sistem muncul dengan pesan yang bergetar merah darah.
[RAHASIA TERUNGKAP]
[Choi Hana bukanlah 'Target' biasa.]
[Choi Hana adalah 'Wadah Segel' dari Glitch Terakhir yang akan menghancurkan dunia.]
[Jika dia jatuh cinta sepenuhnya, Segel akan melemah.]
[Jika dia patah hati, Segel akan pecah dan Naga akan bangkit.]
Ray terbangun dengan napas tersentak di sofa. Keringat dingin membasahi tubuhnya.
Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela. Di bahunya, Hana masih tertidur lelap dengan wajah damai, tidak tahu bahwa di dalam dirinya tersimpan kiamat.
Ray menatap wajah polos itu dengan horor.
Tugasnya bukan sekadar memacarinya. Tugasnya adalah menjaga hati gadis ini agar tetap stabil selamanya. Tidak boleh terlalu sedih, dan... tidak boleh terlalu jatuh cinta?
Sistem ini gila.
Tepat saat itu, pintu apartemen diketuk keras.
DOK! DOK! DOK!
"Choi Hana! Buka pintunya! Ini polisi! Kami mendapat laporan penculikan!"
Ray melotot. Polisi? Laporan penculikan?
Ia mendengar suara Kang Min-Ho dari balik pintu, berbicara dengan nada khawatir palsu. "Pak Polisi, saya yakin mantan narapidana itu menyekap tunangan saya di dalam!"
Ray mengutuk. Min-Ho tidak berhenti. Setelah serangan horor gagal, sekarang dia menggunakan hukum.
Ray terjebak di apartemen gadis yang disukainya, dengan polisi di depan pintu, dan status "Mantan Kriminal" yang melekat padanya.
Ini akan menjadi pagi yang sangat panjang.