NovelToon NovelToon
Ashes Of The Fallen Throne

Ashes Of The Fallen Throne

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Barat
Popularitas:833
Nilai: 5
Nama Author: Mooney moon

Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa penasaran pada Cassius

Cassius lalu melangkah pelan, pandangannya menyapu ruangan dengan ketertarikan yang sulit disembunyikan. Matanya menelusuri setiap detail dari potongan daging yang digantung di kait logam, hingga lantai batu yang ternoda darah kering. Namun, ada satu hal yang tampaknya belum ia temukan. Keningnya sedikit berkerut.

"Kadal besar yang tadi kalian buru saat aku dan Mulgur lewat... ke mana perginya?" gumamnya sambil memutar tubuh ke arah Nifrak.

Nifrak, yang sedang memisahkan bagian dalam tubuh mahluk lain, mengangkat alis lalu melirik ke atas, ke salah satu batang logam horizontal di bagian langit-langit ruangan. "Kau telat beberapa jam, Cassius," katanya sambil menyeringai tipis.

Cassius mengikuti arah tatapannya. Di atas mereka, tergantung beberapa potongan besar daging berwarna cerah yang masih mengeluarkan uap samar. Seratnya tampak padat, dan warnanya sedikit pucat di bagian luar, bekas terbakar dari serangan terakhir sebelum kadal itu mati.

"Apa ini potongan dagingnya?" tanya Cassius, sedikit menaikkan alis.

"Potongan terbaiknya," jawab Nifrak santai. Ia mengambil sebilah pisau kecil dan berjalan ke sebuah rak batu di sudut ruangan. Dari sana, ia mengangkat sesuatu yang dilipat rapi seperti gulungan karpet tebal. Ia membentangkannya di atas meja batu, memperlihatkan permukaan yang masih lembap dan bersisik keras—kulit kadal magma.

"Kulitnya hampir tak terbakar, meski kami menggunakan api penuh," lanjutnya sambil menunjuk bagian tebal yang tampak seperti punggung. "Sisik di bagian ini bisa dijadikan pelindung tubuh atau pelapis perisai. Bahkan bagian perutnya... cukup lentur untuk dijadikan pelindung sendi."

Cassius mendekat, menyentuh ujung kulit itu tanpa ragu. Ia memastikan tidak menyentuh bagian yang baru saja dipotong. “Kalian benar-benar memanfaatkan semuanya, ya?”

Balmuth ikut bersuara dari sisi lain ruangan, suaranya berat tapi tenang. “Membunuh demi bertahan hidup adalah dasar. Tapi bertahan hidup dengan meninggalkan limbah adalah kebodohan.”

Nifrak mengangguk sambil menunjuk ke sebuah kendi batu di dekatnya. “Darahnya kami gunakan untuk menguatkan logam, menulis mantra, juga untuk ritual. Lendirnya bisa dicampur bahan pelindung, bahkan tulangnya kadang jadi bahan dasar untuk gagang senjata. Tak ada yang dibuang kecuali napas terakhirnya.”

Cassius menatap kembali daging yang tergantung di atas mereka, lalu kulit yang terbentang, seolah membayangkan seperti apa kekuatan dan fungsi yang tersisa dari tubuh makhluk itu meski sudah mati. Dalam diam, ia mengangguk pelan.

“Aku mulai paham kenapa tempat ini terasa... seperti rumah bagi kalian.”

Vala yang sedari tadi berdiri di belakang Cassius akhirnya angkat bicara, suaranya datar tapi tidak dingin. “Rumah bagi kami adalah tempat di mana kematian bisa diubah menjadi keberlanjutan. Setiap luka, setiap napas terakhir, harus punya makna.”

Cassius menoleh ke arahnya, mengangguk pelan. “Jadi ini bukan soal kekuatan saja.”

“Bukan,” jawab Vala sambil berjalan mendekat, tatapannya berpindah ke kulit kadal. “Ini soal warisan. Tentang bagaimana kami memastikan setiap makhluk yang jatuh tidak dilupakan. Bahkan musuh pun akan jadi bagian dari kehidupan kami.”

Balmuth menyipitkan mata, lalu tertawa pendek. “Rumah yang bau darah dan isi perut, ya. Tapi rumah tetaplah rumah.”

Nifrak bersandar pada meja dan melipat tangannya. “Kau penasaran dengan kami, Cassius? Tapi sebenarnya aku lebih penasaran lagi denganmu.”

Cassius tak langsung menjawab, hanya menatap potongan kulit kadal di meja dan mengangkat bahunya, “Memangnya bagian dari diriku yang mana yang bisa membuat orang lain penasaran saat melihatku?”

Vala menatapnya dalam diam beberapa detik, lalu berkata pelan, nyaris tak terdengar, “yah, entah mengapa rasanya kau memang bisa membuat orang yang baru bertemu denganmu tertarik secara perlahan.”

Nifrak memutar tubuh, lalu menyipitkan mata ke arah pakaian Cassius. Beberapa bagian jubahnya tampak dihiasi bulu hitam legam, bukan sekadar hiasan biasa, tapi tampak sebagai bagian dari pelindung tubuh. Bulu itu kasar dan pekat, menyerap cahaya seperti bayangan yang hidup.

"Bulu serigala hitam," gumam Nifrak, suaranya pelan tapi mengandung rasa ingin tahu. "Dari pinggiran hutan timur?"

Cassius menoleh cepat, sedikit terkejut, lalu mengangguk. "Kau bisa mengenalinya hanya dari melihat teksturnya?"

"Kalau sudah cukup lama berburu dan memotong daging makhluk buas, kau bisa tahu mana kulit dan bulu yang didapat lewat kerja keras... dan mana yang cuma dibeli dari pedagang keliling," jawab Nifrak sambil mendekat, menunjuk bahu Cassius. “Yang ini... masih ada bau darahnya. Bekas medan tempur, bukan pajangan."

Cassius tersenyum tipis. “Tebakan yang bagus.”

Balmuth mendekat, melirik sebentar lalu berkata, "Serigala hitam itu bukan makhluk biasa. Umumnya mereka datang dalam kawanan, dan cukup pintar untuk menjebak mangsanya."

Nifrak menambahkan, “Belum lagi yang bertaring perak. Mereka bisa mengupas armor besi seperti kulit buah. Jadi, pertanyaannya, Cassius... bagaimana kau mendapatkannya?”

Cassius tak langsung menjawab. Ia menatap ke arah bulu di bahunya, sejenak mengingat momen itu, saat jasad serigala berserakan, dan air sungai yang dipenuhi warna merah darah. “Aku tak menjatuhkan satu ekor,” katanya pelan. “Sebenarnya mereka datang dalam satu kawanan besar.”

Vala mengangkat dagunya sedikit, ekspresi wajahnya tetap tenang, tapi tatapan matanya menunjukkan ketertarikan. "Satu kawanan? Dan kau masih hidup?"

Cassius tersenyum miring. “Ya, dan aku bertarung hanya dengan bermodalkan satu pedang waktu itu .”

Balmuth yang sedang membersihkan darah kering dari pisaunya menghentikan gerakannya sejenak, tertarik dengan cerita Cassius.

Nifrak mengangkat alis. “Hanya memakai pedang? Jadi kau menebas mereka satu per satu?”

Balmuth menyilangkan tangan. “Mereka bukan hanya kuat, tapi juga penuh naluri. Kalau salah langkah, kau sudah habis di gigitan pertama.”

“Benar,” sahut Cassius. “Aku langsung menerjang ke arah mereka tanpa pikir panjang. Mengamati gerakan mereka ,dan mengambil serangan saat ada celah. Dan... tentu saja aku juga terluka cukup parah. Tapi mereka semua mati. Tak satupun dari mereka yang lolos.”

Keheningan sejenak memenuhi ruangan. Nifrak menatap Cassius lebih dalam sekarang, kali ini bukan hanya sebagai tamu, tapi sebagai sesuatu yang menarik untuk diamati lebih jauh.

“Loomb?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Bisa dibilang begitu,” jawab Cassius. “Tapi masih banyak yang belum kumengerti tentang kekuatan ini.”

Balmuth terkekeh pendek, nada suaranya agak terkesan kagum. “Kau orang yang cukup nekat rupanya.”

Vala berjalan mendekat, kedua tangannya bersedekap. “Teknik, loomb dan naluri, ya?” sorot matanya tajam, hampir menantang. “Itu hal yang menarik untuk dilihat langsung.”

Cassius menoleh ke arahnya. “Kurasa juga begitu. Tapi, aku tidak mengerti maksudmu?”

Nifrak menimpali dengan nada ringan namun menyelidik. “Kami terbiasa melihat kekuatan lewat gerakan, bukan sekadar cerita.”

Vala menatap Cassius lama, lalu berkata lirih, “Kalau kau memang ingin tahu lebih banyak soal kekuatan, tempat ini bisa memberimu banyak pelajaran... tapi juga banyak luka.”

“Anggap saja kami penasaran,” sambung Vala. “Kami juga jarang bertemu seseorang yang bisa di ajak saling mengasah kemampuan.”

Cassius menyapu pandangan ke sekeliling ruang pengolahan yang kini mulai sepi dari suara pisau dan gantungan daging. Ia kemudian mengangguk pelan. “Kalau itu yang kalian inginkan maka... aku dengan senang hati melakukanya.”

1
Mưa buồn
Semangat thor, jangan males update ya.
Kovács Natália
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
yongobongo11:11
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!