Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 Di kelilingi Orang-orang Baik
Pengunjung mulai naik ke stage untuk nyawer Moza. Dan memang benar, Moza sudah dikelilingi Bodyguard jadi tidak ada yang bisa dekat-dekat apalagi menyentuh dia. Kata lirik dalam sebuah lagu, boleh dipandang tak boleh dibawa.
Moza hanya perform dua jam saja, hingga dia pun selesai dan Una segera menghampiri Moza. Seperti biasa, uang saweran sudah dibereskan oleh para Bodyguard. Bagas dan Delon menemui Moza di belakang panggung.
"Loh, ngapain kalian masih di sini? kenapa kalian gak pulang?" tanya Moza ketus.
"Kita nungguin kamu, takutnya nanti pulangnya gak ada yang nganter lagipula ini sudah larut malam khawatir kalau perempuan pulang naik taksi," sahut Bagas.
"Kamu gak tahu dia? dia jago bela diri jadi ngapain aku takut," ucap Moza menunjuk ke arah Una.
"Sejago-jagonya dia bisa bela diri tetap saja kalian perempuan," sahut Bagas.
"Moza, ini uang saweran kamu," seru salah satu Bodyguard sembari menyerahkan satu tas warna hitam.
"Wow, terima kasih." Moza pun melihat uang itu lalu membagikannya kepada tiga Bodyguard yang menjaganya.
"Ini buat kalian," seru Moza.
"Terima kasih, Moza. Sering-sering perform di sini," ucapnya.
"Sama-sama. Bilang saja sama Bos kalian, suruh aku sering diundang," canda Moza.
"Siap."
Ketiga Bodyguard itu pun akhirnya kembali masuk ke dalam bar. "Kak, pesan taksi saja aku gak mau ikut dia lagi," seru Moza.
"Moz, aku sudah nungguin kamu loh dari tadi," protes Bagas.
"Siapa suruh nungguin aku? aku gak minta kamu buat nungguin aku," ketus Moza.
Tidak lama kemudian taksi pun datang, dan tanpa banyak basa-basi Moza dan Una pun masuk ke dalam taksi itu tanpa memikirkan Bagas dan Delon. "Sial, pasti dia sengaja," kesal Bagas.
"Sudah tahu Moza itu bakalan benci sama kita, dan aku yakin kalau Moza gak bakalan pernah mau memaafkan kita," seru Delon.
Tidak membutuhkan waktu lama, keduanya sampai di rumah Laras. Moza dan Una langsung masuk ke dalam kamar masing-masing karena rumah sudah sangat sepi. Keduanya tahu jika Laras dan Rico sudah tidur, dan mereka tidak mau membangunkan pemilik rumah itu.
***
Keesokan harinya....
Dikarenakan sekarang hari minggu, semuanya asyik tidur sampai siang dan malamnya libur juga jadi Moza bisa istirahat untuk memulihkan tenaganya. "Gila kamu Moz, tadi malam penampilan kamu sangat memuaskan dan mereka sangat puas katanya," puji Laras.
"Syukurlah kalau begitu," sahut Moza.
"Uang bayaran kamu sudah kakak transfer ke rekening kamu," seru Laras.
"Kakak ambil saja buat kebutuhan Maura," sahut Moza.
"Ishhh....mana ada kaya gitu? itu kerja keras kamu, masa kakak yang ambil jahat banget aku," seru Laras.
"Tidak apa-apa kak, aku ikhlas kok uang aku dipakai untuk Maura," sahut Moza.
"Jangan ngada-ngada, Laras sudah aku transfer melebihi gaji kamu dua kali lipat malah, jadi kurang ajar banget jika sampai istriku mengambil uang hasil kerja kerasmu," ucap Rico.
Moza terkekeh mendengar ocehan kedua kakak angkatnya itu. Memang selama ini mereka tidak pernah memotong gaji Moza sepeser pun, padahal keduanya adalah orang yang sangat berjasa dalam hidup Moza. Bahkan jika dia bekerja tanpa dibayar pun, dia akan rela setidaknya dia punya tempat tinggal dan makan itu saja sudah cukup.
"Ngomong-ngomong bagaimana rumah kamu? sudah jadikah?" tanya Rico.
"Belum Kak, tinggal sedikit lagi," sahut Moza.
"Kalau aku sih berdo'a semoga rumah kamu gak jadi-jadi," celetuk Laras.
"Lah, kok gitu?" tanya Rico dengan mengerutkan keningnya.
"Habisnya kalau rumah dia selesai, otomatis dia akan pergi dari rumah ini dan rumah ini bakalan sepi lagi bahkan aku gak bakalan punya teman curhat lagi," ucap Laras sedih.
Moza mulai sedih, dia pun bangkit dari duduknya lalu menghampiri Laras dan memeluknya. "Aku malu Kak, kalau harus terus-terusan tinggal di sini. Aku juga harus punya rumah biar nanti gak jadi gelandangan, masa aku harus bergantung sama kalian terus kan gak mungkin," seru Moza.
"Tapi kakak gak mau kamu pergi dari rumah ini," sahut Laras.
"Sayang, Moza itu butuh pasangan juga dan nanti dia akan menikah pasti dia ingin punya privasi juga lah. Sudahlah, Moza pergi dari rumah ini bukan untuk pergi jauh, rumah dia juga masih dekat kok dari sini kalau kamu rindu kita bisa datangi rumah dia," ucap Rico menenangkan istrinya.
"Pagi, semuanya!"
Tiba-tiba terdengar suara pria masuk. "Dimas," gumam Moza.
Moza pun berlari dan langsung memeluk Dimas. Keduanya memang sudah sangat dekat, keduanya merupakan DJ andalan bar punya Laras dan Rico. Keduanya sama-sama viral dan terkenal, karena selain jago DJ keduanya juga good looking.
"Katanya kamu sakit?" tanya Moza sembari melepaskan pelukannya.
"Iya, kemarin aku sedikit pusing. Maaf ya, aku jadi nyusahin kamu padahal aku dengar kamu sedang di Bogor ya?" seru Dimas.
"Nyebelin banget, aku sampai dar-der-dor pulang dari sana," sahut Moza dengan wajahnya yang cemberut.
"Iya, aku tahu. Makanya aku bawakan ini untukmu," seru Dimas memberikan sebuah buket bunga untuk Moza.
"Wah, terima kasih," sahut Moza sembari mencium pipi Dimas.
"Astaga, kalau sudah berdua pasti kalian lupa sama kita. Kita dianggap patung," sindir Laras.
"Ah iya, lupa." Dimas menghampiri Laras lalu memeluk Laras dan juga Rico.
Sama seperti Moza, Dimas sudah menganggap keduanya seperti kakak dia sendiri. "Kalian itu cocok tahu, cantik dan tampan sama-sama single, kenapa gak jadian aja," celetuk Laras dengan senyumannya.
"Apaan sih Kak, kita hanya teman saja," sahut Moza.
Dimas hanya bisa tersenyum, sudah sejak lama dia menyukai Moza tapi sudah beberapa kali dia nembak Moza dan sudah beberapa kali pula Moza menolaknya. Dimas bingung, padahal selama ini mereka sudah sangat dekat bahkan Moza terlihat nyaman dekat dengannya tapi entah kenapa Moza selalu menolak Dimas. Tapi Dimas tidak pernah patah semangat, selama dia belum mendapatkan Moza maka dia akan terus mendekati Moza.
"Dim, kamu mau di sini? soalnya aku mau pergi," ucap Moza.
"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Dimas.
"Nemuin Mama," sahut Moza.
"Ya, sudah aku saja yang anter sekalian aku juga mau ketemu sama calon mertua," canda Dimas dengan kekehannya.
"Dasar....ya, sudah aku ganti baju dulu," seru Moza.
Moza pun segera berlari ke lantai dua untuk mengganti pakaiannya. Dimas sudah tahu mengenai Moza, maka dari itu dia bertekad ingin membahagiakan Moza walaupun Moza terus saja menolaknya. Prinsip dia, jika suatu saat dia dan Moza tidak berjodoh maka dia akan tetap menyayangi Moza sebagai wanita spesial yang menempati hatinya.