Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
🦉🦉🦉
"Kenapa tidak masuk?" Ujar Purnomo.
Dia merasa gemas dengan tingkah Mirna, yang memejamkan matanya. Istrinya itu terlihat lucu, sehingga Purnomo menariknya masuk ke dalam pelukannya.
"Apa kau malu melihatku yang tak mengenakan pakaian?" Tanya Purnomo.
Tubuh mungil Mirna terjebak di dalam dekapan sang suami. Tubuh Purnomo begitu harum, sehingga membuat Mirna menahan diri dan enggan membuka matanya.
"Sayang, ayo buka matanya." Ujar Purnomo lagi.
"Ih, aku malu kang. Akang kan tidak pakai baju."
"Emangnya kenapa? Aku kan suami mu." Purnomo mendekatkan wajahnya pada Mirna.
Mirna yang masih memejamkan matanya, merasa ada pergerakan dari Purnomo. Dia berusaha menghindar tapi sia-sia, suaminya berhasil mengecup mesra bibir ranumnya.
"Kamu kok makin cantik, sayang ku!"
Jantung Mirna berdetak semakin kencang, kala mendengar suara Purnomo berada dekat dengan telinganya. Ada hal aneh yang menjalar ditubuh mirna.
"Astaga, Akang!" Mirna mendorong Purnomo, sehingga bisa terlepas dari dekapan suaminya.
"Aku kan sudah bilang, Jagan dulu. Aku lagi datang bulan, Kang."
Purnomo tertawa puas, dia gemas melihat istrinya.
"Kecup dan raba dikit-dikit emang gak boleh, sayang? Purnomo tertawa, dia merasa geli pada diri sendiri.
Dia merasa tidak sabar bisa bersama istri ke duanya itu. Dia ingin sesegera mungkin menghabiskan malam bersama istrinya.
"Ih, Akang. Cepetan pakai baju, aku mau nanya sesuatu ke Akang."
"Mau nanya apa?"
"Yah,sok atu pakai baju dulu."
"Ambilin atuh, Neng. Kan sudah jadi istri, jadi pakaian ku harus kamu yang ambilin."
"Hmmm!" Jawab Mirna dengan ketus. "Kang, yang mana?" Tanya Mirna saat sudah berada di depan lemari pakaian suaminya.
"Dalemannya ada di laci tengah lemari, bajunya pilih saja yang ada disitu, kalau celana ada di lemari ujung." Kata Purnomo.
Singkatnya Mirna telah meyiapkan semua pakaian yang ingin dikenakan oleh Purnomo. Betapa terkesima nya dia ketika melihat suaminya yang begitu tampan mengenakan setelan yang dia pilihkan.
Selama ini Mirna tidak pernah memperhatikan lelaki itu, hanya sekilas saja. Ternyata suaminya begitu tampan bak pangeran yang turun dari becak.
"Pantesan saja, Sarah begitu menyukainya, Purnomo sangat tampan rupawan." Batin Mirna.
"Aku tau aku tampan, tapi cobalah untuk berkedip, dan jangan bengong terus seperti itu, nanti ada lalat yang masuk." Purnomo menjahili teman lamanya.
Mirna terkesiap sejenak. "Astaga, aku ini kenapa ya?" Sontak Purnomo tertawa, entah kenapa dia sangat menyukai tingkah istrinya itu.
"Tolong bikini aku kopi, dong. Dari pada kamu bengong saja." Titah suaminya.
"Iya, aku bikinin dulu." Kemudian bersenandung, menuju ke arah dapur.
Di dapur ada Bu Ayu dan pembantunya, yang sedang asik memasak.
"Aku mau buat kopi untuk Kang Purnomo." Kata Mirna.
"Silahkan!" Jawab pembantu disana, dia sedikit menggeser tubuhnya agar Mirna dapat mengambil gelas.
"Jangan pakai air dispenser, kurang panas, Purnomo tidak suka. Masak air secukupnya di panci ini." Bu Ayu memberi Mirna sebuah panci.
"Iya!" jawab Mirna sembari mengambil panci.
"Mirna! Ibu harap kamu berhenti memberi Purnomo air mata dan darah mu."
"Hah?" Maksud ibu apa?" Mirna pura pura bodoh.
"Kamu gak usah banyak alasan, Mirna asal kamu tahu, aku sudah tau kamu melakukan pelet terhadap Purnomo. Bukan hanya aku saja, banyak orang yang tahu tentang ulahmu.
"Astaghfirullah! Jadi gosip di luaran sana itu benar, Bu Kades?"
"Iya, Bik. Kami sebagai orang tua Purnomo, bahkan Sarah harus rela menikahkan mereka pagi tadi. Purnomo sudah hampir gila dibuat wanita ini." Emosi Bu Ayu meledak ledak.
Pembantu rumah Bu Kades, segera membekap mulutnya dengan kedua tangannya sendiri. Ternyata yang dikatakan oleh orang orang diluar sana benar adanya, Mirna menganut ilmu hitam milik Kakeknya.
"Kamu kok tega melakukan itu, Mirna? Neng Sarah itu kan satu satunya orang yang memanusiakan kamu di desa ini, kamu itu tidak tahu balas Budi sekali." Ucap Bik Asih, ART di rumah Bu Kades.
Mirna malas mendengar ocehan wanita paruh baya itu.
"Bik, jangan nuduh yang tidak-tidak. Kenapa Bibi tidak fokus dengan kerjaan Bibi saja? Tuh, cucian piring numpuk. Jangan kurang aj.ar sama aku, bagaimanapun juga sekarang ini aku majikan Bibi."
Mirna menjadi lebih berani, selain karena ilmu peletnya, kini dia juga sudah resmi menikah dengan Purnomo, seorang anak kepala desa. Kali ini dia tidak akan membiarkan orang menghinanya.
"Siapa yang nuduh, Mirna? Ini tu kenyataan, kamu memang melakukannya. Sejak tahu kebenarannya, aku tu pengen sekali memukuli kamu dan ku arak keliling kampung. Tapi aku masih ingat dengan Purnomo, yang akan gila kalau jauh darimu." Ucap Bu Ayu.
Mirna terdiam mendengar ucapan mertuanya, tidak ada cara lain selain mengakuinya. Toh sekarang dia sudah menikah dengan Purnomo, tidak ada hal yang bisa memisahkan mereka.
"Bu, aku sudah menikah dengan Kang Purnomo. Terserah padaku, mau aku pelet dia atau tidak. Harusnya ibu berterima kasih padaku, karena telah menjauhkan anak ibu dengan anak manja itu. Alangkah baiknya mereka segera bercerai." Ucapnya.
"Jangan kurang aj.ar kamu, Mirna. Satu satunya menantuku di rumah ini adalah Sarah, sampai kapan pun itu. Aku tidak akan pernah menganggap mu." Sentak Bu Ayu.
"Oh, Ya! Bukan kah Sarah itu egois, Bu. Ini adalah kesempatan emas, ibu terima aku sebagai menantu, dan pulangkan Sarah ke rumah orang tuanya."
"Dasar perempuan kurang aj.ar! Aku tidak sudi punya mantu macam kamu, apalagi sampai harus menggantikan posisi Sarah." Tangan Bu Ayu sudah melayang di udara, siap menampar Mirna. Namun, dengan sigap Bik Asih menahan tangan Bu Ayu, berusaha melerai.
"Sabar, Bu!" Ucapnya menenangkan.
Kopi buatan Mirna sudah jadi, dia bergegas meninggalkan kedua orang yang jelas memusuhinya.
Sebelum memasuki kamar, Mirna berhenti di ruang tengah. Dia harus mencampurkan setetes dar.ah haidnya untuk pertama kali setelah dia menikah. Semua ini dilakukan agar ajian peletnya pada Purnomo sulit untuk di sembuhkan.
Mirna mengeluarkan botol kecil berisi darah haidnya, yang dia peras dari pembalut yang dia pakai. Kemudian dia melukai ujung jarinya, darah segar mengalir siap untuk dia teteskan kedalam kopi buatannya. Tapi ada rasa kasihan yang muncul dari hatinya, merasa tak tega jika harus membiarkan Purnomo meminum kopi dengan campuran darahnya, apalagi darah haidnya.
"Kenapa ada rasa tidak tega? Kasihan sekali kamu, Kang!" Gumam Mirna. Namun, dia teringat dengan keegoisan Sarah selama ini, dan satu lagi kekasih Purnomo. "Siapa dia, Kang?" Gumamnya Lirih.
Namun, pada akhirnya Mirna tetap melakukannya. Melihat situasi yang cukup aman, dia mulai menuangkan darah yang dia simpan di botol kecil ke kopi milik Purnomo.
"Untung mintanya kopi, coba kalau teh, pastinya susah." Ucap Mirna.
Ceklek
Deg
"Loh, sayang! Aku baru mau nyusul kamu ke dapur, karena lama banget." Ucap Purnomo yang tiba-tiba keluar dari kamar.
Mirna masih terkejut, sehingga dia tidak menjawab suaminya.
"Kamu sedang apa disini?" Tanya Purnomo yang sedang menatap tangan kiri Mirna. Mirna menyembunyikan tangannya di balik punggungnya.
nunggu update Thor ✅