Mo Xie, Iblis Merah yang ditakuti di seluruh Alam Shenzhou, dikenal sebagai penghancur dunia yang bahkan para dewa dan kultivator agung bersatu untuk mengalahkannya.
Namun, kematiannya bukanlah akhir. Mo Xie terlahir kembali di dunia kultivator modern sebagai dirinya yang dulu—seorang pria lemah yang direndahkan dan dihancurkan harga dirinya.
Dengan kekuatan dan kebijaksanaan dari kehidupannya sebagai Iblis Merah, Mo Xie bersumpah untuk membalas dendam pada mereka yang pernah meremehkannya dan menaklukkan dunia sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 Satu Langkah Lebih Dekat: Qing Wei Mencurigai Mo Xie
Langit sore di Akademi Kultivasi Zhenhai dipenuhi cahaya keemasan, menandakan bahwa hari pelajaran telah usai. Para murid berbondong-bondong keluar dari gedung akademi, beberapa mengobrol riang tentang tugas dan pelatihan mereka, sementara yang lain hanya ingin segera pulang dan beristirahat.
Di antara kerumunan itu, Mo Xie berjalan santai keluar dari gedung kelasnya sambil menenteng tas di tangannya.
Berbeda dengan murid lain yang masih mengenakan jubah kultivasi akademi, Mo Xie hanya mengenakan pakaian kasual—kemeja putih dengan lengan digulung, celana hitam sederhana, dan sepatu bot yang sedikit berdebu. Tatapannya tenang, seolah dunia di sekitarnya tidak begitu penting baginya.
Namun, sebelum dia bisa meninggalkan area akademi, sebuah suara terdengar dari speaker yang terpasang di berbagai sudut bangunan.
"Panggilan kepada murid Mo Xie dari Kelas D. Harap segera menuju ruang guru untuk menemui para pengajar. Sekali lagi, murid Mo Xie diminta segera ke ruang guru."
Mo Xie menghentikan langkahnya, alisnya sedikit berkerut.
"Aku? Dipanggil ke ruang guru?" pikirnya.
Biasanya, seseorang dipanggil ke ruang guru karena melakukan kesalahan atau terlibat dalam masalah. Tapi Mo Xie tahu dirinya tidak pernah mencari masalah, setidaknya tidak dalam beberapa hari terakhir.
Meski merasa sedikit curiga, Mo Xie tetap melangkah menuju ruang guru.
Saat Mo Xie membuka pintu ruang guru, suasana di dalam langsung terasa aneh. Semua guru yang ada di ruangan itu menoleh ke arahnya dengan ekspresi serius, seolah mereka memang sedang menunggunya.
Mo Xie menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, matanya menangkap beberapa wajah yang familiar—Guru Shi Qing, Guru Zhang Mu, dan beberapa guru lainnya yang biasanya tak terlalu peduli padanya. Tapi hari ini, mereka semua tampak tegang.
Langkah Mo Xie tetap tenang saat dia masuk dan menutup pintu di belakangnya.
"Mo Xie," suara Guru Shi Qing terdengar dalam dan tegas. "Apa kau telah membuat masalah akhir-akhir ini?"
Mo Xie mengangkat alis, sedikit bingung. "Tidak. Setidaknya, bukan sesuatu yang kuingat."
Shi Qing masih mengamatinya, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan di wajah muridnya. Tapi Mo Xie tetap tenang, seperti biasa.
Barulah saat itu, Mo Xie menyadari seseorang yang berdiri di sudut ruangan—seorang pria dengan setelan hitam rapi, aura berwibawa yang khas, dan mata tajam yang penuh perhitungan.
Mo Xie mengenali pria itu hampir seketika. Dia adalah Qing Wei, kepala kepolisian sekaligus penyelidik terkenal yang sering muncul di televisi. Mo Xie ingat bahwa pria inilah yang menginvestigasi kasus kematian Sue Lan dan kelompok Go Jin.
Qing Wei bukan sembarang polisi—dia adalah seseorang yang ditakuti oleh banyak orang, terutama mereka yang memiliki sesuatu untuk disembunyikan karena metode interogasinya yang tegas dan kuat.
Qing Wei perlahan melangkah maju, tangannya berada di saku celananya. Dia menatap Mo Xie dengan ekspresi yang sulit dibaca, seolah sedang menilai seseorang yang berpotensi berbahaya.
"Mo Xie," Qing Wei akhirnya berbicara. "Aku Qing Wei, penyelidik dari kepolisian distrik Jingfeng. Aku datang ke sini untuk berbicara denganmu tentang sesuatu yang cukup penting."
Mo Xie tetap diam sejenak, lalu menatap Qing Wei dengan mata yang penuh ketenangan.
"Bicara tentang apa, jika boleh kutahu?"
Qing Wei tersenyum kecil, tapi bukan senyum ramah—lebih seperti senyum yang penuh rasa ingin tahu.
"Aku rasa kita perlu tempat yang lebih tenang untuk diskusi ini."
Guru Shi Qing, yang mendengarkan pembicaraan mereka, akhirnya angkat bicara. "Mo Xie, sebaiknya kau ikut dengannya. Kami akan memastikan semuanya berjalan baik."
Mo Xie menatap sekeliling, menimbang situasi. Dia bisa melihat bahwa semua orang di ruangan itu menunggunya untuk membuat keputusan.
Tentu saja, mereka tidak peduli dengan nasib Mo Xie. Mereka lebih khawatir dengan reputasi akademi jika ada seorang murid yang membuat masalah.
Mo Xie akhirnya mengangguk. "Baiklah."
Qing Wei membawa Mo Xie ke sebuah ruangan kecil yang lebih pribadi, hanya ada mereka berdua di dalamnya.
Qing Wei duduk di seberang meja, sementara Mo Xie duduk dengan postur yang santai, tapi matanya tetap tajam.
Sejenak, tidak ada yang berbicara. Hanya suara samar dari luar yang terdengar, tapi di dalam ruangan itu, ketegangan terasa jelas.
Qing Wei akhirnya menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu menatap Mo Xie dengan ekspresi penuh minat.
"Kau tidak terlihat gugup sama sekali," komentarnya.
Mo Xie mengangkat bahu. "Haruskah aku gugup?"
Qing Wei tersenyum tipis. "Biasanya, orang yang dipanggil untuk diinterogasi sedikit gelisah. Tapi kau... terlihat sangat tenang. Menarik."
Mo Xie tidak menjawab, hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Qing Wei membuka catatannya. "Baiklah. Aku ingin bertanya tentang seseorang. Kau mengenal Yu Feng?"
Mo Xie memiringkan kepalanya sedikit. "Nama itu terdengar familiar. Tapi aku tidak mengenalnya secara pribadi."
Qing Wei menatapnya lebih tajam. "Shen Mei, pacarnya, mengatakan bahwa dia mengutus Yu Feng untuk menghajarmu beberapa hari yang lalu. Setelah itu, Yu Feng menghilang. Kau tahu sesuatu tentang itu?"
Mo Xie akhirnya tertawa kecil, tapi bukan karena menganggapnya lucu. "Jadi, aku dipanggil karena seseorang yang dikirim untuk menghajarku malah menghilang?"
Qing Wei tidak bereaksi. "Begitulah."
Mo Xie menghela napas pendek. "Aku memang sempat bertemu dengannya. Tapi aku tidak membunuhnya, kalau itu yang kau pikirkan."
Qing Wei tidak langsung merespons. Dia hanya menatap Mo Xie dalam diam, seolah sedang menganalisis setiap gerak-geriknya.
"Jadi, kau bertemu dengannya?"
Mo Xie mengangguk. "Dia datang padaku, mencoba membuat masalah. Aku hanya memberinya sedikit pelajaran, lalu dia pergi. Aku tidak tahu ke mana dia pergi setelah itu. Mungkin dia kabur keluar kota karena malu."
Qing Wei mengetuk-ketukkan jarinya di atas meja. "Apa yang kau maksud dengan ‘memberi sedikit pelajaran’?"
Mo Xie tersenyum tipis. "Hanya sedikit luka ringan. Tidak lebih dari itu."
Qing Wei bisa merasakan bahwa Mo Xie menyembunyikan sesuatu. Tapi dia juga tahu bahwa pemuda di depannya ini bukan orang sembarangan. Mo Xie terlalu tenang untuk seseorang yang menjadi tersangka utama.
Qing Wei menutup catatannya, lalu berkata dengan nada yang lebih santai, "Aku tidak punya bukti bahwa kau terlibat dalam hilangnya Yu Feng. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa kau adalah orang terakhir yang berinteraksi dengannya."
Mo Xie tidak merespons, hanya menunggu kalimat selanjutnya dari pria di depannya.
Qing Wei bersandar ke kursinya. "Kurasa cukup sampai di sini. Jika aku menemukan sesuatu yang menghubungkanmu dengan kasus ini... aku akan kembali untukmu."
"Apa itu sebuah ancaman?"
"Aku lebih suka kau menganggapnya sebagai peringatan," balas Qing Wei cepat.
Mo Xie tersenyum, tapi matanya tetap dingin. "Tentu saja. Aku akan menunggu."
Qing Wei bangkit dari kursinya, lalu menatap Mo Xie sekali lagi dengan tajam. "Semoga harimu menyenangkan, Mo Xie."
Mo Xie tetap duduk, menatap Qing Wei yang pergi meninggalkan ruangan.
Begitu pintu tertutup, senyumnya memudar. "Sepertinya mereka mulai memperhatikanku. Apa aku harus menyingkirkannya?" pikirnya.
Namun, dia tahu membunuh Qing Wei bukan solusi terbaik. Awalnya Mo Xie mengira jika kedatangan Qing Wei berkaitan dengan kasus kematian Sue Lan dan Go Jin, tapi siapa sangka jika Qing Wei malah membahas Yu Feng.
'Untuk saat ini, aku harus ekstra hati-hati dalam melangkah. Setidaknya sampai aku cukup kuat untuk menghadapi siapa pun di dunia ini.'