Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Ibu
"Ayo pak..!" Teriak Ayu bersemangat memanggil bapaknya. Dia menyuruh bapaknya bergegas padahal dia sendiri masih sibuk riwa-riwi keluar masuk rumah.
Sekali lagi Ayu menatap ke arah cermin retak di lemari yang sudah diberi solasi agar tetap saling menempel pada bagian sisi-sisinya.
Bocah ini memastikan jika dia sudah rapi dengan kerudung hitam, baju panjang serta rok panjang semata kaki yang dia pakai untuk menemui ibunya. Ayu berlari ke dalam rumah untuk kesekian kalinya mengambil gambar yang akan dia tunjukan pada ibunya nanti. Dengan cekatan dia letakkan gambar itu pada plastik putih.
"Kamu jangan lari-larian gitu Yu, kalau jatuh malah kita enggak jadi ke tempat ibu." Pak Teguh merapikan kerudung Ayu yang sedikit miring, memasukkan anak rambut yang mengintip keluar dari balik kerudung hitam Ayu.
"Abis Ayu kangen ibu pak." Jawab Ayu tersenyum gembira.
"Itu plastik apa lagi Yu? Kok banyak banget kamu bawa plastik." Pak Teguh sedikit protes saat tahu anaknya itu menenteng beberapa kresek di tangannya.
"Ada deh pak. Ini semua buat ibu." Ayu mendekap gambar yang dia buat di sekolah kemarin lusa.
"Udah? Pegangan lho ya, jangan sampai jatuh." Perintah bapaknya diberi anggukan mantap di jok belakang.
Bukan berangkat dengan motor, hanya sepeda ontel tua satu-satunya alat transportasi milik pak Teguh, selain becak tua yang teronggok di pojok rumah. Tangan kecil Ayu berpegang pada perut bapaknya. Gambar yang Ayu ingin perlihatkan pada ibunya terselip erat antara dada Ayu dan punggung pak Teguh.
"Mau kemana Guh?" Begitu tanya orang-orang yang tak sengaja ditemuinya di jalan. "Ke tempat ibunya Ayu," Jawab pak Teguh sambil tersenyum.
"Pak.." Panggil Ayu masih dengan pegangan eratnya pada perut bapaknya.
"Hmm, apa Yu?"
"Ayu lupa wajah ibu pak. Apa itu artinya Ayu udah jadi anak durhaka?" Pertanyaan Ayu membuat pak Teguh mengingat kembali wajah cantik kalem istrinya. Sebaris senyum tercipta.
"Ya enggak. Mana ada seperti itu. Kamu kok lucu,"
"Tapi pak.. Malin Kundang juga lupa sama ibunya. Dia dikutuk jadi batu." Celoteh Ayu makin membuat pak Teguh melebarkan senyumnya.
"Malin Kundang dikutuk jadi batu bukan karena lupa wajah ibunya Yu. Dia durhaka karena enggak mengakui ibunya sendiri. Ibu yang merawat dan membesarkan Malin sedih, marah, dan kecewa waktu Malin yang sudah memiliki banyak harta enggak mengakui ibunya. Ibu Malin lalu berdoa agar Malin diberi hukuman atas perbuatannya yang menyakiti hati ibunya itu Yu."
"Iya Ayu udah tahu cerita itu di sekolah pak. Kok Malin tega sama ibunya ya pak, Ayu aja pengen terus bareng-bareng sama ibu.. Dia malah jahat sama ibunya. Sukurin jadi batu kan dia!" Ayu gemas kalau mengingat dongeng Malin Kundang.
Terus berceloteh tak terasa mereka sampai di pemakaman umum, tempat peristirahatan terakhir ibunya Ayu. Pak Teguh menyenderkan sepeda pada pagar di luar area makam. Berjalan dengan langkah pelan. Ayu juga demikian tapi, Ayu memilih berjalan memimpin di depan bapaknya. Dia sangat tahu dan hafal di mana letak makam ibunya.
"Assalamu'alaikum bu. Bu.. Maaf ya Ayu baru bisa datang ke sini jenguk ibu. Ibu kangen Ayu enggak? Soalnya Ayu kangen banget sama ibu. Ayu sebenarnya pengen tiap hari ke sini bu tapi bapak kerja, enggak ada yang anterin Ayu ke sini." Kalimat pertama yang Ayu sampaikan di depan makam ibunya. Tangan kecil Ayu tak diperintah langsung mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di sekitar dan di atas makam ibunya.
"Bu.. Kemarin di sekolah Ayu ada tugas menggambar sama bu guru temanya keluarga. Ayu dapat nilai A bu, ibu mau lihat enggak gambar Ayu? Sebentar.. (Tangan Ayu mencari plastik putih yang tadi di pakai untuk membungkus gambarnya.) Ini bu!"
"Ibu suka? Bapak suka enggak pak? (Memperlihatkan gambar yang dia buat kepada bapaknya). Ini bapak.. Ibu.. Ayu.. Kita lagi piknik. Tapi, Ayu enggak pernah piknik bareng bapak sama ibu.. Piknik itu rasanya seperti apa ya bu?"
"Oiya.. Ini Ayu juga bawain ibu bunga mawar. Ayu tanam sendiri, pot nya di kasih Dinda. Udah pecah sih tapi, masih bisa dibuat naruh bunga mawar ini. Bagus enggak bu? Ibu suka? Kata bapak ibu suka mawar putih tapi, di sekolah Ayu cuma ada mawar warna merah.. Jadi Ayu tanam yang merah aja." Ayu membuka plastik kresek hitam yang ternyata berisi bunga mawar yang sudah mekar di dalam pot. Menaruh pot itu di samping nisan ibunya.
"Satu lagi bu.. Ayu punya ini buat ibu." Ayu mengambil plastik lagi yang di dalamnya ada selembar kertas yang di hiasi sedotan bekas di sekelilingnya. Terlihat kertas itu dibingkai oleh sedotan yang dijejer rapi membentuk hati.
"Ayu bacain ya bu.. Pak.. Ayu bacain ya pak.." Pak Teguh mengangguk menanggapi ucapan Ayu.
'Ibu
Hari ini adalah hari ibu. Teman-temanku ke sekolah diantar ibu mereka. Aku? bahkan tak perlu aku memintanya, aku yakin ibu selalu menemaniku kemanapun aku pergi.
Hari ini adalah hari ibu. Dinda membuat kue spesial untuk ibunya aku yakin kuenya enak, banyak stroberi yang menghiasi kue punya Dinda. Seruni membelikan coklat untuk ibunya, bahkan Reza yang paling bandel di kelas berani menyanyikan lagu di depan kelas untuk ibunya. Aku? Kata bapak al-fatihah saja udah bikin ibu senang di sana.
Hari ini adalah hari ibu. Aku sedih melihat teman-temanku dipeluk ibu mereka. Aku sedih, karena hanya aku yang diam membayangkan hangatnya pelukan ibu padaku. Tapi, aku yakin kalau ibu di sini pasti akan memelukku dengan erat.
Hari ini adalah hari ibu. Dan hanya ini yang bisa aku berikan untuk ibu.. Bu, Ayu sayang sama ibu. Ibu tenang di sana ya..'
Ayu menaburkan bunga di atas makam ibunya. Setelah itu Ayu memejamkan matanya dan berdoa. Doa seorang anak di depan pusara ibunya, doa dalam keheningan membuat terenyuh siapapun yang melihatnya. Pak Teguh tak bisa menahan air matanya yang jatuh. Tapi, cepat-cepat dia menghapus air mata itu agar tak dilihat oleh Ayu.
'Yu.. Maafkan bapak yang tidak bisa menjadi sosok ibu untuk kamu. Kurang perhatian sama kamu, memaksamu kuat dan mengerti dengan keadaan kita sekarang ini. Di saat anak lain seusia mu belum lancar berjalan, keadaan memaksamu untuk kuat berlari. Saat anak lain tidur nyenyak dalam dekapan ibu mereka, kamu harus rela pulas hanya dengan mendekap guling usang mu. Maafkan bapak Yu..'
'Dek.. Sudah enam tahun setelah kepergian mu.. Apa kamu tahu sekuat apa aku mencoba bertahan tanpamu? Duniaku seakan ikut terkubur dengan perginya kamu dari sisiku. Tapi, tidak... Kamu memintaku agar kuat, agar terus hidup dan menjaga anak kita. Meski sulit, meski dalam keterbatasan, kamu percaya aku bisa. Dek.. Apa kamu bahagia di sana? Ah pertanyaan bodoh.. Maafkan aku dek, aku tahu kamu pasti lebih bahagia di sana bersama pemilik Sejati mu. Tunggu aku di sana ya sayang, sampai waktu itu tiba.. Waktu di mana aku dan kamu bisa kembali bersama.. Selamanya.. Aku cinta kamu Nur ku.'
Setelah puas berkeluh kesah menceritakan apapun di hadapan makam ibunya, Ayu mengajak bapaknya pulang. Meninggalkan pot bunga mawar kecil di sana.
"Tadi bapak enggak ngomong sama ibu ya?" Tanya Ayu dengan posisi seperti sebelumnya saat mereka berangkat tadi. Duduk memeluk perut bapaknya, dibonceng sepeda dengan kayuhan pelan.
"Ngomong tapi kamu enggak denger aja." Jawab pak Teguh sekenanya.
"Bapak kangen ibu enggak?" Tanya Ayu lagi.
"Kangen. Kenapa Yu?"
"Harusnya tadi bapak juga bawain kado buat ibu. Kan sekarang hari ibu pak." Protes Ayu yang merasa bapaknya tadi tidak membawakan apapun untuk ibunya.
"Bapak ngasih kado yang paling dibutuhkan ibu Yu." Terang pak Teguh selalu sabar menghadapi celotehan putri kecilnya.
Keduanya terus mengobrol di tengah perjalanan, sampai mereka tiba di rumah.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..