Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Arzan yang hendak menenangkan Anisa urung saat kyai Rofiq tiba-tiba memanggilnya.
"Kita perlu bicara Arzan,"
***
"Bisa kamu jelaskan pada Abah?" Ucap Kyai Rofiq dengan nada dingin. Sorot kekecewaan ketara sekali pada wajah pria yang sudah berumur itu.
Arzan meneguk ludahnya susah payah. Melihat sosok berwibawa didepannya membuat nyalinya menciut. Apalagi sorot itu penuh dengan kekecewaan membuat rasa bersalah dalam dirinya muncul.
Arzan menghembuskan nafasnya panjang sebelum memulai. "Abang ijin bercerita bah. Dan apa yang akan Abang ceritakan ini tidak ada yang Abang lebih-lebihkan maupun Abang kurangi sedikit pun. Abang akan menceritakan semua dengan sejujur jujurnya."
Kyai Rofiq menatap dalam putra laki-lakinya itu. "Bagaimana caranya Abah tahu kalau apa yang kamu jelaskan nanti bukan suatu kebohongan?"
"Demi Allah, aku bersumpah atas nama Tuhanku."
Kyai Rofiq menganggukkan kepalanya, "Kamu tahu sendiri resiko jika kamu sampai berbohong!"
Arzan mengangguk mantap. "Jadi begini bah,..."
Arzan menceritakan semuanya kepada kyai Rofiq tanpa ada yang ditutup-tutupi. Arzan menatap lekat wajah abahnya yang masih memancarkan raut kekecewaan.
"Maaf bah, abang melakukan kesalahan. Tapi Abang tidak menyesal dengan hadirnya Sheyza di kehidupan Abang karena ini bagian dari takdir Allah."
Deg
Mata kyai Rofiq menajam mendengar perkataan dari putra satu-satunya itu.
"Abang benar-benar mencintai Sheyza bah, Abang tidak bisa mengelak dari rasa itu. Nyatanya Allah malah menumbuhkan perasaan sayang dan cinta Abang untu-"
"Jangan bicara omong kosong Arzan!" Sela kyai Rofiq. Beliau tidak suka mendengar anaknya mengucapkan kata cinta untuk perempuan selain Anisa, menantunya.
Emosi yang sedari tadi ditahan oleh Kyai Rofiq langsung timbul kembali. Tadinya emosi Kyai Rofiq menyurut saat mendengar cerita anaknya yang terpaksa menikah dengan wanita yang merawat umminya karena dijebak. Tapi begitu mendengar sang anak mempunyai perasaan pada perempuan itu, kyai Rofiq jelas marah besar.
"Abah tidak mau mendengar omong kosong yang akan kamu ucapkan Arzan. Memang semua yang terjadi adalah takdir kamu, tapi tidak dengan perasaanmu! Kamu harusnya bisa mengatur perasaan kamu sendiri!!" Tegas kyai Rofiq.
"Kamu hanya boleh mencintai menyayangi istri kamu Anisa. Tidak dengan perempuan manapun! Cukup hanya Anisa yang ada dihati kamu dan juga hidup kamu!!"
Arzan menggelengkan kepalanya, menatap kecewa sang Abah. Tak disangka abahnya menentang perasaan nya untuk Sheyza.
"Bah,"
"Tidak ada bantahan apapun! Dengarkan Abah, setelah ini ceraikan Sheyza!"
Arzan menggeleng tegas. "Sheyza istri Abang, dan saat ini dia tengah mengandung darah daging abang. Jadi tidak mungkin Abang menceraikan Sheyza dan lagi, abang tidak ada niat sama sekali menceraikan Sheyza."
Kyai Rofiq menatap tak percaya putranya. "Kamu mau membangkang? Apakah begini hasil dari didikan Abah dan ummimu?!"
Arzan mengusap wajahnya dengan kasar. "Bah, abang sama sekali tidak ada maksud untuk menentang Abah. Tapi abang juga berhak memutuskan sesuatu dalam hidup Abang. Abang ini kepala keluarga,"
"Memang, kamu berhak dengan itu. Tapi kamu juga berhak untuk menyelesaikan tugas tanggung jawab kamu kepada Anisa."
Arzan menghela nafasnya berat. "Bah, Abang mohon jangan pisahkan Abang dengan Sheyza. Abang sungguh-sungguh mencintainya," mohon Arzan. Matanya menatap sendu sang Abah.
Kyai Rofiq menggeram kesal. Bingung harus bagaimana menentukan tindakan selanjutnya. "Baiklah, tapi Abah ada syarat."
"Syarat apa? Insyaallah Abang akan melakukannya bah."
***
"Sayang," Arzan mengelus lembut tangan Sheyza membuat sang empu terkejut hingga kedua bola matanya langsung terbuka.
Sheyza meringis merasakan sakit diperutnya. "Jangan banyak gerak dulu Babby, kamu harus banyak istirahat." Ujar Arzan lembut.
Sheyza mengangguk mematuhi perintah sang suami karena memang perutnya benar-benar sakit. Ditambah kepalanya juga sedikit pusing.
Arzan dengan telaten membenarkan posisi bantal dan selimut Sheyza. Tangannya mengelusi pelan perut yang sudah nampak agak menonjol itu.
"Assalamualaikum anak Abi. Kamu bagaimana didalam sana? Jangan nakal-nakal ya, kasian ummi kamu. Abi selalu berdoa untuk kesehatan kamu sama ummi kamu." Ucap Arzan mencoba mengajak bicara anak yang ada di dalam perut Sheyza.
Sheyza terkekeh tersenyum tipis, hatinya mendadak menghangat.
"Mas, kondisinya gimana?"
"Baik sayang, dia sehat. Allah begitu baik memberikan kesempatan kepada kita untuk merawatnya."
Sheyza menghembuskan nafasnya lega. Sedetik kemudian, kepalanya berdenyut memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu sesaat sebelum dirinya tidak sadarkan diri. Disana hanya ada Bu Desi dan istri pertama suaminya. Lalu siapa yang membawamu ke rumah sakit? Dan suaminya tahu darimana?
"Mas, yang bawa aku ke rumah sakit siapa?"
Arzan tersenyum simpul. "Mas sayang, kenapa?"
"Hah?" Sheyza tentu terkejut. "Kok bisa mas? Terus Ning Anisa?"
Tiba-tiba kepalanya pening kalau harus mengingat tentang Anisa. Kesal, kecewa, marah, ditambah rasa bersalah berkumpul menjadi satu. Arzan sendiri bahkan tidak mampu mendefinisikan perasaannya sendiri untuk sekarang ini. Perbuatan Anisa sungguh keterlaluan dan kelewat batas. Tapi Anisa melakukan itu juga karena dirinya, karena kesalahan Arzan sendiri.
"Iya, mas yang gendong kamu. Bukan ustadz dipondok atau siapapun."
Sheyza mencebikkan ujung bibirnya kesal mendengar perkataan dari suaminya yang berujung cemburu buta.
"Kenapa? Kok seperti kesal begitu sama mas? Kamu sudah berharap ustadz Anwar atau ustadz Naufal yang gendong kamu?"
Sheyza memutar bola matanya malas. "Terserah mas aja deh. Aku masih sakit juga dicemburuin." Gerutu Sheyza.
Tangan Arzan terulur mengelus pipi chubby istri kecilnya itu. "Iya sayang, mas tidak cemburu. Tapi kalau kamu sampai berpikiran seperti itu, mas marah."
"Hmm,"
"Jangan marah Babby,"
"Iya engga,"
"Emm sayang, mas minta maaf karena semua orang sudah tahu tentang status hubungan kita."
Deg
Sheyza langsung mendelik, matanya menatap terkejut ke arah suaminya. "Mas?"
"Kamu tenang ya sayang, tidak ada yang marah kok. Semuanya menerima dengan baik penjelasan dari mas."
"Mas baik-baik aja kan?" Tanya Sheyza khawatir. Rasanya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Sheyza seperti melihat ada yang ditutup-tutupi suaminya.
Arzan tersenyum tipis lalu beringsut berdiri dan langsung memeluk tubuh kecil istri tercintanya. Arzan menghirup rakus aroma tubuh Sheyza, memejamkan kedua matanya dan menikmati pelukan keduanya.
"Mas kamu baik-baik saja? Kamu tid-"
"Tidak sayang, mas okey. Mas cuma kangen banget sama kamu, pengen peluk. Boleh kan?"
Rasanya didalam hati Sheyza belum sepenuhnya lega. Kenapa keluarga suaminya menerima status pernikahan mereka dengan lapang dada seperti ini? Ingin bertanya lebih banyak tapi dia urungkan.
"Mas sayang banget sama kamu Babby, bahkan mas cinta sama kamu. Mas mohon apapun yang terjadi jangan tinggalkan mas." Bisik Arzan tetap di telinga Sheyza. Seiring dengan itu, bulir-bulir bening menetes di pipinya. Tapi Sheyza tidak melihat itu.