Alaska Krisan dan Dionna Patrania terlibat dalam sebuah konspirasi bernama perjodohan.
Demi bisa hidup tenang tanpa campur tangan Mamanya, Alaska akhirnya menuruti keinginan mamanya untuk menikahi Dionna . Spesis wanita yang berbanding terbalik dengan kriteria wanita idaman Alaska.
Bagi Dionna, Alaska itu tidak bisa ditebak, sekarang dia malaikat sedetik kemudian berubah lagi jadi iblis.
Kalau kesetanan dia bisa mengeluarkan seribu ekspresi, kecepatan omelannyapun melebihi tiga ratus lima puluh kata permenit dengan muka datar sedatar tembok semen tiga roda.
Ini bukan cerita tentang orang ketiga.
Ini tentang kisah cinta Alaska dan Dionna yang
"manis, asem , asin = Alaska orangnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBucin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alaska Butuh Saran
Senyum penasaran Dionna langsung surut begitu melihat kontaknya tidak tersimpan diponsel Alaska.
" Kenapa nomor ponselku yang ini tidak disimpan ?" Mata Dionna memicing menuntut penjelasan sejelas-jelasnya.
"Nomor kamu terlalu banyak. Pusing nanti hubungin kamu dinomor yang mana."
Dionna merebut kembali ponsel Alaska. Penasaran sekaligus kepo dengan isi pesan yang begitu banyak. Bisa sajakan dia menemukan hal tak terduga didalamnya.
"Pesan kamu banyak sekali yang belum dibaca." Gumam Dionna tak sadar "Ponselku saja tidak seramai ini waktu banyak yang mengejarku."
"Disinilah perbedaannya. "Sahut Alaska sembari menarik kembali ponselnya dari jemari Dionna "Isi ponselku itu semuanya berkaitan dengan hal penting , berbeda dengan kamu yang isinya tidak penting " Dionna membuang napas kesal, menyerupai dengusan.
Wajahnya sudah masam sampai pH-nya mungkin sudah mendekati 1. Alaska memang sulit didekati, dibaik-baiki juga makin tidak tau diri .
"Kamu kenapa ?" raut wajah Dionna makin keruh tak terbendung. Ingin sekali dia mengulek mulutnya Alaska.
"Kamu suka bekalnya ?" membuang jauh emosinya, Dionna lalu mengalihkan topik pembicaraan.
Kedua tangan Alaska bersidekap didepan dada, dia juga ingin membahas perihal bekal itu. "Dionna, aku bukan anak taman kanak-kanak sampai bekal pun dibuat seperti itu."
"Jadi kamu tidak suka dengan bekal yang aku buat ?"
"Dionna---"
Raut wajah Dionna berubah pahit. Terlalu kesal, ia melepas sandal lalu melemparkannya pada Saka.
"Menyebalkan !"
BLAM !
Alaska berjingkat kaget. Ia tidak menyangka Dionna akan membanting pintu kamarnya persis seperti anak kecil yang merajuk. Pria itu mendesah berat, drama apalagi kali ini yang akan terjadi ?
Kepalang kesal dengan sikap Alaska, Dionna bergegas menurunkan koper miliknya dari atas lemari. Ia mengeluarkan semua bajunya lalu memindahkannya tanpa tersisa kedalam koper. Semua jenis peralatan makeupnya dari atas meja rias juga ia angkut masuk kedalam koper.
"Brengsek !"
Dionna sudah menangis, wanita itu begitu emosional. Kali ini hati batunya mendadak hancur menjadi serpihan-serpihan kerikil . Sambil memindahkan seluruh barang-barangnya kedalam koper, Dionna tak berhenti misuh-misuh sendiri, menyumpahi Alaska tidak akan mendapatkan wanita sesabar, sebaik dan secantik dirinya.
Dionna akan meninggalkan Alaska tanpa jejak, seolah dia tidak pernah ada dikehidupan Alaska. Dionna harus membuat pria itu tahu apa arti kehilangan, frustasi dan gila. Dionna tidak akan peduli. Karena selama ini Alaska yang selalu membuatnya nyaris gila dengan semua perilakunya.
"Kenapa ini Dionna ?"
Entah sejak kapan Alaska sudah ada dikamarnya. Dionna melengos , melewati Alaska menuju kamar mandi. Dia mengangkut semua peralatan mandinya.
"Dionna, jawab aku." ucap Alaska " Kalau ditanya itu jawab."
Dionna mulai kesal karena kopernya tidak bisa menampung barang-barangnya yang masih banyak belum masuk disana. Resletingnya sudah tidak bisa menutup.
"Itu sudah penuh. Tidak akan tertutup lagi." Alaska berusaha mengajak Dionna untuk bicara baik-baik.
Dionna beranjak dari kopernya lalu berpindah pada tas yang bisa dia gunakan untuk menampung barang-barangnya yang lain. Dan Alaska menguntit Dionna kemanapun dia berpindah. Wanita itu masih menutup bibirnya rapat, namun isakannya yang tertahan tetap terdengar.
"Dionna.." Panggil Alaska lagi, namun wanita itu kembali memasukkan barang-barang tadi yang tak muat dikoper kedalam tas.
"Kamu ini kenapa ? Tolong jangan diam saja. Diam tidak akan menyelesaikan masalah." Kata Alaska lagi sambil memberi Dionna sepatu untuk dimasukkan kedalam tas. Tanpa sadar Alaska sedang membantu Dionna mengemas barang-barangnya.
Alaska menghela napas pada akhirnya, dan menghadang tangan Dionna. Diamnya seorang wanita adalah sebuah bencana.
"Dari tadi aku tanya ada apa, kamu malah diam saja. Kamu ini kenapa Dionna ?!"
Mendapat nada suara yang meninggi, Dionna menatap suaminya dengan sorot penuh kecewa. Air matanya semakin deras luruh membasahi pipinya. Dionna semakin terisak, pilu. Entah kenapa tubuhnya menjadi lemas, lututnya seakan tidak mampu menopang badannya, sampai Alaska memeluknya.
Alaska menunggu isakan Dionna reda. Sebenarnya dia lelah, pulang-pulang disambut dengan tingkah Dionna yang nyaris membuat kepalanya pecah . Alaska tidak mengerti apa yang terjadi pada wanita itu, beberapa saat yang lalu dia bicara, mengomel tanpa jeda dan sekarang tiba-tiba diam sampai menangis tanpa alasan. Alaska tidak bisa membaca apa yang ada dikepala Dionna.
"Aku benci kamu !" Akhirnya Dionna bersuara disela isakannya.
"Kamu selalu seenaknya , tidak pernah menganggap aku sepenting aku menganggapmu. Semua usaha-usahaku tidak pernah kamu hargai" Dionna berontak melepas pelukan Saka, ia kepalang muak.
Inilah wanita. Terkadang tidak memperlihatkan lukanya tetapi begitu tersinggung ia akan meledak. Hal-hal yang tidak menyenangkan hatinya selalu dia ingat. Kalau bisa mulai dari detik, jam, hari , bulan hingga tahunnya sekaligus.
"Dionna---"
"Aku tahu kamu menikah denganku karena terpaksa, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrimu. Aku ini mencoba jadi istri yang terbaik untukmu Alaska . Kamu memang brengsek ! Kamu cecunguk hati batu !" Tiada hentinya Dionna memaki Alaska, mengeluarkan apa yang sesak didalam dada. Napasnya semakin tak beraturan.
Alaska menghela napas sejenak sebelum berucap panjang. "Aku tidak bermaksud seperti itu." Dia bingung harus mengatakan apa , Alaska butuh kata-kata sekarang.
"KELUAR !"
Pintu kembali dibanting tepat didepan wajah Alaska, dia diusir dari kamari itu. Alaska mendesah frustasi, menghadapi Dionna lebih memusingkan dari pada menghadapi Mamanya. Wanita memang sama-sama merepotkan.
Alaska yang tadinya pulang kerumah hendak mengambil dokumen yang tertinggal mendadak blank seperti baru saja dicuci otaknya. Kosong.
Otaknya yang sudah terkontaminasi micin berlebih harus bekerja sekarang. Dia harus memikirkan cara agar Dionna tidak keluar dari rumah itu. Jika masalah ini sampai ketelinga orangtua mereka, akan semakin rumit masalah sepele ini. Dan akan selalu berbuntut Alaska yang disalahkan. Apapun yang terjadi, wanita memang harus selalu benar.
"Ayolah Alaska, gunakan otak pintarmu untuk berpikir."
Alaska masih belum bisa memikirkan apapun hingga ponselnya berdering. Dia melirik sebentar ponselnya , nama Areksa ada dilayar ponselnya. Diapun menggeser ikon berwarna hijau , lalu panggilan terhubung.
Sekitar dua menit Areksa menjelaskan perihal alasan dia menelpon kakaknya. Yaitu meminjam uang. Pria itu sedang dihukum kedua orangtuanya karena terlampau bandel, susah diatur . Jadi seluruh akses kartunya diblokir. Areksa mendadak jatuh miskin sekarang dan satu-satunya cara yang bisa merangkulnya disaat-saat terpuruk seperti ini adalah uang Alaska. Dia harus merayu kakaknya agar bisa memberinya uang.
Alaska sudah menolak mentah-mentah rayuan Areksa namun bimbang lagi ketika dia teringat Dionna. Setahu Alaska , Areksa itu punya 1001 cara menaklukan wanita. Apakah dia harus meminta saran dari Areksa untuk menghadapi Dioona ?
"Areksa tunggu." Kata Alaska sebelum panggilan itu dimatikan Areksa. "Aku butuh saranmu."
Seputus asa itu seorang Alaska sampai meminta bantuan pada adiknya