Kehidupan mewah serba berkecukupan tidak menjanjikan sebuah kebahagiaan. Contohnya saja Evelina, memiliki segalanya. Apapun yang dia inginkan bisa ia dapatkan. Namun, Eve selalu merasa kesepian, hatinya terlalu gunda mengharapkan perhatian kedua orang tuanya yang terlalu sibuk dengan dunia mereka.
Suatu hari, karena selalu meninggalkan putri mereka sendirian. Kedua orang tua Eve memutuskan untuk menjodohkan putri mereka dengan salah satu anak dari sahabatnya.
Pertanyaan nya, akankah Eve bisa bahagia? menikah muda dan bergabung dengan keluarga baru apa bisa membuat kesepian itu hilang?
Mau tahu jawabannya? yuk ikutin kisah perjalanan cinta Eve dan Joenathan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceritaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Huh.
Eve sudah kehabisan kesabaran, dia sangat sangat tidak suka ketika dia makan ada yang mengganggu. Tidak kah ada toleransi bagi dirinya yang baru saja selesai menjalankan hukuman.
Nadia segera berdiri, dia dapat melihat Eve sudah mulai terpancing.
"Maaf kak Joe, kami makan di sini untuk menemani Eve. Kakinya sakit, tidak bisa ke kantin." Tutur Nadia dan di benarkan oleh Tiara.
"Benar kak Joe, lihat lah, kami baru saja memberinya salonpas." Sambung Tiara.
Joe melirik kedua teman Eve sebentar, lalu kembali menatap Eve.
"Jangan membuat alasan!" serunya.
Brak!
Eve baru akan berdiri, tapi para orang orang yang tidak di sukainya mulai datang. Jia dan rombongan osis nya masuk ke dalam kelas 11 A.
"Wah, sudah besar yah nyali Lo. Makan di kelas?" sindir Jia.
Eve menarik nafas, ia harus ekstra sabar hari ini. Surat panggilan sudah hampir dua dan dia tidak mau mendapatkan itu lagi.
"Please yah para orang orang kurang kerjaan, kaki gue sakit dan gue ingin makan dengan tenang. Sebentar lagi bel berbunyi, dan makanan gue masih banyak." Ucap Eve dengan nada menekan di setiap kata katanya.
"Cih, makan dengan tenang? Lo selalu saja membuat masalah tapi berlagak sok baik!"
"Kalau siswa siswi lain meniru nya bagaimana?" Sambung Jia.
Jia sengaja sok tegas agar Joe memperhatikannya. Dia berpikir Joe akan setuju dengannya, karena Joe sangat mentaati peraturan yang ada.
"Jia, ini urusan gue. Jadi keluar lah!" Titah Joe, membuat Jia merasa sedikit malu.
"Tapi Joe, ini juga urusan kita, selaku anggota OSIS!" Dia terus kekeuh ingin ikut campur.
"Aduhh udah deh, jangan ribut di kelas gue. Silahkan keluar!" usir Eve tidak tahan lagi melihat drama mereka.
"Berani sekali Lo!!" geram Jia. Dia hendak menyerang Eve, tapi di tahan oleh Joe.
"Keluar!" Usir Joe tegas. Dia tidak mau keributan terjadi lagi antara Jia dan Eve.
Leo mendekati Eve, mengusap bahu Eve penuh sayang.
"Eve, makan lah yang banyak. Pasti tenaga Lo berkurang banyak akibat dari hukuman tadi." Ujar Leo, ia melirik tajam pada Jeo di akhir kalimatnya.
Mendengar ucapan Leo, Jia semakin marah. Ia kesal, semua orang membela gadis ganjen seperti Eve.
"Eh Leo, Lo kok bela dia sih. Harusnya Lo bela kita!" protes Jia.
"Apaan sih nenek lampir, kenapa Lo yang sewot!" sahut Brain.
"Tahu tuh" Sambut Ilham.
"Kalian diem, ini urusan OSIS bukan rakyat jelata" Semprot Jia.
"Sudah cukup, Jia pergilah. Jangan membuat keributan lagi." Titah Joe.
"What? Joe, Lo gila. Sejak kapan gue membuat keributan. yang ada , dia tuh yang memancing keributan!" Sangkal Jia.
"Sudah cukup, sekarang keluar!"
Tak bisa berkata kata lagi, Jia terpaksa menuruti perintah Joe, lalu membawa 4 teman nya keluar dari ruang kelas Eve.
Tiara dan Nadia meleletkan lidahnya pada Jia dan beberapa temannya.
"Huu nenek lampir!" Sorak Nadia.
"Awas aja Lo yah!" Gertak Jia, lalu keluar bersama rombongan nya dari kelas Eve.
"Lo mendapat peringatan!" Tutur Joe lagi.
"Gue gak peduli!" balas Eve acuh, dia kembali melanjutkan makannya.
Sebenarnya Eve sudah tidak selera, tapi perutnya saat ini menuntut untuk di isi.
"Ayo pergi!" seru Joe berbalik pergi.
"Bye bebeb Nadia" ucap Brain menoleh dagu Nadia.
"Ayang Tiara" sambut Ilham melakukan hal yang sama.
Kedua gadis itu langsung tersipu malu. Senior tampannya sangat genit tapi mereka suka.
"Ah tampan nya.." erang Tiara.
"Gue harus mendapatkan kak Brain. " gumam Nadia.
Kringgg.....
Bel sudah berbunyi, kegiatan pembelajaran pun kembali di mulai seperti biasa.
Mata pelajaran di jam siang adalah matematika. Pelajaran ini adalah yang sangat Eve suka. Dia terlihat begitu santai memperhatikan guru yang sedang memberikan materi. Eve anak yang pintar, namun dia tidak mau mengikuti perlombaan apapun di sekolahnya.
Bukan tidak mampu, tapi Eve tidak tahu akan membawa siapa jika nanti dirinya mengikuti olimpiade, terus memang. Mereka di haruskan membawa kedua orang tuanya.
...----------------...
Eve pulang sekolah, dia melihat mobil kedua orang tuanya terparkir di halaman rumah.
"Tumben" gumam Eve berjalan masuk ke dalam rumah.
Eve melewati ruang tengah. Dimana kedua orang tuanya sedang duduk di sana.
"Eh nak, kamu sudah pulang?" sapa Diona seraya bangkit dari duduknya, lalu menghampiri putrinya. Diona sangat menyayangi putri satu satunya ini. Hanya karena pekerjaan, dia harus meninggalkan Eve bersama art nya di rumah.
"Nak, ayo kita duduk dan bicara." Ucap Diona.
"Benar nak, ayo kesini." Sambung Alex, pria tua itu menepuk sofa di sebelahnya agar Eve duduk di sana.
Tidak, Eve tidak akan mau duduk di sana. Mereka pasti akan membicarakan rencana perjodohan itu.
Tidak, Eve tidak akan memberi mereka kesempatan.
"Aku sangat lelah, aku ingin istirahat saja" tolak Eve hendak beranjak. Namun, Diona menahan lengannya.
"Tapi nak, ini penting bagi kamu!"tahan Diona. Wanita paruh baya itu menarik tangan Eve sebelah, lalu menyeretnya ke sofa.
"Nak, kami tahu ini sangat mengejutkan bagi mu. Tapi percayalah ini yang terbaik untuk mu nak." bujuk Diona.
"Benar sayang, kamu harus menikah. Supaya kami bekerja di negeri orang jadi tenang." Sambung Alex.
"Kenapa harus menikah, aku sudah biasa di tinggal sendiri. Ada bibi juga di rumah ini." Protes Eve.
"Tidak nak, kami tidak pernah nyaman ketika meninggalkan kamu!"
"Tidak nak, kami selalu memikirkan kamu"
"Cih!" Eve memalingkan wajahnya, ia malas mendengarkan apa yang mama nya katakan. Jika tidak nyaman mengapa mereka selalu pergi.
"Pokoknya aku gak mau!" putus Eve hendak beranjak dari hadapan kedua orang tuanya. Namun, Diona kembali mencoba menahannya dengan cara memegang lengannya.
Bukan Eve namanya jika dia mau di kekang. Eve menepis tangan mamanya, kemudian berlalu pergi.
"Nak tunggu, kita belum selesai berbicara. Kamu mau kemana??" Teriak Diona.
"Huh, anak itu semakin hari semakin tidak mau mendengarkan ucapan orang tuanya." gerutu Diona melihat Eve yang sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Sudah lah ma, mungkin Eve butuh waktu." bujuk Alex.
"Gak bisa pa, kita harus menyelesaikan nya hari ini. Biar 3 bulan kedepan Eve menikah." Tutur Diona.
"Papa tahu ma, tapi kita gak bisa sekali bicara langsung penuh tekanan!" Ucap Alex memberi pengertian.
Diona diam, apa yang dikatakan suaminya memang benar. Tapi, mereka harus segera kembali ke Amerika.
Tapi, jika ini terus di biarkan seperti ini. Eve pasti terus menerus menghindari percakapan mereka.
"Gak bisa tenang pa, kamu kan tahu pa, kita harus pergi 2 hari lagi."
"Iya ma, tapi kita gak bisa paksa putri kita."
"Ah terserah papa aja. Mama ga mau lagi mengurus ini" Rajuk Diona meninggalkan ruang tengah.
Huh.
Alex menghela nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Menghadapi istri dan putrinya yang memiliki sifat sama sama keras harus ekstra sabar.
"Mama... " susul Alex.
semoga aja Risna gak jadi penghalang kebahagiaannya Eva.,kalo udah nikah sama Joe
masa guru gak bisa memberikan keringanan buat muridnya, masalah foto ajah dipermasalahkan yang penting kan bukan foto senonoh,aneh banget deh .
Jia yah yg datengin Leo ,mau ajak sekongkol 😏😏😏