Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.
----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku
masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.
" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
BAB 32
Cuman orang bodoh bukan yang sudah mendapatkan laki- laki yang dipuja begitu banyak wanita diluar sana bahkan tanpa dia berjuang sedikit pun untuk mendapatkannya. Dia lebih memilih untuk abai. Berusaha terlihat seperti biasa saja tak kenal. Dan juga pastinya berusaha untuk menghindar. Dan yang paling penting adalah aku memilih untuk menjadi orang bodoh itu.
*******
Tadi pagi aku menerima kabar. Ayah sedang dalam perjalanan menuju kemari. Ikut menemani mbak kakung rihlah. Walaupun hanya mampir pastinya aku akan berjumpa dengan beliau pun juga mbah kakung tentunya.
Rihlah yang memang sering mbah kakung lakukan walaupun kadang tak bisa setiap tahun. Tapi ayahku selalu mengusahakan ikut mendampingi beliau.
Yah sambangan secara tidak langsung kan ya. Karena memang aku tak pernah disambang kalau bukan karena rihlahnya mbah kakung. Salah satu hal yang buat adek aku gak mau mondok keluar dari kota kelahirannya. Dia gak bisa jauh dari ibu. Hampir tiap hari minggu minta sambang plus sering alasan pulang.
‘Huh padahal ini masih pagi’. Tapi kenapa mood ku hancur tiba- tiba setelah mendapatkan kabar itu. Padahal biasanya aku selalu senang setiap kali mendapat kabar sambangan. Tapi entah kenapa aku malahan menjadi cemas tiba- tiba.
Saat aku sampai di ndhalem tampak umma dengan beberapa mbak- mbak ndhalem sedang membersihkan area ruang tamu.
Sepertinya umma pun juga tahu kalau mbah kakung sedang perjalanan kemari. Walau pun aku yakin beliau dan juga rombongan akan tiba malam nanti. Karena biasanya disinilah tempat mbah kakung dan juga rombongan beristirahat sebelum melanjutkan rihlahnya hingga ujung pulau jawa nanti.
Sebagai salah satu murid yang dekat dengan mbah kakung abah selalu menyambut beliau dengan begitu istimewa.
“Mbak Aliya”. Panggil umma saat tahu aku sudah berada di ndhalem.
“Nggih umma”. Jawabku mendekat ke beliau.
“Pun ngertos kan mbak, nanti mbah yai rawoh sini”. Tanya umma memastikan pada ku karena pun beliau juga sudah tahu bahwa ayahku pasti ikut menyertai mbah kakung.
“Nggih umma, sampun tadi dapat kabar dari ayah”. Jelasku pada umma.
Karena pun lewat mbah kakung lah akhirnya aku bisa menuntut ilmu di sini. Saat ayah sowan dulu ingin memondokkan aku di pondoknya mbah kakung. Aku langsung menolak hal itu. Aku ingin tempat yang baru. Yang sama sekali belum pernah aku datangi sebelumnya. Dan jadilah mbah kakung merekomendasikan pondok ini yang akhirnya kutinggali sampai detik ini.
“Ohh, yaudah. Nantik kalo sampun dhugi mbak yang nyuguhin ya”. Kata umma.
Ya memang setiap kali rombongan mbah kakung datang kemari maka aku lah yang akan bertugas menyuguhkan hidangan untuk mbah kakung selain pastinya aku sudah mengenal beliau. Aku pun juga sudah faham tentang apa yang disukai pun juga yang tidak disukai oleh mbah kakung. Sangking sudah biasanya sedari kecil berada dilingkungan seperti ini.
Kuiyakan permintaan umma lalu lekas pergi ke tempat mas Musa berada. Menjalani rutinitas seperti biasa. Pun karena juga sudah waktunya bergantian dengan mbak Zain.
*******
“Mbak Aliya ini yang untuk mbah yai nya ya”. Tanya mbak ndhalem yang ikut membantuku menyuguhkan beberapa minuman untuk mbah kakung juga rombongan.
“Iya itu buat mbah yai nanti biar aku sendiri yang memberikan. Sampean yang tamu di area luar itu ya. Ada sekitar empat orang kalo gak salah”. Terangku sekaligus memberi intrusi.
Pukul sembilan malam akhirnya rombongan mbah kakung tiba dengan selamat. Mengendarai bus elf travel terisi sekitar lima belas penderek mbah kakung yang salah satunya itu adalah ayahku.
Aku belum sempat bertemu dengan beliau. Sejak kedatangannya sekitar lima belas menit yang lalu. Aku yang sudah repot mengurusi unjukan sedangkan umma pun juga tak kalah sibuk menata makanan untuk para tamu itu.
Biasanya aku bisa bertemu dengan ayah setelah semua anggota rombongan selesai menyantap makanan yang telah disajikan. Waktu beristirahat.
Sekitar pukul setengah sebelas malam semua tamu beranjak menuju ruangan penginapan putra. Waktunya aku bertemu dengan ayah. Pun juga para anak- anak ndhalem yang ikut membantu sudah pada kembali ke asrama. Karena pekerjaan yang memang sudah usai.
Mbah kakung tadi selalu tersenyum saat setiap kali aku tampak di hadapan beliau. Senyum yang kutahu menyimpan beragam arti kawan. Dan sepertinya aku tahu arahnya kemana.
Aku keluar dari ndhalem lalu menuju tempat yang memang biasa menjadi tempat aku dengan ayah bertemu. Gazebo kecil dekat dengan garasi abah. Tempat kita biasa bertemu dan juga pastinya aman. Tak mungkin bukan aku pergi ke tempat penginapan putri.
Tampak ayah sudah menunggu aku di tempat itu. Kusedikit berlari agar lekas sampai pada ayah lalu memeluknya erat.
Air mataku menetes tak permisi saat tangan hangat nan keriput itu memelukku erat sekali. Bagaikan seolah takut aku akan lepas dari pelukannya bila meleng sedikit saja. Pun juga aku yang ikut mengencangkan pelukan erat padanya itu.
“Kangen”. Kataku lirih masih diposisi yang sama. Sudah lebih dari satu tahun aku tak dapat merasakan sentuhan ini. Sentuhan yang pastinya penuh dengan kasih sayang.
“Ayah juga”. Kata ayah. “Kangen sekali sama putri kecil ayah yang sayangnya sudah tidak lagi mutlak milik ayah”. Lanjut ayah menggodaku. Aku tahu itu adalah cara beliau untuk agar aku segera menghentikan tangis. Dan yah itu sangat berhasil.
“Iiih, apaan sih “. Kataku sambil melepaskan paksa pelukan ayah.
“Loh kan memang benar”. Jawab ayah semakin menggodaku.
“Ya enggak segamblang itu juga kali”. Gerutuku sambil memajukan sedikit bibir ini. Sebal rasannya kenapa malahan di ejek seperti itu.
“Ibu sehat kan yah?”. Tanyaku pada wanita terkasihku tiada tara.
“Sehat dong kalo gak sehat gak mungkin ayah ikut rihlahkan?”. Jawab beliau bercanda lagi.
“Ih ayah. Orang ditanyai bener- bener juga”. Gerutuku lagi sebel juga lama- lama.
“Ayah, ibu sehat adekmu juga sehat udah lumayan sekarang kalo nyambang udah sebulan sekali enggak setiap minggu lagi. Dam juga papa, mamamu pun tak kalah sehat dan menanti kabar dari menantunya yang cantik ini”. Terang ayah dengan senyum yang begitu lebar tapi kenapa serasa tertampar dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh ayah barusan.
Aku langsung menunduk. Rasa bersalah semakin menggerogoti hatiku. Orang tua yang sialnya hanya pernah kutemui saat dipondok mbah kakung itu memang terlalu baik untuk dijadikan mertua orang yang gak tahu diri kayak aku.
Menelantarkan suami tanpa kabar. Aku sadar dengan salahku yang itu. Hampir saja melupakan mertua yang begitu baik bahkan kepada keluargaku. Semakin tak kahu diri saja tubuh ini.
Ibu kadang bercerita kalau beliau usai bertukar kabar dengan mama. Atau malahan sampai bertemu dengan mama yang kadang mampir ke kediaman orang tua ku setiap kali berada di kota Bekasi. Cerita ibu setiap kali aku ada kesempatan untuk bertukar kabar yang begitu bahagia ternyata putrinya mendapatkan mertua yang begitu baik.
“Mama papa baik . Alhamdulillah”. Kataku masih menunduk.
“Yah dan kamu pasti akan bertanya bagai mana kabar suamimu bukan. Tapi sepertinya tidak perlu ayah katakan bagai mana kabarnya”. Perkataaan ayah yang membuatku seketika mengerikkan mata bingung dengan apa yang dimaksud oleh ayah.
“Tanyakan langsung kabarnya kak. Disini. Bicaralah dengannya”.
Dek.
Ayah tahu dia berada disini. Sejak kapan?. Atau kah ayah selalu bertukar kabar dengannya. Sampai- sampai pun ayah tahu kalau dia ada disini dan dia kemari datang untuk menemui ayah. Otakku berisik seketika.
“Assalamualaikum Aliya. Apa kabarmu”.
Suara itu. Tepat berada dibelakangku. Walau pun aku yang sudah mengetahui bahwa dia berada disini tapi sama sekali aku belum pernah mendengarkan lagi suaranya secara langsung selama ini. Dan sekarang dia berada tepat dibelakangku. Tanpa celah lagi yang bisa membawaku untuk kabur dan menghindar. Sebegitu pengecutkah aku ini.
Kubalikkan badan ini perlahan. Menguatkan hati yang entak kenapa kembali mamang.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶