Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Rania melihat gadis yang ia kenali tengah duduk di salah satu sofa yang ada di Club. Tak ingin membuang waktu, Rania mendekati gadis cantik tersebut.
"Santai dong matanya tante, mau aku congkel tuh mata?" Rania mendelik tajam kala mendengar suara tersebut.
Ayolah, mereka berdua bukan partner yang tepat. Rania dan orang yang ada di hadapannya ini hanya menjalankan perintah. Keduanya bisa di bilang musuh yang saling bekerja sama.
"Kau terlalu banyak membual bocah, tak ingatkah aku ini ibu mu? Meskipun bukan ibu kandung." Rania memang sangat percaya diri, begitulah batin gadis tersebut.
Gadis itu lantas wine untuk melampiaskan rasa kesalnya. Ia sangat tidak suka Rania menjadi calon bibi nya dan apa tadi ibu?, apakah adik ibunya itu tidak menemukan orang lain selain Rania yang menyebalkan ini?
"Lihat arah jarum jam sebelas, itu target kita malam ini."
Rania melihat ke arah yang di maksud, seketika senyuman menghiasi wajahnya. Ini bukan hal yang sulit bagi Rania.
"Apa hubungan orang itu dengan saudara mu?"
Gadis itu berdecak tak suka, meskipun demikian ia tetap menjawab pertanyaan Rania. Terpaksa, karena hanya Rania yang bisa diandalkan di situasi ini. "Salah satu orang kepercayaan."
Seketika Rania mengerti sekarang. Tenang saja ia pasti akan menyelesaikannya dengan baik. Tak ada yang perlu di ragukan dalam dirinya. "Ini mudah, kamu lihat Tante akan menaklukkan nya. Kemudian Tante akan membawa apa yang kamu inginkan."
"Tentu, karena tante sudah berpengalaman dan hasilnya juga ada di depan mata kita." Gadis itu beranjak dari duduknya kemudian ia pergi dari sana. "Ckk bagaimana pendapat mereka jika tahu hal itu." Ucapnya sebelum bener bener pergi.
"Gadis sialan."
~-----~
Arthur masuk ke dalam kamarnya setelah mommy dan Julian pulang. Ia melihat ponsel Lara tergeletak di tempat tidur. "Mati." Ucap Arthur. Pantas saja Lara tidak bisa di hubungi, handphone gadis itu kehabisan baterai.
Arthur membawa hp tersebut, ia khawatir nanti Lara akan membutuhkannya. Arthur juga harus mengerjakan urusan perusahaan yang ia tinggalkan tadi siang.
Tak lama kemudian...
Lara mulai membuka matanya perlahan, hal pertama yang ia lihat setelah bangun dari tidurnya adalah langit langit kamar Arthur. Lara menoleh ke samping dan mendapati Arthur tengah sibuk berkutat dengan laptopnya.
'Ini om om ganteng juga ternyata'
Lara terus memandangi wajah Arthur yang tidak membosankan menurutnya. Gadis itu seakan terhipnotis, hingga sebuah suara menyadarkannya kembali.
"Sudah puas, saya tahu saya tampan tidak perlu memuji." Arthur mendekati Lara.
"Boros ya om pede nya." Lara segera mengubah posisinya menjadi duduk. Tubuhnya lelah jika harus terus berbaring.
"Kenapa bangun? Ku mimpi buruk?" Ayolah, siapa yang tidak terbang saat mendengar suara lembut dan seksi seorang Arthur? Lara bahkan membeku.
"Lara, kenapa diam?"
'Gue kenapa sih?' Lara berusaha terlihat biasa saja. "Om, ada lihat hp aku gak?"
Arthur memberikan ponsel Lara kembali, tadi ia sudah mengecas nya. "Makasih om."
Lara membuka aplikasi WhatsApp, sebenarnya sedikit terkejut karena paman James mengirim pesan lewat aplikasi tersebut. Lara membaca pesan tersebut dengan teliti, seketika Lara mematung. Lara tidak bisa menemui James karena ia sendiri tidak tahu bagaimana cara untuk keluar dari apartemen Arthur.
'Om Arthur pasti gak izinin gue buat keluar, tapi gimana ini penting banget. Maaf ya om, kayaknya Lara harus bohong sama om.'
"Om, aku lapar."
Arthur menoleh, ia kemudian menutup laptopnya. "Kamu mau makan apa?"
Lara berpikir sejenak. "Om, bisa beliin aku sate Padang. Tempatnya di jalan xxx." Lara sengaja memilih tempat tersebut agar Arthur membutuhkan waktu yang lama untuk membelinya.
Setelah Arthur pergi maka Lara akan kabur. Kebetulan Club tersebut tak jauh dari apartemen Arthur, maka Lara akan kembali sebelum Arthur. Dia akan menemui paman James sebentar saja.
Bukannya pergi Arthur malah menelepon Julian. "Julian, belikan gue sate Padang dua porsi di jalan xxx. Cepat, ini untuk Lara."
Lara menggaruk kepalanya kalau begini dia tidak akan bisa kabur. Baiklah, sepertinya dia memang tidak ahli dalam berbohong. Bukankah jujur lebih baik?
"Sebentar lagi Julian akan mengantarnya." Arthur heran, bukan senang Lara malah melamun. "Hey, Lara."
"I iya om."
"Kamu kenapa? Jangan melamun."
Lara mencoba menatap Arthur yang saat ini juga menatap padanya. "Om, Lara mau Club."
"Apa?"
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya