Bagaimana rasanya, jika suamimu yang merupakan seorang dosen, digoda oleh sepupumu sendiri, yang tak lain adalah mahasiswi di kampus yang sama.
Bahkan, mereka sampai berani menginap di hotel. Pahahal, mahasiswi ini baru setahun menikah. Berita pernikahannya pun sempat viral, karena ia merupakan seorang selebgram yang dinikahi pengusaha tampan, berusia 12 tahun di atasnya.
"Kamu harus merasakan bagaimana rasanya suamimu diambil orang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Mengamuk, Selia mencecar Rega dengan banyak pertanyaan terkait notifikasi pesan yang tak sengaja ia baca.
“Dengan siapa kamu ke klub? Pak? Dia panggil kamu Pak? Mahasiswimu? Iya? Apa yang kamu lakukan?” Selia seolah tak memberikan kesempatan pada suaminya untuk bicara.
Selia kesal, karena Rega bukannya menjemputnya di rumah orang tuanya, tapi malah berkencan dengan perempuan lain saat ia tak ada di rumah.
“Aku hanya bertemu dia di klub sekali, itu pun karena tak sengaja. Jangan menuduhku macam-macam!” Rega tak terima dengan tuduhan sang istri.
Tak percaya, Selia menganggap Rega berani pergi ke klub karena telah berjanjian dengan perempuan tersebut, karena sebelumnya, suaminya itu tak pernah mau ke tempat itu.
“Terserah!” Rega yang sudah mengantuk dan pusing, tak ingin meladeni ocehan istrinya dan berlalu tidur.
Sementara itu, pada keesokan paginya saat di kantor, banyak para penghuni kantor yang memberikan ucapan selamat pada Arya dan Mila. Hanya sebagian dari mereka yang diundang ke acara pernikahan bosnya, sedangkan sebagian lagi tidak. Untuk itu, mereka baru bisa mengucapkannya sekarang.
“Pengantin baru kok sudah masuk,” goda Ajeng pada Mila yang baru saja menuju mejanya.
Mengernyitkan dahinya, Mila merasa Ajeng tak tahu diri karena tentu asisten Arya itu sudah tahu alasannya. “Kamu sendiri yang mengingatkan bosmu ada pertemuan dengan klien yang tak bisa direschedule.”
Menyengir, Ajeng lupa akan hal itu.
Hingga beberapa saat kemudian, Arya keluar dari ruangannya, berjalan menuju lobi dan disusul Ajeng di belakangnya, karena mereka akan berangkat menuju kantor klien.
Melihat Arya yang cuek saat melewati mejanya, membuat Mila mengeluarkan ponselnya untuk mengirimi sebuah pesan pada suaminya itu.
“Aku ini istrimu, bisa-bisanya kamu abaikan begitu saja! Tidak pamit, tidak bicara apa pun, dasar, suami pura-pura!”
***
Hingga sepulang kantor, Mila tak membuka sedikit pun mulutnya. Ia masih kesal lantaran Arya yang cuek padanya saat akan bertemu klien tadi pagi. Selain itu, Mila juga dibuat kesal karena Arya tak membalas pesannya. Untuk itu lah ia mengunci rapat-rapat mulutnya.
“Maaf, tadi aku buru-buru,” ujar Arya membuka percakapan saat sedang menyetir.
Tak mengindahkannya, Mila tetap melempar pandangannya ke luar jendela sepanjang perjalanan.
Sejujurnya, sedikit ada rasa cemburu pula di hati Mila saat melihat Arya pergi bersama Ajeng. Padahal, hal itu bukan baru pertama ini ia lihat, mengingat Ajeng memang asisten sekaligus sekretaris pribadi suaminya. Hanya saja, kali ini terasa berbeda, meski ia tahu Ajeng juga hanya lah wanita biasa yang tak mungkin berani macam-macam.
“Dia 'kan sudah punya suami. Toh juga selama ini mereka profesional,” gumam Mila dalam hati.
“Ah, dulu juga Selia sudah bersuami dan aku tidak berpikir macam-macam tentangnya, tapi akhirnya...,” lanjut Mila melamun.
Lamunan Mila pun seketika buyar ketika Arya membuka pintu mobilnya, hingga membuat Mila gelagapan karena tahu-tahu sudah sampai.
“Pak Arya, ada tamu yang ingin bertemu, beliau ada di luar gerbang,” lapor salah seorang satpam berlari menghampirinya.
“Siapa? Aku tidak terima tamu malam-malam begini.” Arya mengangkat alis kirinya.
“Mbak Tyas,” jawab satpam lalu menanyakan apakah tamu boleh dipersilakan masuk atau tidak.
Mila yang semakin kesal dengan datangnya Tyas, bergegas masuk ke dalam, sementara Arya menemui Tyas di luar.
Mila yang sudah masuk ke dalam rumah, tiba-tiba merasa privasinya terganggu lantaran banyaknya pekerja di rumah Arya yang berseliweran. Hingga ia merasa ruang privasinya hanya saat di kamar saja. Semakin lelah, Mila segera menaiki tangga menuju kamarnya karena ia ingin segera beristirahat.
Hingga 15 menit berlalu, Arya yang baru masuk ke kamarnya, berpapasan dengan Mila yang baru saja selesai mandi. Mencium aroma wangi yang tercium dari tubuh istrinya, membuat Arya seketika menatapnya. Ditambah lagi, saat ini Mila sedang mengenakan baju tidur yang cukup terbuka.
“Bicara apa saja sampai baru masuk?” ketus Mila meletakkan handuknya di jemuran dekat kamar mandi.
“Ehm, ehm, itu, hanya ingin mengobrol saja,” jawab Arya tak fokus.
Kembali bernada ketus, Mila tak percaya jika tak ada sesuatu yang penting. "Kalau tidak penting, dia bisa datang besok pagi."
“Ya, dia hanya ingin tahu perkembangan rencana kita,” jawab Arya akhirnya mau jujur.
Mila yang sedari tadi sensitif, langsung menuduh yang tidak-tidak. Ia menduga, Tyas sudah tak sabar menanti mereka berpisah. Ia lantas menanyakannya pada Arya, apakah suaminya itu juga menginginkan hal yang sama.
“Tentu tidak, lagi pula dia tidak pernah bilang kalau ingin kembali bersama. Aku juga tidak mau CLBK. Yang benar saja, aku juga sudah menikah,” jelas Arya melepas bajunya bersiap mandi.
“Tapi dia tahunya kita hanya pura-pura,” lanjut Mila.
Mendekati istrinya yang sedari tadi bicara ketus, Arya melekatkan tubuhnya pada tubuh istrinya. “Kalau begitu, kita punya anak saja. Aku rasa, cara itu juga menjadi langkah selanjutnya dalam menjalankan rencana kita.”
Mendelik mendengar ucapan Arya, pikiran Mila ke mana-mana.
Mendorong tubuh Arya, Mila dengan tegas menanyakan apa sebenarnya yang Arya rencanakan, karena rencana itu terdengar begitu alami. “Aku tidak mau punya anak darimu kalau ujungnya kita berpisah, setelah semuanya selesai, saat aku dan kamu sudah puas membalas dendam!”
Tak meladeni istrinya lagi, Arya bergegas masuk ke kamar mandi.
Sementara Mila pun dibuat bingung. Di satu sisi, ia mulai keberatan jika begini cara Arya menjalankan rencana mereka. Dari mulai menikah secara hukum, sampai mau punya anak. Tentu, hal itu akan merugikannya sebagai perempuan jika rencana mereka telah berakhir dengan perpisahan nantinya. Tapi di sisi lain, ia juga bingung pada ucapan Arya kala itu, yang memintanya untuk fokus menjalankan rumah tangga ini sebagaimana mestinya.
Bukan masalah ia akan bisa punya anak atau tidak. Tapi, jika Arya menginginkan anak, itu artinya Mila harus menyerahkan tubuhnya. Tentu ini bukan hal main-main, mengingat apa rencana mereka di awal, atas pernikahan ini.
Sontak ia pun ingin tegas dan tak mau selalu mengikuti permainan Arya. Ia juga baru menyadari bahwa dari awal, tak ada hitam di atas putih yang melindunginya. Apalagi, Arya adalah seorang pengusaha yang pasti memiliki kuasa hukum handal.
Menunggu suaminya selesai mandi, Mila yang tak sabar terus mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali.
“Apa sih? Kebelet? Kamu bisa pakai kamar mandi bawah," kesal Arya keluar kamar mandi.
“Kalau pun aku ingin pakai kamar mandi bawah, aku malu jika harus turun dengan pakaian seperti ini. Lama-lama, aku tidak nyaman hidup berdampingan dengan banyak orang di rumahmu, sudah seperti rumahnya Nagita Slavina saja!” jelas Mila yang malah membahas hal lain.
Arya lantas mempersilakan Mila untuk memakai kamar mandi agar tak terus mengoceh.
“Aku tidak kebelet,” ujar Mila datar, membuat Arya terheran-heran sekaligus kesal karena telah membuatnya terburu-buru.
“Aku hanya ingin kita bicara serius!” tegas Mila.
Ia lalu memberi ketegasan pada Arya, jika ia tak akan mau mengikuti permainan suaminya itu. Setelah kejutan pernikahan kemarin, Mila tak mau jika mereka sampai punya anak. Ia tak mau seniat itu menjalankan rencana ini. Bagaimana pun, ia harus memikirkan masa depannya.
“Kita akan berpisah nantinya. Tentu punya anak adalah hal yang harus dihindari. Mantanmu saja seperti menunggumu! Aku akan berikan kamu 2 pilihan yang harus kamu pilih salah satunya. Tunggu di sini dan jangan ke mana-mana!” titah Mila lalu tampak menyalakan laptopnya dan mengambil sesuatu dari laci meja.
Dengan raut wajah bingungnya, Arya hanya bisa menunggu dan mengamati apa yang istrinya itu lakukan.
10 menit menunggu, meski lelah karena Arya terus berdiri dan hanya memakai handuk di tubuhnya, tapi ia tak diperbolehkan pergi ke mana-mana sampai Mila mempersilakannya.
“Silakan baca 2 surat pernyataan ini dan tanda tangani di atas materai pada salah satunya!” Mila menyodorkan 2 lembar kertas juga pena.
Arya pun dibuat melongo dengan isi kedua surat itu.
...****************...