Istri Dari Desa Milik Tuan Sagara

Aruna segera kembali masuk kedalam rumah, menuju ke arah kamarnya kembali karena tak mau mengganggu Sagara yang sedang makan malam bersama kekasihnya, tak mau juga dia sebagai nyamuk disana.

"Sayang, aku boleh menginap disini? Kan ada sepupumu, jadi bolehlah sesekali ini saja." Memohon pada Sagara, dia ingin tau bagaimana reaksi Sagara saat dia meminta dirinya ada dirumahnya.

"Tidak baby, aku ingin menjaga dirimu hingga tiba waktunya. Aku normal, hanya saja menjaga kesucian wanita bagi diriku adalah nomor satu. Itu adalah bentuk diriku menghormati sosok wanita, menjaga dirimu hingga tiba waktunya nanti, jadi tolong mengerti diriku." Membelai surai Elen, sqn meminta kekasihnya mengerti apa batasan yang harus mereka jaga saat ini sebelum menjadi pasangan resmi.

Kekasihnya hanya mengangguk, tapi dalam hatinya sangat merasa jengkel dengan sikap Sagara, karena mereka sudah memiliki hubungan selama 3 tahun. Tapi Sagara belum memberikan kepastian, karena setiap membicarakan Elen di hadapan keluarganya, pasti sudah mendapatkan penolakan lebih dulu. Kakeknya sangat tidak setuju, begitupun Ibunya yang mengetahui dunia gelap modeling itu seperti apa, apalagi jika model wanita itu mudah dimanfaatkan.

Terkadang beberapa modelling memilih jalan gelap, sehingga mereka terjerumus demi mendapatkan sebuah kepopuleran. Seperti halnya Elen, yang baru saja beberapa bulan merambah dunia modelling bisa langsung naik daun.

Ini alasan orang tua Sagara tak setuju, karena ingin putranya mendapatkan jodoh yang terbaik, dan jatuhlah pilihan mereka pada Aruna. Dimana orang tua mereka dulunya juga saling kenal karena pekerjaan, namun Sagara sendiri belum menerima perjodohan ini sepenuhnya, tetapi lain Aruna yang memasrahkan segalanya tanpa protes.

Elen meminta pulang setelah menghabiskan makanan yang dimasak oleh Aruna, Sagara saja merasa heran kekasihnya baru kali ini menghabiskan banyak makanan. Padahal sangat mengatur segala jenis makanan, dan juga wanita yang pilih-pilih.

"Apa begitu enak masakanku? Hingga dia menghabiskan semuanya?" Aruna bertanya-tanya, karena kini di hadapannya piring dan beberapa alat makan bekas hidangan tadi.

Semua yang kotor segera dia bersihkan, karena malam sudah mulai larut. Dari peralatan makan, meja makan, sampai Aruna menyapu dan mengepel. Agar besok pagi dia bisa sedikit santai, karena ada hal yang ingin dia lakukan saat weekend.

Tentunya dia mendapatkan kabar, jika Bibi akan pulang besok. Walaupun tak tau jam berapa, tapi dia sangat senang karena ada teman mengobrol. Hana yang sibuk kerja part time, jadi tak selalu ada untuknya.

"Akhirnya beres." Setelah hampir satu jam berkutat didapur, Aruna segera mematikan lampu utama dapur.

Ketika hendak masuk ke dalam kamar Sagara memanggilnya, "Aruna, kita bisa bicara?"

"Bicara tentang hal apa?"

Sagara mendekati Aruna, sebenarnya dia pulang sepuluh menit yang tadi dan memperhatikan Aruna tengah membersihkan dapur yang hampir rampung.

Dia menggandeng tangan Aruna berjalan sedikit memaksnya, dan mengajaknya duduk diruang santai untuk bicara berdua. Kali ini tidak lagi bicara di ruang kerjanya, ingin sedikit lebih santai.

'Apa ini? Bukankah dia baru saja bersama kekasihnya, kenapa malah ngajak bicara denganku. Aku harus waspada,' batin Aruna.

"Duduklah." Titahnya.

Aruna duduk, dan yang membuat hal tak terduga adalah Sagara duduk disisinya. Padahal selama ini mereka jarang duduk satu kursi, atau lebih tepatnya menjaga jarak. Ini sudah satu bulan berlalu setelah pernikahan, dan Aruna merasa aneh untuk saat ini.

"A-ada apa? Kenapa Kak Sagara duduk didekatku, bisakah sedikit menjauh dariku seperti biasanya."

"Aish! Kamu ini, apa aku seperti virus bakteri bagimu. Kamu dekat dengan Nova dan lainnya saja bisa, kenapa aku tidak bisa." Sagara merasa kesal, baru juga duduk.

"Itu lain, mereka sudah seperti Kakak bagiku."

"Lalu aku apa?"

"Kakak? Sebatas teman, juga rekan kerjasama." Senyum Aruna tanpa merasa bersalah.

'Sial! Aku yang suami resminya malah di anggap teman atau rekan kerjasama, tapi yang lainnya lebih dari itu. Seperti kakak, berarti mereka seperti saudaranya.' batin Sagara, dia merasa cemburu tiba-tiba tak sadar dengan perasaannya.

"Terserahlah, aku hanya ingin memperingatkan mu jangan terlalu dekat dengan Nova. Walaupun dia baik, dan sangat perhatian padamu tapi ada niat dibalik semua itu."

"Niat apa?" Dengan polosnya.

"Kamu tau, seorang pria akan melakukan apapun demi mendapatkan hati seorang wanita yang dia sukai. Dia akan berjuang keras untuk mendapat hatimu, agar kamu mencintainya. Dan Nova sedang melakukan itu, apa kamu tidak sadar jika dia terus mendekatimu untuk mengambil hatimu." Jelasnya.

Aruna dengan muka datar saja, dia tak terkejut ataupun khawatir saat mengetahui Nova sedang mengincar dirinya. Dan berusaha membuatnya jatuh hati, tapi sayangnya Aruna bukan wanita yang mudah untuk terpikat dengan seorang pria.

"Oh, tidak apa. Kak Sagara juga memiliki kekasih, jadi tak apa jika suatu saat aku bersama Kak Nova. Dia tipe orang yang asik, dan penuh perhatian juga kasih sayang. Aku akan beruntung jika menjadi kekasihnya, jadi jangan melarang perasaan orang lain Kak. Mereka memiliki haknya, di utarakan tak apa, tapi untuk saat ini ku belum menerima siapapun. Karena aku sendiri, tidak memikirkan memiliki kekasih." Senyum Aruna, dia mencoba menjawab sebisanya, dan ingin melihat reaksi dari Sagara.

"Jawaban macam apa itu, apa kamu merasa cemburu saat aku bersama Elen? Jadi itu ..."

"Jangan terlalu berharap dan berangan-angan Kak, aku tak memiliki rasa cemburu atau rasa sakit hati ketika kamu bersama kekasihmu itu. Karena aku bukan orang yang mengingkari perjanjian, tapi tolong ajarkan kekasihmu attitude walaupun pada yang lebih mudah. Dan menjaga lisannya," jelasnya, mempertegas pada Sagara yang terkadang terlalu sensitif akan perasaaannya. Dia meminta agar lebih memperhatikan kekasihnya, agar memiliki attitude yang baik pada orang lain.

"Jika dia ingin di hormati orang lain, maka hormati dulu orang lain. Apa yang dia perbuat akan berbalik pada dirinya sendiri, tapi kalo sebaliknya maka apa yang dia perbuat juga akan kembali lagi." Memperingatkan Sagara tentang kekasihnya.

Sagara selalu saja di buat bungkam oleh ucapan Aruna, tak disangka di usianya yang baru 18 tahun tapi pemikiran dan kata-katanya membuat lawannya mati kutu dihadapannya.

"Apa kamu tau, kamu ini gadis yang sangat menyebalkan."

"Aku? Bukankah Kak Sagara yang sangat menyebalkan, oh bukan Kakak tapi Paman. Baiklah jika begitu aku akan panggil Paman saja seterusnya," ujar Aruna meledek Sagara, membuat pria itu jelas sangat emosi.

"Berani kamu panggil aku begitu, aku akan mengusirmu." Mengancam Aruna.

"Silahkan saja, Kakek tak akan jadi membagikan warisannya padamu."

Aruna semakin meledek Sagara, pria itu semakin emosi tapi Aruna segera bangkit, dan saat hendak pergi Sagara mencekal tangan kecil milik Aruna. Sontak gadis itu menoleh ke arah tangan yang mencekal tanahnya, dan menatap ke arah Sagara.

"Kamu selalu saja membuatku emosi." Menarik Aruna, perasaan seperti mau terlempar juga melayang memasuki pikiran dan tubuh Aruna. Tapi siapa sangka, keadaan malah membuat Aruna di posisi yang tak pernah dia bayangkan.