NovelToon NovelToon
Gadis Kesayangan Om Garda

Gadis Kesayangan Om Garda

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Keluarga / CEO / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: yourladysan

Bening awalnya hanya mengagumi Garda seperti seorang anak terhadap ayahnya sendiri. Tumbuh dalam keluarga yang kurang harmonis membuat Bening bermimpi memiliki ayah seperti Garda. Namun, seiring berjalan waktu, ternyata perasaannya terhadap Garda berubah menjadi ketertarikan yang tak masuk akal. Bagaimana bisa dia menginginkan dan menyukai ayah dari sahabatnya sendiri?

Ketika Bening ingin menyingkirkan perasaan gila itu mengingat usia mereka yang terpaut jauh, tiba-tiba suatu hari Garda membuat pernyataan yang membuat Bening bimbang. Sebuah ciuman melayang, mengantarkan Bening pada kelumit masalah antara menjadi gadis kesayangan Garda atau janji persahabatannya dengan putri pria itu.

#adultromance #agegap #cintabedausia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yourladysan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ciuman Om Garda

“Gue nggak bawa laptop. Mana kelas setengah jam lagi mulainya, Ning. Gimana, dong?” tanya Nata setelah mereka tiba di kampus.

Bening menggigit bibir. Gara-gara kejadian semalam saat melihat tubuh kekar Garda, ia juga sampai lupa mengingatkan kelas Nata pagi ini harus membawa laptop. Bening mengamati arloji kecil di pergelangan tangan kirinya.

“Aku bimbingan sekitar pukul sepuluh. Kamu masuk kelas aja, nanti aku bawain laptop ke kelas kamu. Sebelum Profesor masuk, laptopnya udah nyampe sini,” ucap Bening.

“Lo mau balik ke rumah gue buat ngambil laptop?”

“Iya. Nggak lama, kok, kalau naik ojek. Di dekat kampus kan ada pangkalan ojek, Nat.”

Natasha—gadis berambut keriting berwarna cokelat tua—menggigit bibir sesaat. Keraguan tampak dalam wajahnya. Namun, kemudian ia mengangguk setuju. Tak ada cara lain.

“Ya udah, gue minta tolong ya, Ning.”

Bening mengangguk, lalu bergegas meninggalkan Nata. Untung saja Bening tak ikut mengulang kelas dan hanya tinggal menyelesaikan skripsi. Tidak seperti Nata yang selalu bolos kelas di semester lalu, sehingga harus mengulang beberapa mata kuliah.

Bersama abang ojek, Bening berkendara menuju kediaman keluarga Natasha. Sesekali ia melirik papan iklan promosi, memperlihatkan perusahaan furnitur milik keluarga Nata. Bahkan foto wajah Garda sebagai orang penting sesekali pula ditampikan.

Sesaat setelah tiba di rumah Nata, Bening bergegas masuk. Diucapkannya kata permisi beberapa kali, tetapi pembantu paruh waktu yang biasa datang, tak terlihat hari itu. Hanya Mercedes Benz C-Class terparkir rapi di halaman depan. Degup jantung Bening menderu, si pemilik mobil pasti masih ada di rumah.

“Kamu cuma harus ambil laptop di kamar Nata, terus balik ke kamus, Ning.” Bening memperingatkan dirinya sendiri.

Untung tak ada tanda-tanda keberadaan Garda. Sehingga Bening bisa masuk dengan mulus menuju kamar Nata. Laptop Nata tergeletak di meja belajar, buru-buru Bening mengambilnya. Lalu, keluar dari kamar setelah mendapatkan benda yang dicari.

“Bening?”

Punggung Bening menegak. Suara familiar yang berat dan terkesan seksi itu memergoki dirinya. Dengan gerakan hati-hati, Bening berbalik. Kaku seperti robot begitu melihat Garda muncul dari anak tangga.

“Bukannya kamu dan Nata ke kampus?” tanya pria yang tampak berkharisma walaupun dalam balutan kaus hitam besar dan celana kain.

“A-aku mau ambil laptop Nata karena ketinggalan, Om. Tadi aku udah permisi, tapi nggak ada yang jawab,” ungkap Bening.

“Nata itu kebiasaan banget suka nyuruh-nyuruh seenaknya. Maafkan dia, ya.”

“N-nggak masalah, Om. Kalau begitu aku permisi dulu.”

Baru saja Bening hendak melangkah pergi, ponsel di saku celana jeans-nya bergetar. Nama Nata terlihat sebagai si pemanggil. Buru-buru Bening menjawabnya.

“Kenapa, Nat? Aku udah mau balik ke kampus. Kelasnya belum mulai, ‘kan?” tanya Bening.

“Nggak jadi, Ning. Nyebelin banget! Kelasnya diundur besok. Lo balik aja ke kampus. Nggak usah bawa laptop, gue di kafetaria dan lo langsung nyusul ke sini, ya.”

Kedua mata Bening terpejam, tahu begitu ia tak usah menawarkan diri untuk mengambil laptop. Akhirnya Bening pasrah dengan kemauan Nata. Panggilan terputus, Bening masuk ke kamar untuk mengembalikan laptop ke tempat semula. Begitu keluar, ia melihat Garda masih di sana. Padahal Bening pikir pria itu sudah pergi.

“Pasti Nata merepotkan kamu lagi.” Ada desah kasar dari bibirnya saat kesal kepada sang putri.

“Nggak, kok, Om. Em … aku balik ke kampus dulu. Permisi.”

“Sebentar.” Garda mencegah langkahnya seraya menahan lengan Bening.

Agak terkejut, Bening berusaha melepaskan diri. Namun, pegangan Garda terlalu kuat. Pria itu tanpa permisi menyingkap lengan kardigan kanan Bening, melihat jejak kebiruan di beberapa titik permukaan kulitnya.

“Apa yang Om lakukan? Lepaskan!” Bening menyergah, berusaha menutupi kembali lengannya dengan lengan kardigan panjang.

“Lagi?” Sepasang mata cokelat tua milik Garda menatapnya dengan lekat. “Kamu dipukul lagi?”

“B-bukan urusan Om. Jadi, tolong lepaskan tanganku.”

Garda menghela napas sesaat. “Kamu sahabat Nata. Saya peduli sama kamu karena ….” Kata-kata pria bertahi lalat di pelipis kanan itu tertahan. Sepasang matanya tak henti menatap Bening.

Begitu pula Bening yang tak mengalihkan tatapannya dari Garda. Meski detak jantungnya mulai menggila. Sentuhan Garda menghadirkan hasrat yang seolah-olah sudah lama dipendam. Bening mendongak, menyaksikan figur pria yang sejak lama dia dambakan. Namun, bukan lagi sebagai figur seorang ayah, tetapi lebih dari itu.

Bening tahu perasaannya gila.

“Bening,” panggil Garda dengan suara yang rendah dan berat.

“Aku nggak apa-apa, Om. Ini hal biasa buatku, jadi ….” Kalimat Bening tertahan. Lagi-lagi tatapan mata mereka menjeratnya. Ingin sekali Bening maju, menghambur ke pelukan pria itu. Namun, ia paham batasan.

Jauh di luar dugaan Bening, Garda tanpa ragu mengelus lembut pipi kanannya. Jemari hangat Garda menelusup, membelai permukaan kulit Bening. Tatapan mereka tak terputus, sepasang mata Bening terpejam sesaat ketika sentuhan Garda semakin mengusiknya.

“Bagaimana kalau kita saling jujur saja, Bening,” ucap Garda nyaris berbisik. “Kamu sudah lama menginginkannya seperti bagaimana saya menginginkan kamu, kan?”

Mata Bening terbuka. “A-apa maksud Om?”

“Kamu.” Garda memangkas jarak mereka. “Saya menginginkan kamu.”

“O-Om, aku sahabat Nata dan nggak mun—”

Ucapan Bening tertahan tatkala Garda tanpa ragu menyentuh bibirnya dengan bibir lembut miliknya. Pria itu mengecup Bening, menyecap cita rasa bibirnya yang tipis dan manis. Bening memejamkan mata, mengalungkan tangan ke leher Garda, membalas ciuman itu sebisanya. Ciuman Garda berubah menjadi liar dan basah.

Bening bisa merasakan lidah pria itu mengabsen setiap inci rongga mulutnya. Ia meningkahi perbuatan Garda dengan membuka mulut sesekali agar Garda dengn mudah melumat bibirnya. Deru napas mereka memburu, ciuman menjadi kian intes dan panas.

Begitu menyadari perbuatannya, Bening mendorong lengan Garda. Ciuman itu terhenti. Napas Garda dan Bening menubruk satu sama lain. Keduanya saling menatap lekat.

Bening menggeleng. “N-nggak, Om. Ini salah. Maaf, maafkan aku,” gumamnya.

“Hei, hei, Bening … tenanglah.” Garda menangkap kedua pergelangan Bening. “Ini nggak salah. Karena beginilah perasaan kita.”

Lagi, Bening menggeleng. “Nata akan marah kalau tau tentang ini, Om.”

“Dia nggak akan tau.”

Ucapan Garda membuat Bening terdiam. Padahal di saat Nata tidak ada di rumah ini, Bening merasa sedang diamati. Ia merasa Nata akan muncul, lalu meneriakinya setelah memergoki Bening berciuman dengan Garda, dengan papanya.

“Maaf, Om … a-aku nggak bisa. Aku akan menganggap ini nggak pernah terjadi,” ucap Bening.

Garda menggeleng, ditariknya pinggang Bening agar lebih mendekat. Ia menunduk dan mengecup lagi sudut bibir Bening. “Apanya yang bukan apa-apa, Ning? Baru saja kita berciuman dan saya tau bagaimana perasaan kamu. Saya juga menginginkan kamu, tapi selama ini saya menahan diri karena kamu sahabat Nata, sahabat putri saya.”

“Untuk itulah ini nggak boleh ….”

Lagi, Garda membungkam Bening dengan kecupan singkat di bibirnya yang tipis. “Bening, kamu baru saja mencium pria yang lebih tua darimu. Bagi saya, itu berarti … saya nggak akan melepaskan kamu dengan mudah.” Garda kemudian melepas pelan pinggang Bening. Senyum terlukis di bibirnya. “Temui Nata sekarang, kita bicara lagi nanti.”

Setelah Garda menuruni anak tangga, Bening mematung di tempat. Ia berpegangan kuat pada pembatas anak tangga. Matanya memejam, kakinya mendadak lemas seketika. Ciuman basah dan dalam itu masih terasa, membuat bibirnya sedikit perih.

Bening tidak pernah tahu, ciuman Garda akan membawanya menuju sekelumit masalah baru.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!