Lin Feng, "Tuan Muda Teoris" dari Klan Lin, adalah bahan tertawaan di Akademi Awan Hijau. Dia jenius strategi, tapi bakat bela dirinya nol besar.
Segalanya berubah drastis saat arwah kakek-kakek telanjang mesum merasuki mata kirinya, memberinya kekuatan cheat [Mata Penjiplak] yang bisa meniru dan menyempurnakan jurus apa pun seketika.
Berbekal otak licik, mata copy-paste super, dan panduan kakek mesum di kepalanya, Lin Feng kini siap mengacak-acak dunia Jianghu. Ini adalah kisah di mana dia mempermalukan para jenius, men- trol/ musuh-musuhnya, dan mengejar tujuan utamanya membangun harem terbesar dalam sejarah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 inspeksi toilet dan tamu tak diundang
Lin Feng terbangun dengan perasaan yang luar biasa.
"Hah..."
Itu bohong. Dia terbangun dengan perasaan pegal.
"Auw... sialan," gerutunya pelan saat dia mencoba untuk duduk.
Setiap otot di tubuhnya yang "ampas" itu menjerit protes. Lengan yang dia gunakan untuk mematahkan tulang Zhang Yao terasa kaku. Jari-jemarinya yang dia gunakan untuk "terapi" Instruktur Mei... terasa sedikit kram.
Dia adalah seorang pahlawan... dengan tubuh seorang kakek-kakek.
"SELAMAT PAGI, SANG MAESTRO 'GETARAN'!"
Suara si Kakek meledak di kepalanya, 100% segar dan 200% cabul.
"KAU TIDUR NYENYAK? KAKEK SAMA SEKALI TIDAK TIDUR! KAKEK MENGULANG-ULANG ADEGAN TADI MALAM! SENSASI ITU! SUARA ITU! '...NNGGHH... AAHH... LIN FENG...!' ITU ADALAH MUSIK TERINDAH, NAK! KAU ADALAH KOMPOSER JENIUS!"
Lin Feng memijat pelipisnya yang berdenyut. "Diam, Kek. Kepalaku pusing. Dan badanku sakit semua."
"TENTU SAJA SAKIT!" balas si Kakek. "TUBUHMU INI SAMPAH! KARENA ITU KITA HARUS SEGERA MELAKUKAN 'KULTIVASI GANDA'! KITA KEMBALI KE KAMAR MEI LAN! Kakek yakin dia sudah 'tersumbat' lagi pagi ini! Sangat mungkin! Kita harus memeriksanya!"
"Nanti," kata Lin Feng. "Pertama... aku butuh jubah baru."
Dia melihat jubahnya yang robek... yang seharga dua ribu tael perak... teronggok di lantai. Sebuah tragedi.
Dia bertepuk tangan.
PLAK! PLAK!
Chun Hua, pelayan pribadinya, masuk dengan membawa nampan berisi air hangat dan handuk. Tapi pagi ini... sikapnya berbeda.
Biasanya, dia akan tersenyum ceria.
Pagi ini, dia membungkuk... jauh lebih dalam. Dan saat dia mengangkat wajahnya, pipinya memerah dan dia tidak berani menatap mata Lin Feng.
"T-Tuan Muda..." suaranya bergetar. "S-Selamat pagi. A-Anda... tidur nyenyak?"
Lin Feng menyipitkan matanya. "Hah. Ada apa denganmu?"
"T-Tidak ada, Tuan Muda!" serunya, sedikit terlalu cepat. "S-Saya... saya hanya membawakan air... dan... dan sarapan Anda... S-Saya..."
"Chun Hua," kata Lin Feng datar. "Ada apa."
Chun Hua menelan ludah. "Tuan Muda... s-seluruh akademi... gempar."
"Oh ya?" Lin Feng tersenyum tipis.
"M-Mereka bilang... Tuan Muda Zhang Yao... t-tulang pergelangan tangannya... hancur total. Tetua Shen dari Paviliun Medis bilang... dia mungkin... t-tidak akan bisa memegang pedang dengan benar lagi... selamanya."
"Oh," kata Lin Feng. "Menyedihkan sekali."
Chun Hua menatapnya dengan ngeri. "T-Tuan Muda... m-mereka bilang... a-Anda yang melakukannya... d-dengan... dengan... 'Ilmu Hitam Mata Iblis'!"
Lin Feng nyaris tersedak. "Ilmu Hitam Mata Iblis? Hah. Kreatif sekali. Aku suka itu."
"T-Tapi... T-Tuan Muda..." Chun Hua terlihat sangat ketakutan. "K-Klan Zhang... mereka sangat marah..."
"Tentu saja," kata Lin Feng, mulai merasa bosan. "Siapkan jubah baru untukku. Yang warna biru langit. Aku mau jalan-jalan."
"T-Tapi Tuan Muda... K-Klan Zhang..."
"Klan Zhang," potong Lin Feng, "bisa mengantre. Sekarang... aku punya 'hukuman' yang harus kujalani."
Dia tersenyum licik.
"Ah, benar juga," batin Lin Feng. "Toilet."
Dia meninggalkan Chun Hua yang masih berdiri membeku di paviliunnya. Sang pelayan menatap punggung Tuan Mudanya dengan campuran rasa kagum dan takut yang baru. Tuan Muda... terdengar sangat keren!
Lin Feng berjalan santai, mengenakan jubah biru langit barunya. Dia sengaja mengambil rute terpanjang menuju Asrama Sayap Utara, menikmati udara pagi.
Dia merasa sedikit pegal, tapi luar biasa.
"CEPAT, NAK!" seru si Kakek di kepalanya, terdengar tidak sabar. "APA YANG KAU TUNGGU?! SI LOLI POLOS MENUNGGU! KITA HARUS SEGERA 'MENGINSPEKSI' PEKERJAAN BERSIH-BERSIHNYA! Kakek yakin dia sudah membersihkan toilet wanita juga! Kita bisa memeriksa 'lubang intip' yang Kakek ajarkan!"
"Sabar, Kek," batin Lin Feng. "Seorang Tuan Muda tidak pernah terburu-buru. Kita harus membangun... antisipasi."
Dia baru saja akan berbelok di tikungan terakhir menuju asrama utara, ketika dia berhenti.
Seseorang berjalan dari arah berlawanan, dari arah Asrama Instruktur.
Seseorang yang... sangat dia kenal.
Instruktur Mei Lan.
Dia sudah mengenakan seragam instrukturnya yang formal. Wajahnya yang pucat semalam kini... berseri-seri. Ada rona merah muda sehat di pipinya. Berkat terobosannya ke Level Ahli, auranya terasa lebih kuat, dan entah kenapa, dia terlihat... lebih muda? Lebih... bercahaya?
Dia sedang berjalan cepat, kepalanya sedikit tertunduk, jelas tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Lalu... dia mendongak.
Dan dia melihat Lin Feng.
Instruktur Mei Lan membeku di tempat.
Wajahnya yang tadinya berseri-seri, dalam sepersekian detik, meledak menjadi merah padam. Merah yang jauh lebih pekat dari semalam. Merah karena malu, kaget, dan... sesuatu yang lain.
"L-Lin..." dia tergagap. "M-Murid... L-Lin..."
Dia terlihat seperti seekor kelinci yang baru saja berpapasan dengan serigala yang... tadi malam... membantunya dengan cara yang sangat aneh.
Lin Feng tidak bergerak. Dia hanya berdiri di sana.
Dan dia tersenyum.
Bukan senyum "Tuan Muda" yang biasa. Bukan senyum "Teoris" yang malas.
Ini adalah senyum yang lambat dan sangat... intim.
"Instruktur Mei," katanya, suaranya halus seperti sutra pagi. "Selamat pagi."
"S-Selamat... p-pagi..." Mei Lan tidak berani menatap matanya. Dia menatap bahu Lin Feng.
Lin Feng berjalan pelan mendekatinya. Setiap langkahnya membuat Instruktur Mei sedikit tersentak.
Dia berhenti tepat di depannya.
"Anda terlihat... luar biasa pagi ini," kata Lin Feng pelan. "Jauh lebih... segar... daripada semalam."
Mei Lan tersentak seolah tersengat listrik. "A-Aku... A-Aku tidak... t-tahu... apa yang Anda bicarakan!"
"HAHAHA! DIA BERPURA-PURA LUPA!" tawa si Kakek. "TANYAKAN 'SUMBATAN'-NYA! TANYAKAN APA 'PIPA'-NYA SUDAH LANCAR PAGI INI!"
"Oh? Anda lupa?" Lin Feng pura-pura kecewa. "Sayang sekali. Padahal saya sangat senang melihat Anda... sudah berhasil menerobos."
Dia menatap mata Mei Lan yang panik. "Selamat atas kenaikan level Anda, Instruktur. Pasti... sangat melegakan."
Kata "melegakan" itu dia ucapkan dengan penekanan yang sangat khusus.
Mei Lan merasa kakinya lemas. Dia harus menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan suara aneh.
"A-AKU HARUS PERGI!" serunya, suaranya sedikit terlalu tinggi. "A-Aku... punya kelas pagi! Permisi!"
Dia mencoba bergegas melewati Lin Feng.
Tapi Lin Feng bergerak sedikit, menghalangi jalannya.
"Tentu saja, Instruktur," katanya.
Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajah tampannya kini hanya beberapa inci dari telinga Mei Lan.
Mei Lan membeku kaku, seluruh tubuhnya gemetar.
Lin Feng berbisik, suaranya sangat pelan hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya.
"Tapi... jika 'sumbatan'-nya kambuh lagi..."
Mei Lan menahan napas.
"...Anda tahu di mana harus mencari saya." Dia berhenti sejenak. "Ah, tidak. Biar saya yang mencari Anda. Saya dokternya, kan?"
Mei Lan mengeluarkan suara tercekik yang aneh.
Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mendorong Lin Feng dengan kasar (tapi dorongannya terasa lemah) dan praktis berlari menyusuri jalan setapak, tidak pernah menoleh ke belakang.
Lin Feng hanya berdiri di sana, mengawasinya berlari.
Dia tersenyum puas.
"Kek," batinnya. "Aku rasa... aku baru saja mendapatkan 'pasien' tetap."
"KAU BAJINGAN YANG SANGAT KEREN! KAKEK CINTA PADAMU, NAK!" raung si Kakek. "SEKARANG! KE TOILET! KITA TEMUI SI LOLI POLOS!"
tapi overall, ini cukup bagus👍
untuk kalimat 'haaaah' ini seperti menghela napas kan? harusnya Hoamm, mungkin?🤭
maaf kak sok tau, tapi aku lebih nyaman begitu🙏