Naya wanita cantik yang berumur 27 tahun mendapati dirinya terbangun didunia novel sebagai pemeran tambah yang berakhir tragis. Naya merasuk kedalam tubuh Reka remaja cantik yang berusia 18 tahun. Reka memiliki keluarga yang sangat amat menyayanginya, mereka rela melakukan apapun demi kebahagiaan Reka. Meskipun memiki keluarga yang sangat amat mencintainya sayangnya kisah percintaan Reka tidak berjalan dengan baik. Tunangannya Gazef lebih memilih pemeran utama wanita dan meninggalkan Reka. Reka yang merupakan pemeran tambahan akhirnya menjadi batu pijak untuk kebehagian Gazef dan Rosa, Reka harus mati demi kebahagiaan pemeran utama dalam novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Reka berjalan dengan langkah tenang di sepanjang lorong kelasnya, mencoba fokus pada pelajaran yang akan dihadapinya hari ini. Sekolah mulai terasa sedikit lebih normal setelah kejadian pagi dengan Arsan. Namun, saat dia mendekati pintu kelasnya, dia mendengar suara yang sangat dikenalnya.
"Reka!" Suara Felly terdengar keras dan jelas di antara keramaian murid yang masih berkumpul di lorong.
Reka berhenti sejenak, berbalik untuk melihat Felly yang berlari kecil menghampirinya. Wajah Felly terlihat antusias, seolah ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan. Reka menunggu sambil tersenyum tipis, mencoba menebak apa yang membuat sahabatnya begitu bersemangat pagi ini.
"Reka, tunggu sebentar!" Felly akhirnya sampai di depan Reka, sedikit terengah-engah karena berlari.
"Ada apa, Felly? Kamu terlihat sangat bersemangat," tanya Reka dengan senyum hangat.
Felly mengatur napasnya sejenak sebelum menjawab, "Aku ingin memberi tahu kamu sesuatu yang sangat penting. Kamu harus mendengarnya sekarang juga!"
Reka mengangkat alisnya, penasaran. "Baiklah, katakan. Ada apa?" tanyanya.
Felly menarik napas dalam-dalam, seolah mempersiapkan diri untuk menyampaikan berita yang besar. "Kamu ingat tentang acara sekolah minggu depan? Aku baru saja mendengar bahwa Kael dan teman-temannya akan tampil di sana! Semua orang membicarakannya."
"Serius? Kael dan teman-temannya akan tampil?" Reka bertanya, merasa antusias.
Felly mengangguk dengan semangat. "Iya! Mereka akan melakukan pertunjukan musik dan tarian. Ini akan menjadi acara besar! Aku tahu kamu suka musik mereka, jadi aku pikir kamu harus tahu."
Reka tersenyum lebar, merasa semangat dan antusias untuk acara sekolah minggu depan. "Terima kasih sudah memberitahuku, Felly. Aku tidak sabar untuk melihat penampilan mereka."
"Sama-sama! Ini akan menjadi acara yang luar biasa. Kita harus datang lebih awal agar mendapatkan tempat terbaik," ujar Felly tersenyum puas melihat Reka yang lebih bersemangat.
"Benar sekali. Aku tidak ingin melewatkan satu detik pun dari penampilan mereka," kata Reka mengangguk setuju.
Saat Reka dan Felly hendak masuk ke dalam kelas, mereka tiba-tiba terhenti di ambang pintu. Di depan mereka, berdiri sosok yang tak terduga: Kael. Dengan postur tegap dan karisma yang memikat, Kael menatap Reka dengan tatapan dalam yang sulit diartikan.
Reka merasa jantungnya berdegup kencang. Kehadiran Kael di sana, dengan tatapan yang begitu intens, membuatnya sedikit gugup. Felly yang berdiri di sebelahnya juga tampak terkejut, tidak menyangka akan bertemu Kael dengan cara yang tak terduga ini.
"Kael?" Felly memecah keheningan, suaranya terdengar ragu-ragu. "Ada apa?"
Kael mengalihkan pandangannya dari Reka ke Felly sejenak, kemudian kembali menatap Reka. "Reka, aku perlu bicara denganmu," katanya, suaranya tenang namun tegas.
"Bicara denganku? Tentang apa?" tanya Reka dengan bingung.
Felly menatap Reka dengan tatapan penuh makna, memberi isyarat agar dia mengikuti Kael. "Aku akan masuk kelas dulu, Reka. Kita bicara nanti," katanya dengan senyum penuh dukungan.
"Heh, mau kemana kamu," kata Reka yang melihat Felly masuk kedalam kelas dan meninggalkannya di depan pintu bersama dengan kael.
Kael menundukkan sedikit tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke Reka. Kedekatan yang tiba-tiba membuat Reka refleks mundur, merasa canggung dengan jarak yang terlalu dekat. Wajah mereka hampir bersentuhan, dan Reka bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat.
Para murid yang berada di sekitar mereka, tertarik dengan kejadian yang tidak biasa ini, mulai berkumpul untuk melihat lebih dekat. Namun, tatapan tajam dari Gabriel yang berdiri di ujung koridor membuat mereka terpaksa pergi menjauh. Gabriel memberikan isyarat yang jelas: jangan mengganggu momen ini. Gabriel dan teman-temannya telah menunggu kesempatan ini, dan mereka tidak ingin ada yang merusaknya.
Setelah memastikan bahwa murid-murid lain sudah pergi, Kael kembali menatap Reka dengan serius. "Setelah latihan untuk acara sekolah... setelah aku tampil di sekolah, aku ingin berbicara denganmu," katanya dengan suara rendah tapi tegas.
Reka mengerutkan kening, merasa bingung dan sedikit gugup. "Dengan aku? Kenapa?" tanyanya, mencoba memahami maksud Kael.
Kael tersenyum samar, ada kilatan misterius di matanya. "Kamu akan tahu nanti... Sebelum itu, apa kamu sudah memutuskan pertunanganmu dengan Gazef? Bukankah beberapa minggu yang lalu kamu bilang ingin memutuskan hubungan pertunanganmu dengannya."
Reka terkejut dan terdiam sejenak. Dia tidak menyangka Kael mengingat percakapan itu. "Kamu mengingat perkataanku?" tanyanya pelan, masih dalam keterkejutan.
"Iya," jawab Kael singkat namun penuh arti. Tatapan matanya tidak beranjak dari Reka, menunjukkan bahwa dia benar-benar serius.
Reka menangkup kedua pipi Kael dengan kedua tangannya, memaksa Kael untuk menatap langsung ke dalam matanya. Kael terkejut, tubuhnya mematung, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Telinga dan lehernya memerah akibat kedekatan mereka yang tiba-tiba dan intens.
"Kamu benar-benar ingat perkataanku di kantin waktu itu?" tanya Reka, suaranya penuh dengan keheranan.
"I-iya, aku benar-benar ingat," jawab Kael tergagap, matanya berkedip-kedip karena kaget.
Reka menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami situasi ini. "Tidak mungkin, bagaimana bisa?" Dia bingung sekaligus terkejut.
Dalam hatinya, Reka merasakan kebingungan yang semakin dalam.
" Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah seharusnya Kael tidak mengingat kejadian waktu itu seperti Felly... Apa terjadi sesuatu pada X? Apa sekarang aku bisa mengubah akhir tragisku?" batinnya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.
Kael yang masih mematung merasakan kegugupan dan kehangatan dari sentuhan Reka, tetapi dia mencoba untuk tetap tenang. "Reka, ada apa sebenarnya? Kenapa kamu begitu terkejut aku mengingat percakapan itu?" tanyanya.
"Tidak apa-apa," kata Reka dengan senyum hangat namun tatapan matanya menunjukkan jika Reka tidak baik-baik saja, seperti mengkhawatirkan sesuatu.
"Kita lanjutkan bicara kita nanti," kata Reka dengan suara tenang meskipun hatinya berkecamuk.
Reka berbalik, memutar tubuhnya dengan cepat, dan melangkah masuk ke dalam kelas. Pikiran Reka berputar-putar, penuh dengan pertanyaan dan spekulasi. Kael yang masih berdiri di luar kelas, terlihat bingung namun berusaha memahami situasi yang baru saja terjadi.
Setiap langkah yang diambil Reka menuju bangkunya terasa berat. Dia mencoba menenangkan pikirannya, tetapi kenyataan bahwa Kael mengingat sesuatu yang seharusnya terlupakan membuatnya sulit fokus. Di dalam benaknya, berbagai skenario tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi terus bermunculan.
Felly, yang duduk di sebelah Reka, menatapnya dengan penuh perhatian. "Reka, ada apa? Kamu terlihat sangat bingung," bisiknya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Reka hanya bisa menggelengkan kepala. "Nanti, Fel. Aku akan cerita nanti."
Dengan itu, Reka duduk di bangkunya, mencoba untuk mengikuti pelajaran. Namun, pikirannya terus kembali ke Kael dan percakapan mereka yang belum selesai. Dia tahu bahwa apa pun yang Kael ingat bisa menjadi kunci untuk mengubah nasibnya.
Sementara itu, di luar kelas, Kael masih merenung, telinganya yang masih memerah perlahan kembali normal. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang penting di balik perkataan Reka, dan dia bertekad untuk menemukan jawaban setelah latihan nanti.
Hari itu, meskipun Reka berusaha keras untuk fokus pada pelajaran, pikirannya terus melayang kembali ke momen dengan Kael di lorong. Ia menunggu dengan harapan dan kecemasan untuk pembicaraan selanjutnya, berharap bisa menemukan petunjuk untuk mengubah akhir tragis yang selama ini menghantuinya.
smngt Thor
semungil itu😭😭😭😭