Tak ingin Ayahnya dipenjara, dan tak kuat membayar denda yang begitu banyak. Asyifa Humaira, gadis berusia 23 tahun itu akhirnya menjadikan dirinya sendiri sebagai penebus dosa yang tak disengaja dari ayahnya.
Bagas Nata Nugraha, 26 tahun. Seorang Pewaris dari sebuah perusahaan besar. Ia harus mengalami kecelakaan karena nyaris menabrak seorang tukang bakso yang sedang menyebrang ditengah jalan. Kecelakaan parah itu membuat seluruh tubuhnya lumpuh, bahkan sulit untuk berbicara.
Tapi karena status mereka yang beda Gender, dan Bagas harus dirawat 24 jam secara intensif. Akhirnya keluarga Bagas menikahkan mereka secara kontrak. Dengan catatan, Syifa harus sadar diri dengan status yang sebenarnya hanya perawat.
Bagaimana kisah mereka sebagai pasangan suami istri pasif?
Apakah akan tumbuh benih-benih cinta diantara mereka, setelah Bagas melihat ketulusan Syifa dalam merawatnya selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna Surliandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berat badanmu, tak seberat badanku.
"Maafin Mama, sayang. Mama bener-bener ngga tahu kalau Syifa alergi seafood. Mama fikir, semua wanita suka makanan itu, dan sedikit Mama campur tadi. Maafin Mama, udah buat kamu khawatir, Bagas." sesal Mama Ayu, yang melihat Bagas begitu sedih.
Bagas tak bergeming, Ia hanua fokus menatap Syifa saat ini. Dan dari tatapan itu, Mama Ayu tahu betapa perdulinya Bagas pada wanita yang bergelar istrinya itu saat ini.
"Kamu cinta, atau sekedar perduli dengan dia, sayang?" batin Mama Ayu.
Ia pun menggantikan Syifa sementara, merawat Bagas untuk obat dan istirahatnya. Tapi sayang, Mama ayu tak begitu mengerti dengan isyarat yang diberikan Bagas padanya. Bagas pun hanya bisa pasrah, dan menuruti mau Mama nya untuk istirahat siang ini.
Mama Ayu pun keluar, setelah tahu Bagas memejamkan mata. Meski sebenarnya, Bagas hanya pura-pura agar dapat waktu berdua dengan Syifa.
"Faa.....?" panggil Bagas perlahan.
"Ya, Mas... Kenapa?"
"kamu sakit?" tanya Bagas, yang hanya berjarak Dua meter dari tempat tidurnya.
"Ngga sakit, tapi gatel. Badan juga panas, ngga enak banget." jawab syifa, dengan mata terpejam.
"Maafin Mama, ya? Maafin aku juga." ucap Bagas.
"He'em... Aku mau tidur."
"Ngga tidur disini aja?" tawar Bagas.
"Nanti kamu ketularan, ngga usah." jawab Syifa, lalu Ia pun tidur dengan pulas.
Bagas pun ikut memejamkan matanya. Ia yang baru saja minum obat, ikut mengantuk karena efek obat itu. Obat penahan nyeri, karena memang Bagas sering merasakan nyeri yang mendadak, tapi Ia tak mampu mengungkapkan nya pada siapapun. Hanya Syifa, yang tahu dan faham semuanya.
***
"Pa, sedang apa?" tanya Mama Ayu, via telepon.
"Sedang istirahat, Ma_kenapa? Kok suaranya aneh?"
"Mama, barusan buat kesalahan sama Syifa, Pa."
"Kesalahan apa? Gimana ceritanya? Coba cerita sama Papa." bujuk Papa Erland pada istrinya itu.
Mama Ayu pun menceritakan semua yang terjadi barusan. Saat niat baiknya justru berubah menjadi sebuah kesalahan fatal bagi sang menantu. Rasa sesal kian menghantui, apalagi ketika Bagas begitu sedih melihat kondisi istrinya yang sakit.
"Mama ngga sengaja, Pa. Mama bener-bener ngga tahu, kalau Syifa alergi itu. Mama cuma niat masakin dia yang istimewa."
"Mama 'kan ngga sengaja, ya minta maaf aja. Pasti Syifa maafin. Lagian, memang salah kita, yang bahkan belum sempat mengakrabkan diri sama dia sebagai menantu kita."
Mama Ayu hanya mengangguk, dan mendengarkan semua nasehat sang suami yang menyejukkan hati.
" Nanti Papa pulang, Papa mau minta tanda tangan Bagas untuk persetujuan kontrak. Harus dia, meski berantakan nanti. Kita kumpul di rumah, ya?"
"Iya, Mama tunggu Papa dirumah." ucap Mama Ayu penuh harap.
Mereka pun mematikan telepon bersamaan, lalu melanjutkan aktifitas masing-masing.
"Ada apa, Om?" tanya Reza.
"Tantemu, buat salah sama Syifa. Dia masakin Seafood, dan ternyata Syifa alergi. Hasilnya, dia bentol-bentol kegatelan badannya."
"Bagas gimana?" tanya Reza.
"Ya, cemaslah. Gimana? Namanya juga istri, meski ngga tahu cemasnya karena apa. Karena memang sayang, atau masih sebatas rasa perduli yang tinggi." jawab Papa erland..
Reza hanya tersenyum mendengar jawaban itu. Dan Ia terbayang wajah Syifa yang penuh bentol dan kemetahan saat ini.
"Ihiiii... Pasti menggemaskan." ucapnya.
***
Tubuhnya mulai mendingan, gatal pun sudah berangsur hilang. Meski kemerahan masih memenuhi wajah, leher dan tangannya. Syifa pun bangun dari tidur, lalu memeriksa kondisi Bagas yang sedang terpejam.
"Mas, tidur?" tanya Syifa, namun tak ada jawaban dari Bagas.
Syifa pun meraih tangan Bagas, dan mulai memberi rangsangan dengan menggelitik telapak tangannya. Itu diperlukan untuk mengetes refleks tubuh Bagas terhadap sesuatu.
Dan benar saja, Bagas terkejut dan refleks menggenggam tangan Syifa. Syifa yang tak kalah kagetnya, terpeleset dan jatuh tepat diatas Bagas.
"Aaaakkkhhhh!" pekik Bagas yang kesakitan.
"Maaf, Mas... Aku kaget." ucap Syifa yang berusaha berdiri lagi. Tapi, Bagas menahannya.
"Disini saja... Jangan kemana-mana."
"Aku berat."
"Tak seberat badanku, yang kamu angkat setiap hari." jawab Bagas, dengan senyum manis, tanpa membuka matanya.