"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERHATIAN KECIL LENGKARA
Ke esokan paginya, mata dikara yang awalnya terpejam akhirnya terbuka dengan perlahan.
Gadis itu terbangun dari tidurnya setelah semalaman mendapat kan perawatan terkait kondisi perutnya yang terasa sakit, dan pagi ini saat matanya terbuka, pandangannya di suguh kan oleh sosok amara yang sedang memindah kan makanan dari rantang ke atas piring.
Dan di atas sofa, di sana ada lengkara dan juga avel yang tengah sibuk dengan ponsel masing masing.
"Udah bangun kar? Ayo sini sarapan dulu." Amara mendekat dengan nampan makanan di tangannya, mendekat ke arah ranjang di mana dikara berada.
"Tante udah lama di sini? Tante ngga pulang." Tanya nya merasa tak enak karna lagi lagi ia harus merepot kan amara.
Wanita itu tersenyum, lalu mengusap rambut dikara yang sedikit berantakan karna baru bangun tidur. "Tante sempat pulang kok pagi pagi sekali, terus tante datang lagi bawain kamu sarapan ini karna tau betul kalau kamu ngga suka sama makanan di sini. Tante juga udah minta bi enduy buat pulang duluan, karna kayak nya semalam itu dia ngga begitu nyenyak tidurnya."
Dikara mengangguk, lalu menerima makanan yang amara bawa kan.
"Terima kasih tante, aku udah sering banget repotin tante sama om aryan."
"Ngga dong sayang, kamu ngga ngerepotin tante sama sekali. Justru tante senang banget kalau kamu bikin tante repot, kamu tau sendiri kan kalau tante ngga punya anak cewek?!. Jadi adanya kamu bikin tante senang, dan keinginan tante buat punya anak perempuan dengan perlahan mulai hilang, dan itu karna ada kamu." Amara mengatakan itu dengan senyum tulusnya, yang berhasil membuat dikara ikut tersenyum. Ada sesuatu yang menghangat di dadanya, sesuatu yang membuatnya ingin menangis.
Sosok amara menjadi sosok yang mampu mengobati kerinduan dikara saat jauh dari orang tuanya, terutama sang mama yang setiap menelponnya tidak pernah berkata lembut dan manis, selalu saja tegas dan teratur.
"Kamu makan ya, tante mau keluar dulu buat nganterin avel. Dia mau ke rumah gurunya, katanya ada projek kelas gitu yang mau di kerjain di rumah, tapi kemarin kan dia nggak masuk sekolah jadi bahannya masih ada di sana." Kata amara, lalu mentap ke arah sang putra yang masih asik pada ponselnya. "Sayang, temani kara ya? Nanti bi enduy bakalan datang. Kamu jagain dia, bantu dia kalau butuh apa apa." Ucap amara pada lengkara yang langsung mendongak.
"Mm, ngga usah kok tan. Aku ngga apa apa sendiri di sini, lagi pula kan bi enduy bakalan datang jadi ngga apa apa, kalian pulang aja!." Dikara tak mau jika di tinggal berdua dengan lengkara, sebab demi apa pun sampai detik ini dia masih kesal dengan pemuda itu.
"Loh ngga bisa gitu dong, pokoknya kara bakalan tetap di sini sampai bi enduy datang. Iya kan kar? Kamu mau kan temani dikara di sini, sampai bi enduy datang?." Dan setelahnya lengkara pun mengangguk saja, menyetujui ucapan sang mama.
Seperginya amara dan avel, suasana terasa hening. Hanya suara alat makan yang dikara guna kan yang terdengar saling beradu, dan suara dari ponsel lengkara yang saat ini sedang bermain game.
Tak ada percakapan, sebelum mata lengkara sedikit melirik ke arah dikara yang hendak bangkit dari tempat tidur. Dan tentu, gadis itu terlihat kesusahan.
"Sini gue bantuin." Tangan lengkara sudah berada di bahu serta lengan dikara yang berhasil membuat gadis itu tersentak kaget dengan kehadirannya.
"Ngga usah, gue bisa sendiri." Tolaknya dengan sedikit kasar menghempas kan tangan lengkara dari tubuhnya.
Dan lengkara sendiri merutuki diri, karna tak sadar memegang tubuh gadis itu tanpa persetujuan.
"Lo ngga bisa, jadi biar gue bantuin." Lengkara kembali mendekat untuk membantu karna tubuh dikara yang masih lemas, di tambah selang infus yang mempersempit pergerakannya.
"Lo budeg ya? Gue bilang ngga usah ya ngga usah, udah deh. Lebih baik lo pulang sana, gue ngga butuh lo ada di sini." Sentaknya dengan kesal, dia sudah bilang kan jika dia masih kesal dengan ucapan lengkara tempo hari.
"Dasar keras kepala." Setelah mengatakan itu, dengan cepat lengkara mengangkat tubuh dikara ke dalam gendongannya, membuat dikara sendiri terbelalak kaget namun dengan spontan mengalung kan sebelah tangannya di leher pemuda itu, dan tangan satunya lagi memegang infus.
"Kambing gila, turunin gue!."
"Ngga, cewek gila kayak lo ngga bisa di biarin."
Setelahnya, lengkara pun berjalan mengantar dikara untuk masuk ke dalam kamar mandi. Dan habis itu tanpa meminta izin, dia kembali mengendong dikara untuk kembali ke tempat tidur dan tak lupa menyelimuti bagian kaki sampai ke pinggang, sebab baju pasien yang dikara pakai sedikit tersingkap.
Lalu setelah itu dia kembali berjalan ke arah sofa, yang di iringi oleh umpatan kasar dari mulut dikara.