Kontrak 365 Hari

Kontrak 365 Hari

Bab 1

Jihan keluar dari ruangan dokter dengan wajah tertunduk lesu. Seakan sedang memikul beban yang berat, Jihan sampai kesulitan menegapkan badannya. Langkahnya bahkan gontai.

"Harus pinjam kemana uang sebanyak itu.?" Gumam Jihan putus asa.

Rasa-rasanya tidak mungkin dia bisa mendapat pinjam sebanyak itu dari seseorang.

Mau pinjam ke Bank pun tidak punya jaminan. Di perusahaan juga punya batasan jika karyawannya ingin mengajukan pinjaman. Staff biasa seperti Jihan mana boleh meminjam uang 200 juta.

Ya, sebanyak itu uang yang di butuhkan Jihan untuk membiayai operasi Ibunya. Lalu dari mana Jihan bisa mendapatkan uang 200 juta dalam waktu 2 hari.?

Gajinya sebagai staff perusahaan saja hanya 7 juta perbulan. Cuma cukup untuk membayar sewa rumah, biaya kuliah adiknya dan biaya hidup keluarganya selama 1 bulan.

Terlahir menjadi anak pertama, mau tidak mau Jihan harus menjadi tulang punggung keluarga sejak Papanya meninggal 1 tahun lalu. Dia punya adik laki-laki yang baru masuk kuliah 1 tahun lalu, dan Mamanya juga sudah sakit-sakitan sejak lama. Jadi Gaji Jihan selama ini habis untuk keperluan keluarganya.

Selama 2 tahun bekerja di perusahaan, Jihan punya tabungan yang jumlahnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan 200 juta.

Mungkin Jihan harus menabung selama 6 sampai 7 tahun untuk mengumpulkan uang sebanyak itu.

"Kak Jihan, bagaimana kata Dokter.? Mama bisa di operasi secepatnya kan.?" Cecar Juna yang berdiri di depan ruang rawat inap Mama mereka.

Laki-laki 18 tahun itu terlihat tidak sabar mendengar kabar baik dari Kakaknya. Masalahnya kondisi Mama mereka sudah kritis, kalau tidak cepat di operasi, bisa memperburuk kondisinya.

Tapi Juna tidak tau kalau biaya operasi Mamanya sangat mahal.

Jihan diam cukup lama, dia bingung harus memberikan jawaban seperti apa agar adiknya tidak sedih. Kalau bicara jujur, Juna pasti akan kepikiran. Bisa-bisa menganggu kuliahnya.

Jihan akhirnya terpaksa berbohong, demi kebaikan adik satu-satunya.

"Bisa Dek, dua hari lagi Mama akan di operasi. Kita harus banyak berdoa agar nanti operasinya lancar dan Mama bisa sehat lagi." Kata Jihan seraya mengusap punggung adiknya.

Juna seketika bernafas lega begitu mendengar Mamanya akan di operasi dalam waktu dekat. Tapi Juna tidak berfikir jauh soal biaya rumah sakit, mungkin karena Jihan tidak mengeluhkan soal biaya di depannya, jadi membuat Juna berfikir kalau biaya operasi Mama mereka masih bisa tanggung oleh Kakaknya.

Jihan lantas melirik tajam di pergelangan tangannya, dia harus segera kembali ke kantor karna jam istirahatnya hampir habis. Beruntung lokasi rumah sakit tepat Mamanya di rawat tidak jauh dari kantornya.

"Kakak harus balik ke kantor. Kamu jagain Mama ya, kalau ada apa-apa langsung telfon Kakak aja." Kata Jihan yang di tanggapi anggukan kepala oleh Juna.

Wanita berusia 25 tahun itu lantas buru-buru kembali ke kantor menggunakan taksi online. Jihan tidak sempat makan siang, sampai di kantor jam istirahatnya sudah habis karna harus bolak-balik rumah sakit dan konsultasi dengan Dokter. Terlebih harus terjebak macet beberapa menit di jalanan, alhasil hanya bisa mengganjal perut dengan roti yang dia bawa dari rumah.

"Kamu kemana aja Jihan.?" Suara Diana hampir membuat Jihan tersedak roti. Jihan menyambar air mineral di atas meja dan langsung meminumnya.

"Kak Diana bikin kaget aja, untung nggak keselek.!" Bibir Jihan mengerucut pada mantan senior di kampus sekaligus sahabatnya itu. Hampir 7 tahun bersahabat, kedekatan Jihan dan Diana sudah seperti saudara. Tidak hanya ada di saat senang, tapi juga di saat duka.

Diana hanya terkekeh kecil. Wanita 28 tahun itu memang sedikit jahil, tidak heran kalau Diana malah menertawakan Jihan.

"Kamu baru balik dari rumah sakit.? Gimana keadaan Mama.?" Raut wajah Diana berubah jadi mode serius. Dia sengaja ijin pada atasannya hanya untuk menemui Jihan dan menanyakan kabar Mama Jihan yang sudah seperti Mama kandung sendiri bagi Diana.

Jihan menunduk lesu. Dia meletakkan sisa roti di atas meja kerjanya. Tiba-tiba jadi tidak nafsu makan, perut yang tadinya masih keroncongan, sekarang sudah tidak merasakan apa-apa lagi.

Jihan memikirkan uang 200 juta untuk biaya operasi Mamanya 2 hari lagi.

"Mama harus di operasi dua hari lagi Kak. Biaya operasinya nggak sedikit, aku nggak tau harus cari uang sebanyak itu dari mana." Lirih Jihan dengan suara tercekat. Di satu sisi dia ingin Mamanya di operasi agar cepat sembuh, tapi di sisi lain Jihan bingung bagaimana caranya mendapatkan uangnya.

"Memang berapa biayanya.? Kakak ada sedikit tabungan, kamu pakai saja dulu." Kata Diana.

"Kalau kurang, nanti Kakak coba tanyain sama Mas Aji. Siapa tau Mas Aji ada tabungan lebih." Tuturnya antusias. Diana benar-benar sahabat terbaik, dia tidak ragu menawarkan uang tabungannya untuk dipinjamkan pada Jihan. Bahkan sampai menawarkan tabungan suaminya juga.

Jihan menggeleng cepat, dia tidak mungkin merepotkan sahabatnya dengan meminjam uang ratusan juta. Diana dan suaminya saja banyak kebutuhan, masih harus cicil rumah, mobil dan biaya keperluan anaknya.

"Aku nggak mau ngerepotin Mba Diana. Jumlahnya nggak sedikit Mba, 200 juta." Tutur Jihan lesu.

Diana sampai membulatkan matanya karna tercengang, tidak mengira biaya operasi orang tua Jihan sampai 200 juta. Diana pikir sekitar 100 juta, tidak lebih.

"Apa.?!! 200 juta.? Jihan, kamu nggak salah denger kan.? Coba kamu tanyakan lagi sama dokternya. Siapa tau kamu salah denger karna sedang kalut. " Ujar Diana karna terlalu kaget mendengar nominal fantastis untuk biaya operasi orang tua Jihan.

"Beneran Mba, aku sudah pastiin dua kali." Kata Jihan yakin.

Jihan lantas mengamati keadaan sekitar, di ruangannya sedang sepi. Beberapa staff sedang meeting setelah jam istirahat. Hanya ada Jihan di ruangan itu bersama Diana.

"Apa aku jual diri saja ya Mba.?" Ujarnya putus asa.

"Astaga Jihan.! Kamu itu ngomong apa.! Jangan ngawur. Kamu mau bayarin operasi Mamamu pakai uang yang nggak halal.?" Tegurnya mencoba menyadarkan kekhilafan Jihan.

Diana paham posisi Jihan, dia sedang terdesak keadaan, tapi bukan berarti harus jual diri untuk mendapatkan uang.

"Tapi nggak ada pilihan lagi Mba. Uang sebanyak itu harus aku cari dimana dalam waktu 2 hari.?" Suara Jihan bergetar, matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis.

"Kamu tenang dulu, nanti Mba usahain pinjam sama Pak Shaka. Dia bukan Bos yang pelit, uang 200 juta juga nggak ada artinya buat dia." Kata Diana sambil mengusap pundak Jihan.

"Mba Jihan serius.?" Jihan menatap penuh harap.

Diana mengangguk yakin.

"Aku pastikan hari ini sudah ada uangnya." Ujarnya.

"Tapi aku butuh waktu lama untuk melunasinya. Apa nggak masalah.?" Jihan mendadak pesimis.

"Nggak usah pikirin itu, Pak Shaka nggak pernah perhitungan sama Mba."

"Sudah dulu ya, Mba harus ke ruangan Pak Shaka. Do'ain semoga dikasih pinjaman." Kata Diana.

"Aamiin. Makasih banyak ya Mba." Jihan hampir saja menangis, tapi langsung di tepuk pundaknya oleh Diana.

"Nggak usah cengeng.! Mba pergi dulu." Diana bergegas pergi. Jihan menghela nafas lega. Jika Diana berhasil mendapat pinjam untuknya, maka Mamanya bisa segera di operasi.

Terpopuler

Comments

Tiwi

Tiwi

keren

2024-11-12

0

siti siti

siti siti

waooo sahabat rasa saudara

2024-11-09

0

Anonymous

Anonymous

keren

2024-10-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!