Di balik tirai kemewahan dan kekuasaan, Aruna menyembunyikan luka yang tak terobati, sebuah penderitaan yang membungkam jiwa. Pernikahannya dengan Revan, CEO muda dan kaya, menjadi penjara bagi hatinya, tempat di mana cinta dan harapan perlahan mati. Revan, yang masih terikat pada cinta lama, membiarkannya tenggelam dalam kesepian dan penderitaan, tanpa pernah menyadari bahwa istrinya sedang jatuh ke jurang keputusasaan. Apakah Aruna akan menemukan jalan keluar dari neraka yang ia jalani, ataukah ia akan terus terperangkap dalam cinta yang beracun?
Cerita ini 100% Murni fiksi. Jika ada yang tak suka dengan gaya bahasa, sifat tokoh dan alur ceritanya, silahkan di skip.
🌸Terimakasih:)🌸
IG: Jannah Sakinah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Seiring berjalannya waktu, hidup Aruna dan Revan semakin dipenuhi kebahagiaan dan tantangan baru sebagai orang tua. Bayi mereka, yang kini diberi nama Aluna, nama yang mereka pilih karena memiliki makna cahaya, tumbuh dengan cepat. Aluna yang kini berusia beberapa bulan mulai menunjukkan senyum pertamanya, dan setiap kali Revan dan Aruna melihatnya, hati mereka dipenuhi dengan rasa cinta yang lebih besar dari sebelumnya.
Meskipun Aluna masih sangat kecil, dia telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Setiap pagi, Revan dan Aruna terbangun untuk melihat wajah kecil putri mereka yang lucu, tertidur dengan damai di ranjang bayi. Itu adalah pemandangan yang tak ternilai, yang mengingatkan mereka akan betapa berharganya hidup mereka bersama.
Aruna merasa bersyukur bahwa akhirnya ia dapat merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Sebelumnya, ia tidak tahu apakah ia akan pernah merasakan kebahagiaan seperti ini, terutama setelah melalui perjalanan penuh lika-liku dalam pernikahannya dengan Revan. Tetapi kini, dengan Aluna di pelukan mereka, ia merasa seolah-olah dunia telah memberi mereka hadiah yang luar biasa.
Sore itu, mereka duduk di ruang keluarga, dengan Aluna di pangkuan Aruna. Revan berada di samping mereka, terlihat begitu bangga. "Lihat, dia sudah mulai tertawa, Sayang," ujar Revan sambil tersenyum, melihat bayi mereka yang mulai menggoyangkan tubuhnya dengan tawa kecil.
Aruna menatap Aluna dengan penuh kasih, merasa hatinya terisi oleh kebahagiaan yang begitu murni.
"Dia seperti kamu, Sayang," ujar Aruna dengan senyum hangat. "Lihat betapa lucunya dia. Aluna seperti kamu di masa kecil." Revan tertawa kecil.
"Kamu memuji aku, Sayang. Tapi aku rasa dia lebih mirip kamu. Matanya juga persis seperti milikmu."
Aruna tertawa ringan, merasakan rasa bangga dan syukur yang luar biasa. Ia kini bisa melihat kembali semua perjuangan dan air mata yang pernah ia alami, dan menyadari bahwa semua itu berujung pada kebahagiaan yang lebih besar dari yang bisa ia bayangkan.
Hari-hari berlalu dengan penuh tawa dan keceriaan. Aruna dan Revan membesarkan Aluna dengan penuh kasih sayang. Mereka berusaha memberi yang terbaik untuk putri mereka, mulai dari memilihkan nama yang indah hingga mendidiknya dengan cinta. Setiap malam sebelum tidur, Revan dan Aruna bergantian menyanyikan lagu-lagu lullaby untuk Aluna, mencium pipinya yang masih lembut, dan merasa terhubung lebih dekat lagi sebagai sebuah keluarga.
Namun, meskipun kebahagiaan mereka semakin bertambah, hidup mereka tidak pernah sepenuhnya bebas dari tantangan. Revan tetap sibuk dengan pekerjaannya sebagai CEO, dan kadang-kadang Aruna merasa kekurangan waktu untuk dirinya sendiri. Tetapi, dengan dukungan Revan yang selalu hadir, ia belajar menyeimbangkan peran sebagai ibu dan istri.
Pada suatu malam, setelah selesai merawat Aluna, Aruna duduk bersama Revan di teras rumah, menikmati suasana malam yang tenang. Aluna sudah tidur nyenyak di dalam rumah, dan mereka berdua memiliki waktu sejenak untuk berbicara.
"Sayang, aku merasa sangat disayangi. Tapi kadang aku merasa ada begitu banyak yang harus aku lakukan. Aku tidak ingin kehilangan diri aku sendiri dalam peran baru ini," ujar Aruna dengan jujur, menatap suaminya.
Revan memandangnya dengan penuh pengertian. "Sayang, aku tahu ini tidak mudah. Tetapi aku juga tahu kamu adalah ibu yang luar biasa bagi Aluna. Kita harus menemukan keseimbangan, dan aku akan selalu mendukungmu. Kalau kamu butuh waktu untuk dirimu sendiri, kita bisa atur semuanya bersama."
Aruna merasakan ketenangan dalam kata-kata Revan. Ia tahu bahwa suaminya benar-benar peduli dan akan selalu ada untuknya, seperti ia selalu ada untuk Revan. Mereka berdua telah melalui begitu banyak cobaan, dan mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang tidak mungkin.
Kehidupan mereka sebagai keluarga kecil berjalan dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Setiap langkah mereka diisi dengan kesederhanaan yang berarti, meskipun dunia luar terus bergerak begitu cepat. Mereka belajar menghargai setiap detik yang mereka miliki bersama, menyadari betapa berharganya waktu yang terlewat bersama anak mereka yang masih kecil.
Aruna semakin kuat sebagai seorang ibu, sementara Revan semakin merasa bangga dengan keluarga kecil yang telah mereka bangun. Mereka tidak lagi hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk Aluna, yang menjadi pusat dari segala kebahagiaan mereka.
Meski masa depan masih penuh ketidakpastian, Aruna dan Revan merasa siap menghadapi apa pun yang datang. Mereka telah belajar bahwa yang terpenting dalam hidup adalah cinta, pengertian, dan komitmen untuk tumbuh bersama. Dengan Alya yang kini menjadi bagian dari hidup mereka, mereka merasa bahwa perjalanan mereka belum berakhir, ini baru saja dimulai.
Di tengah perjalanan ini, Aruna dan Revan tahu bahwa mereka akan selalu menghadapi tantangan, tetapi mereka juga tahu bahwa dengan cinta yang mereka miliki, mereka akan terus melangkah bersama, satu langkah demi satu langkah, menuju masa depan yang penuh harapan.
Kehidupan Aruna dan Revan semakin dipenuhi dengan kebahagiaan yang sederhana namun mendalam. Aluna, bayi mereka yang kini mulai belajar merangkak, menjadi pusat dari setiap momen yang mereka jalani. Setiap tawa dan senyum kecil Aluna memberi arti yang tak ternilai bagi Aruna dan Revan. Mereka berdua tahu bahwa kehidupan mereka telah berubah, tetapi perubahan itu adalah sesuatu yang sangat mereka syukuri.
Pada suatu pagi yang cerah, setelah menikmati sarapan bersama, Aruna duduk di samping Revan di teras rumah mereka, melihat Aluna yang sedang bermain dengan mainan barunya di halaman belakang. Angin sepoi-sepoi dan sinar matahari pagi menciptakan suasana yang tenang dan nyaman.
Revan memandang Aruna dengan tatapan lembut. "Kita sudah jauh, Aruna. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi kita. Kita sudah membangun keluarga kita, kita punya Aluna, dan kita juga punya satu sama lain. Apa yang kita inginkan sekarang?"
Aruna menatap suaminya, berpikir sejenak. "Aku ingin melihat Aluna tumbuh menjadi anak yang baik, yang bisa membawa kebahagiaan dan kebaikan di dunia ini. Aku ingin kita selalu ada untuknya, memberikan yang terbaik yang bisa kita berikan. Tapi... aku juga ingin kita berdua tidak hanya hidup untuk anak kita. Aku ingin kita tetap menjaga cinta kita."
Revan tersenyum, lalu meraih tangan Aruna dan menggenggamnya erat. "Aku juga ingin itu, Sayang. Kita tidak boleh lupa untuk saling mencintai dan menjaga hubungan kita. Kita berdua adalah fondasi bagi Aluna, dan kalau kita kuat, dia juga akan kuat. Kita harus terus berbagi waktu bersama, tidak hanya sebagai orang tua, tetapi juga sebagai pasangan."
Aruna mengangguk setuju. "Aku ingin lebih banyak waktu bersama, Sayang. Tidak hanya di akhir pekan, tapi setiap hari. Mungkin kita bisa merencanakan liburan kecil bersama, atau hanya berjalan-jalan di taman, seperti yang dulu kita lakukan."