Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibawa Pergi
Setelah diusir oleh Abimayu, bukannya pergi. Gerald justru duduk di hadapannya, di kursi yang ditempati Infiera.
“Ge, kenapa lo malah duduk di sana?” tanya Abimanyu heran, sebentar lagi istrinya akan kembali dari toilet, bagaimana kalau rekannya itu bertemu dengannya? Itu pasti akan menimbulkan keributan. Gerald adalah salah satu dosen yang masuk ke geng Bu Gina yang suka bergosip.
“Memang kenapa, sih, Bi, kalau gue duduk di sini? Lagian Bu Almira ga ada. Ke mana dia? Biar gue nyapa dia dulu.”
“Lo bicara apa? Sana pergi. Jangan ganggu!”
“Kenapa gue harus pergi? Orang meja gue di sana.” Gerald menunjuk salah satu meja yang masih kosong. Dia bahkan menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan kalau dirinya sudah memesan meja itu untuk malam ini.
Abimanyu terkejut dengan hal itu. Gawat! “Lo makan di sini?” tanyanya, kembali memastikan.
“Tentu saja. Lo pikir buat apa gue booking tempat kalau engga makan? Mau jadi joki supaya tempatnya keliatan rame? Ada-ada saja. Tempat ini sudah rame tanpa gue jadi jokinya.” Gerald tertawa, seolah apa yang ditanyakan Abimanyu adalah lelucon. Padahal, bukan itu yang ditertawakan oleh Gerald.
Gerald sedang menertawakan kepanikan Abimanyu saat ini. Dia tahu kalau Abimanyu tidak datang dengan Almira, karena sebelum dirinya datang ke restoran itu, Almira masih bekerja bersama dengan beberapa dosen untuk persiapan ujian.
Walaupun tidak tahu pasti kalau Abimanyu datang bersama dengan Infiera, tapi dari reaksi paniknya kini dia yakin kalau rekan dosennya ini datang bersama dengan mahasiswanya, yang tak lain adalah istrinya.
“Lo datang sama siapa?” tanya Abimanyu semakin gugup.
“Gue? Tadinya gue mau ajak Infiera nge-date. Sayangnya, gue engga punya nomor ponselnya. Lo ada nomornya, ga? Gue mau hubungi dia, suruh datang ke sini.”
Abimanyu yang awalnya bingung memikirkan bagaimana caranya lolos dari Gerald kini dibuat terkejut, dia langsung memasang wajah serius.
“Lo bicara apa?”
Gerald menaikkan kedua alisnya bingung. “Kenapa lo terlihat kesel?”
“Siapa yang kesal?” tanya Abimanyu mengelak. “Gue hanya terkejut. Lo jangan ganggu mahasiswa yang mau ujian. Biarkan mereka belajar.”
“Oh, ya? Bener juga. Harusnya gue nyuruh mereka belajar, bukannya ngajak nge-date,” ucap Gerald penuh sindiran.
Abimanyu terlihat salah tingkah, karena ucapannya sendiri. Dia berdehem sebelum berkata lagi, “Te-tentu saja. Oh, iya, gue duluan, ya.” Abimanyu bangkit dari duduknya.
“Loh? Mau ke mana? Bukannya Almira belum kembali? Di mana dia? Apakah dia di toilet?”
Abimanyu menatap Gerald dengan perasaan jengkel, karena pria itu terus berasumsi kalau dirinya datang bersama dengan mantan kekasihnya, yakni Almira.
“Gue engga datang sama Almira.”
“Lah? Terus sama siapa, dong?”
Abimanyu menghela napas berat, tidak mau menjawab. “Gue duluan, ya.”
Abimanyu tidak menunggu lagi Gerald mengatakan banyak hal. Dia bergegas menuju ke pintu masuk rooftop untuk menyusul Infiera yang belum juga kembali.
Sepeninggal Abimanyu, Gerald tertawa puas melihat wajah Abimanyu yang berubah-ubah. Mulanya bingung, terus kaget, tapi dia juga kesal saat dirinya mengatakan ingin mengajak mahasiswanya untuk nge-date. “Siapa suruh lo masih diem-diem bae!” gerutu Gerald, menatap Abimanyu yang kini sudah menghilang di balik pintu.
“Ge, kamu kenapa tertawa?” tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja menghampirinya. “Lalu, kenapa kamu duduk di sini? Sepertinya, mejanya bekas orang dan belum dibersihkan.”
Gerald menyeka matanya yang basah karena terus tertawa. Dia menatap wanita paruh baya yang baru saja bicara. “Mam, itu meja kita.” Gerald menunjuk, tapi masih belum berhenti tertawa.
“Kamu kenapa, sih, Ge? Jangan bilang kalau kamu gila karena belum menikah juga?”
“Haha ... apaan, sih, Mam? Ge masih waras, kok. Yang ga waras itu orang yang baru saja pergi, yang duduk di sini.”
“Memang siapa?”
“Ada lah, Mam. Mami juga kenal, tapi nanti saja kita bicarakannya. Ayo, kita ke sana dulu. Supaya pelayan membersihkan meja ini.”
Gerald mengajak sang ibu menuju meja yang sudah dipesannya terlebih dahulu beberapa hari yang lalu.
***
Setelah meninggalkan Gerald, Abimanyu melangkah menuju toilet wanita. Dia menunggu di luar dan mengirimkan pesan pada istrinya.
[Kamu masih di toilet?]
Cukup lama pesan itu tidak dibaca, apalagi dibalas. Abimanyu beberapa kali melirik ke arah toilet setiap kali ada orang yang keluar dari sana. Tidak mungkin dia masuk untuk memeriksa, yang ada dirinya akan diteriaki penjahat, karena sudah sembarangan masuk ke dalam toilet.
Lebih dari sepuluh menit, pesan Abimanyu baru mendapat balasan. [Mas, ceritanya sangat panjang. Aku sekarang ada di jalan menuju mal bersama Sania dan yang lainnya untuk nonton.]
Abimanyu mengerutkan keningnya dengan balasan pesan yang dikirimkan oleh istrinya. “Nonton?” gumam Abimanyu pada dirinya sendiri, dia kembali bertanya, [Kirimkan alamatnya, biar mas susulin kamu.]
Abimanyu tidak ingat jelas mahasiswa yang bernama Sania, tapi sepertinya Sania yang dimaksud adalah gadis yang selalu tampil modis dengan barang-barang branded. Abimanyu juga sempat memberikan hukuman pada gadis itu, karena pernah bersikap tidak sopan padanya. Entah kenapa, Abimanyu merasa sedikit curiga dengan kepergian Infiera yang tiba-tiba bersama dengan temannya yang bernama Sania.
Jika memang benar, Sania yang dimaksud adalah gadis itu. Abimanyu sangat yakin kalau istrinya tidak terlalu dekat dengannya, jadi bagaimana mungkin dia mengajak istrinya untuk nonton begitu saja, saat mereka bertemu tidak sengaja.
Abimanyu melajukan mobilnya menuju ke sebuah mal, saat pesan balasan diterima dari istrinya. Hanya membutuhkan waktu 10 menit saja dari restoran tempat mereka makan. Abimanyu segera berjalan cepat menuju ke arah bioskop. Tetapi, sebelum itu Abimanyu terlebih dahulu membeli pakaian ganti, supaya dirinya tidak mudah dikenali. Abimanyu mengenakan topi hitam yang menutupi sedikit wajahnya.
Abimanyu menanyakan keberadaan Infiera. Istrinya berkata kalau dia sudah masuk ke dalam bioskop. Mau tidak mau, Abimanyu juga membeli satu tiket untuknya dan juga popcorn berukuran besar. Infiera sudah menjelaskan posisinya duduk, jadi saat Abimanyu masuk, dia langsung melihat keberadaan sang istri.
Wajahnya memerah saat dia menyadari kalau Infiera duduk diapit dua pria. Di sebelah kanan salah satu pria, Abimanyu melihat seorang gadis, yang dia kenali sebagai mahasiswa bernama Sania. Dia sangat yakin kalau istrinya saat ini merasa tidak nyaman.
Abimanyu melangkah mendekati mereka berempat dan duduk tepat di belakang Infiera. Indera pendengarannya tersentak saat dia mendengar pembicaraan Sania dan juga pria di sebelahnya. “Mereka cocok, ya? Dia juga cantik.” Pria di sebelah Sania hanya mengangguk sebagai jawaban.
Lalu Sania meneruskan, “Dia bisa mengencaninya. Lumayan, gadis lugu sambil berbisik.” Pria di sebelahnya lagi-lagi hanya mengangguk, tapi kini dia sedikit tertawa sambil sesekali melirik ke arah Infiera.
Abimanyu yang mendengar hal itu mengepalkan tangannya kuat. Benar saja dugaannya kalau ada yang tidak beres dengan tiba-tiba mahasiswa bernama Sania mengajak istrinya menonton. Padahal, mereka tidak terlalu dekat.
...Jangan lupa tap like-nya dan tinggalkan komentar. Jika ada kritik, silahkan sampaikan dengan santun dan segera author akan perbaiki. Satu bab lagi nanti malam, ya. Belum sempat revisi soalnya. Happy reading....