Kirana, gadis berusia 20 tahun yang baru saja menginjak semester tiga di kampusnya, ternyata sudah pernah menikah dan bercerai.
Rian, Dosen Fisika paling killer se-kampus yang biasanya hanya mengajar mahasiswa tingkat akhir dan S2, malah tiba - tiba menjadi dosen Kirana.
Siapa sangka, dosen killer itu adalah Rian yang sama yang pernah menikahi dan menceraikannya tiga tahun yang lalu.
Saat hatinya sudah mantap melupakan masa lalu, Kirana justru bertemu kembali dengan orang yang paling dia hindari selama ini.
Apakah Kirana masih mengharapkan cinta Rian?
Atau Kirana justru berpaling pada Radit, sang Ketua BEM yang menaruh hati padanya?
Mungkinkah Kirana justru bermain hati dengan Raka, mahasiswa baru dari luar negeri yang tiba - tiba jadi pacar pura - puranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hermosa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Rasa yang Pernah Ada
Kirana yang tadinya masih marah tiba - tiba menangis. Wajah nya shock. Ia tak tahu bahwa ia telah melukai hati temannya, bahkan bukan sekarang tapi sejak beberapa tahun yang lalu. Rian yang melihatnya segera memarkirkan mobil di depan sebuah supermarket, menggamit lengan Kirana dan memeluknya.
Tak tahan melihat gadis yang pernah mengisi relung hatinya ini merasa terluka. Kirana lama menangis tertahan di dada bidangnya. Untuk kemudian masing – masing dari mereka menyadari sekarang mereka ada dimana.
“Kamu udah makan belom?”, tanya Rian saat wanita di depannya ini mulai merasa tenang.
Kirana nampak menggeleng, ia terlanjur buru – buru datang menghampiri Rian tanpa melanjutkan makannya.
Ya, beberapa waktu lalu dia sedang berada di kantin bersama Ghea. Mereka sudah memesan makanan tetapi Kirana malah pergi begitu saja. Mana dia tahu kalau ternyata itu akan membawanya jauh ke tempat ini bersama Rian.
“Aku mau ayam.”, ucap Kirana.
Tiba - tiba Kirana meminta sekenanya sambil menyeret Rian memasuki sebuah restoran America tepat di sebelah supermarket tempat mereka berhenti.
“Aku mau paket yang ini sama ini. Trus tambah satu eskrim.”, kata Kirana lantang.
Gadis ini memang terkenal dengan mood swing nya. Tiba - tiba mudah menangis. Lalu tiba - tiba bisa merasa lega dan baik sendiri. Buktinya sekarang dia sudah berniat memoroti Rian.
“Ehm.. Oke.”, Rian hanya mampu mengiyakan permintaan gadis ini.
Lagi pula ia sedang sedih, ia kenal betul disaat kapan Rana akan memesan Fried Chicken favoritnya ini. Saat Kirana sangat bahagia, dan saat dia sedang ada masalah.
“Kamu nggak mau bales pesannya?”, tanya Rian.
Sedari tadi, dia belum lagi melihat Kirana membalas pesan itu. Rana sudah sibuk menangis lebih dulu.
Tak banyak orang yang datang ke restoran cepat saji saat itu. Begitu mengantri, mereka langsung dilayani. Setelah melakukan pemesanan, makanan mereka langsung datang.
Kirana tidak menjawab pertanyaan Rian. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan melahap ayam – ayam yang dipesannya.
Rian hanya bisa memandangnya. Gadis itu masih menyisakan butiran air mata di pipinya. Tadi dia sudah ingin melihat isi pesan itu. Pesan apa yang membuat gadis riang keras kepala ini menangis, tapi Kirana menolaknya.
Rian belum lagi membaca pesan dan mengerti kenapa Kirana menangis. Dia hanya memiliki beberapa dugaan yang sudah pasti semua meleset. Tapi, dibanding mencecar Kirana dengan banyak pertanyaan, dia memilih untuk menunggu.
“Makannya pelan – pelan. Kamu bawa tas kan? Abis ini kita nggak usah balik ke kampus.”, ucap Rian.
Kirana melongo.
“Tapi aku nggak bawa tas. Ya ampun, aku baru inget, tadi aku lagi makan ama Ghea dan aku ninggalin tas aku begitu aja.”, kita Kirana menepuk jidatnya.
Pantas saja tadi Ghea berteriak untuk memanggilnya. Kirana pikir, tadi Ghea hanya posesif saja ditinggal. Tetapi ternyata Kirana lupa membawa tas miliknya.
“Kasihan teman kamu. Memang tidak mudah jadi orang yang dekat sama kamu.”, ucap Rian, antara sarkas atau curhat.
“Trus mau kemana? Pulang? Aku bisa dimarahi Mama.”, ucap Kirana polos
“Ke Mall.”, kata Rian.
“Dengan baju seperti ini”?, kata Kirana
“Ganti di rumah aku.”, ucap Rian
“Apa?”, Kirana hanya bisa bengong.
“Pakaian kamu masih ada beberapa di rumah. Jadi kamu masih bisa pakai itu.”
“Nggak ah. Aku mau ke kafe aja.”, protes Kirana.
“Diem.”
“Ihhh... jangan tarik – tarik aku belom makan es krimnya.”, protesnya lagi.
“Beli yang baru di Mall.”
“Mau yang itu.”
“Kamu kira AW cuma satu?” Kirana cuma bisa memasang death glare nya ke arah Rian. Tapi dia biasa saja.
--------------
Kenapa dia bersikap begini? Kenapa orang – orang jadi bersikap aneh di waktu bersamaan. Kenapa semuanya malah ngacauin hati aku. Apa ini namanya problem remaja. Ahhh bodo... Mau problem remaja, problem peralihan, jalanin aja dulu.
“Mau di beliin barbie nggak?”, tanya Rian.
“Aku bukan anak kecil lagi.”, Kirana tidak percaya pada apa yang dia dengar
“Ya udah mau buku Fisika”, ucap Rian.
“Kamu kira aku anak Einstein?”, protes Kirana
“Jutek banget sih. Aku lagi nyelamatin kamu. Siapa yang nganterin kamu ke bandara?”
“Toh nggak ada gunanya.”
Mereka sudah sampai di sebuah Mall, salah satu Mall besar dan mewah. Rian berkeliling dengan santai dari lantai yang satu dengan lantai yang lainnya. Ia bahkan tak segan – segan memegang tangan mungil Kirana. Awalnya risih, tapi kemudian dia merasa biasa.
Tak ada detik yang mereka lewatkan tanpa beradu argumen. Ternyata Rian membawanya menuju sebuah tempat bermain. Cukup besar, dia membeli koin lumayan banyak seakan ingin mencoba seluruh permainan yang ada di tempat ini.
Dan memang benar, satu jam berikutnya Rian memainkan hampir seluruh permainan, setidaknya dia tidak naik kereta – kereta – an atau mobil – mobilan khusus anak - anak.
Dia mulai dari permainan memukul kepala anjing kemudian balap motor dan tembak – tembakan. Rian juga bermain drum. Ternyata kemampuannya bermain masih sama seperti yang dulu. Lelah memainkan hampir semuanya.
Rian dan Kirana keluar dari tempat itu dan menuju sebuah food court di lantai atas. Karena masih kenyang, mereka memilih membeli minuman segar saja.
Sudah lebih dari 3 jam mereka menghabiskan waktu di Mall itu. Tapi Rian tampak belum ingin pulang. Lagipula ini belum jam pulang sekolah. Dia kemudian menarik lengan Kirana dan menuju sebuah bioskop, Kirana terlihat bosan dan memilih duduk di sebuah bangku di depan bioskop itu.
“Kamu mau nonton ini.”
“Ogah ah serem.”, Rian memperlihatkan tiket bioskopnya, film horror 3D, tentu saja Kirana ogah – ogahan.
“Salah kamu kenapa nggak ikut aku milih, ya udah masuk. Filmnya bentar lagi mau di mulai.”
Ponsel Kirana terdengar berdering. Dari Radit.
“Lo dimana? Kita mau rapat jam 5 sore di kafe depan kampus ya.”
“Rapat mulu, kan kemaren udah. Jangka waktu pengerjaan yang kemaren juga ampe 3 hari kan?”
“Ehm.. ada hal mendadak yang perlu di omongin. Lo cabut ya? Gue tadi nyamperin lo di kelas, kata- temen – temen lo nggak ada.”
“Ngapain lo pake nyamperin gue ?”, Ponsel Kirana ditarik paksa oleh Rian.
“Ngapain sih kamu ?” Kirana langsung protes.
“Film nya udah mau mulai.”
Ternyata filmnya benar – benar menyeramkan, hantunya keluar seakan ingin menerkam penontonnya. Tentu saja ini 3D. Kirana berkali – kali berteriak dan menutup telinganya, sedangkan Rian hanya bisa tertawa melihatnya. Kirana bahkan berniat mencopot kacamatanya tapi lagi - lagi ditahan Rian.
“Kamu harus liat ampe abis. Masa gitu aja takut.”
2 jam Kirana terjebak dalam situasi mengerikan. Waktunya untuk pulang, karena seharusnya sudah 1 jam yang lalu kelas terakhirnya selesai. Ia harus ke kafe memenuhi panggilan Radit. Rian justru membawanya kembali ke rumahnya dan menawarkan diri untuk mengantarkan, tapi Kirana menolak. Ia minta di panggilkan taksi saja.
--------------
“Raka, cowok ini ingin bergabung di kepanitiaan acara BEM Fakultas. Berhubung kita juga kurang orang, gue nerima dia. Sekarang gue minta bantuan lo buat ngejelasin semua progress acara kita. Bisa kan ?”
“Oh oke .. Lo langsung balik?”
“Maunya sih gitu.”
“Sip deh.”
Kini tinggal Kirana dan Raka di kafe itu. Ia menjelaskan semua isi acara, bagian, bagian panitia, bahkan memperkenalkan mereka satu – persatu lewat foto. Raka hanya mengangguk – angguk tanda paham.
“Bagus juga.”
“Ini bukan sekedar bagus, tapi luar biasa. Seumur hidup, lo nggak bakal nemu acara sebagus ini.”
“Acara kayak gini banyak di Paris, bahkan bukan cuma yang seperti ini doang.”
“Terserah lo. Kalo udah nggak ada yang mau ditanyain lagi, gue mau cabut.”
“Udah malem, nggak mau gue anter pulang aja?”
“Nggak usah, gue mau ke kampus dulu. Ada beberapa file yang mau gue ambil.”
“Kalau gitu gue temenin, sekalian gue anter pulang. Lagian kan karena gue, lo harus pulang malem.”
“Terserah lo.” Kirana sudah lelah untuk sekedar beradu argumen dengan makhluk satu ini.
Kirana berjalan memasuki kampus, Raka jalan di belakangnya. Lelaki itu kembali memasang earphone-nya. Mobilnya ia tinggalkan di parkiran kafe, lebih aman.
Kirana berjalan menuju ruang BEM sementara Raka memilih menunggunya di depan perpustakaan. Ia malas kalo harus naik tangga. Entahlah dasar cowok manja.
Lama ia menunggu, mungkin sekitar 10 menitan. Merasa bosan ia mencoba untuk berjalan menaiki tangga. Baru saja di pertengahan anak tangga ia mendengar lamat – lamat suara seseorang dari ruangan disampingnya.
“Gue udah capek harus denger semua bacot lo, dit.”
“Gue emang sibuk. Dan gue kesana cuma buat nganter Raka nemuin Kirana.”
“Bukan itu yang gue maksud, tapi elo yang beberapa hari ini lebih terlihat intens bareng dia. Dan waktu itu, kenapa kalian datang bareng ke kafe depan. bukan sama panitia lain?”
“Atau yang anak – anak bilang bener. Lo beneran suka ama Kirana? Dan lo ngedeketin gue cuma buat jadi donatur acara ini?”
“Maksud gue nggak gitu. Kenapa sih lo selalu nggak rasional belakangan ini.”
“Kenapa ? Semua itu benarkan? Lo suka ama Kirana ? bahkan bukan dari kemarin, tapi dari dua tahun yang lalu ?”
Radit terdengar menarik nafas.
“Iya, gue suka ama Kirana. Puas lo ?”
Lamat – lamat Raka mendengar suara Kirana turun dari anak tangga. Kirana sendiri kaget melihat Raka yang sudah ada disana. Bahkan ia jauh lebih terkejut lagi ketika Raka menariknya, dan menciumnya. Kirana kaku, pikirannya kacau, ia bingung.
Radit yang keluar dari ruangan itu menghidupkan lampu tangga yang mati karena sepertinya ia ingin ke lantai atas namun sudah terlanjur terkejut melihat adegan yang dilihatnya di depan mata kepalanya sendiri. Disusul oleh Fay yang setengah berlari keluar, mungkin untuk mengejar Radit. Mereka terpaku sesaat.
udah nunggu stgh tahun kyknya...
hihiii wkwkwk
ayo thor kirananya cpt2 dikasih hidayah
aqu pusinggg lht ego Rana..
lbh pusingggg lg nunggu kak. mosa nih..
up nya luamaaaaaaaa🤭🤣
kak Mosa..
dikit amat...
nunggunya luamaaaa.... 😩
ditunggu up nya