NovelToon NovelToon
Brondong Untuk Kakak Cantik

Brondong Untuk Kakak Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Anak Genius / Anak Kembar / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kehidupan seorang balita berusia dua tahun berubah total ketika kecelakaan bus merenggut nyawa kedua orang tuanya. Ia selamat, namun koma dengan tubuh ringkih yang seakan tak punya masa depan. Di tengah rasa kehilangan, muncullah sosok dr. Arini, seorang dokter anak yang telah empat tahun menikah namun belum dikaruniai buah hati. Arini merawat si kecil setiap hari, menatapnya dengan kasih sayang yang lama terpendam, hingga tumbuh rasa cinta seorang ibu.

Ketika balita itu sadar, semua orang tercengang. Pandangannya bukan seperti anak kecil biasa—matanya seakan mengerti dan memahami keadaan. Arini semakin yakin bahwa Tuhan menempatkan gadis kecil itu dalam hidupnya. Dengan restu sang suami dan pamannya yang menjadi kepala rumah sakit, serta setelah memastikan bahwa ia tidak memiliki keluarga lagi, si kecil akhirnya resmi diadopsi oleh keluarga Bagaskara—keluarga terpandang namun tetap rendah hati.

Saat dewasa ia akan di kejar oleh brondong yang begitu mencintainya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 – Gadis Kecil yang Bangun

Ruangan itu terasa hangat pagi itu. Cahaya matahari menembus tirai tipis, menyinari ranjang mungil di mana seorang balita tengah terbaring. Monitor jantung berdetak stabil, suara "beep" teratur menjadi musik paling indah setelah berhari-hari penuh ketegangan.

Dr. Arini duduk di kursi samping ranjang, masih tak percaya dengan apa yang baru ia lihat semalam. Balita korban kecelakaan itu yang sempat koma selama hampir dua minggu akhirnya membuka mata. Dan sejak saat itu, rasa hangat yang sudah lama bersemayam di hati Arini semakin menguat.

Anak itu kini terjaga, duduk dengan tubuh lemah, boneka kelinci yang sudah lusuh tetap erat dalam pelukannya. Mata bulatnya menatap sekitar dengan penuh rasa ingin tahu, meski jelas ada kesedihan yang samar di sana.

“Bagaimana perasaanmu, sayang?” tanya Arini lembut sambil mengelus kepala anak itu.

Balita itu menoleh, bibir mungilnya bergerak. “Sakit… di sini,” ia menunjuk pelipisnya yang masih diperban. Suaranya lirih, tapi jelas.

Arini tersenyum haru. “Iya, wajar kalau sakit. Kamu hebat sekali, Nak. Kamu sudah kuat bertahan.” Ia menahan air mata yang hampir jatuh.

Seorang perawat masuk, membawa catatan perkembangan pasien. “Dok, kesadarannya bagus sekali. Tidak ada tanda-tanda komplikasi sejauh ini. Memang aneh, anak seusia ini biasanya masih linglung, tapi dia… terlihat paham.”

Arini mengangguk kecil. Ia pun memperhatikan lagi tatapan anak itu. Benar, ada sesuatu yang berbeda. Seolah ia bisa merasakan situasi, meski baru berusia dua tahun.

---

Hari-hari berikutnya, gadis kecil itu mulai pulih. Ia lebih sering duduk di ranjang, bermain dengan bonekanya, dan sesekali menatap jendela. Namun ia jarang sekali berbicara banyak. Arini mengerti, itu mungkin karena trauma.

Setiap ada waktu senggang, Arini selalu datang menemaninya. Kadang membawakan buku cerita bergambar, kadang membawakan jus buah. Sesekali, ia mengusap kepala kecil itu dan membisikkan doa.

“Nak, kamu tahu nggak? Tante Arini seneng banget bisa lihat kamu sehat lagi,” katanya suatu sore.

Anak itu menoleh, menatapnya lama, lalu tiba-tiba berkata, “Tante… Mama mana?”

Pertanyaan sederhana itu menghantam dada Arini seperti pisau. Ia tercekat, hampir tak bisa menjawab. Bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa mama dan papa anak ini sudah tidak ada?

Ia menelan ludah, lalu mengelus pipi kecil itu. “Mama… sekarang sudah tenang di tempat yang indah, sayang.”

Anak itu diam. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Lalu, tanpa sepatah kata, ia menyandarkan kepalanya di pangkuan Arini. Saat itu, air mata Arini pun pecah. Ia memeluk erat tubuh mungil itu, seakan berjanji dalam hati bahwa ia tak akan pernah membiarkannya sendirian lagi.

---

Beberapa hari kemudian, Arini pulang lebih cepat dari rumah sakit. Ia menemukan Bagas, suaminya, sedang duduk di ruang kerja rumah mereka, menatap tumpukan dokumen perusahaan.

“Mas…” Arini masuk perlahan, membawa segelas teh hangat.

Bagas mendongak, tersenyum tipis. “Istriku sudah pulang. Capek, ya?”

Arini duduk di kursi sebelahnya. Ia terdiam cukup lama, lalu menarik napas dalam.

“Mas… aku mau ngomong sesuatu. Penting.”

Bagas menutup dokumen dan menatapnya penuh perhatian. “Apa itu?”

“Anak kecil korban kecelakaan bus kemarin… aku sudah merawatnya sejak dia masuk IGD. Mas tahu kan, orang tuanya meninggal di tempat.”

Bagas mengangguk pelan. “Aku baca di berita. Kasihan sekali.”

Arini menunduk, jemarinya saling menggenggam gelisah. “Mas… aku ingin mengadopsinya. Aku merasa… Tuhan menitipkan anak itu untuk kita.”

Ruangan itu mendadak hening. Bagas menatap istrinya lama, berusaha membaca kesungguhan di matanya. Ia tahu, empat tahun pernikahan mereka tanpa anak membuat Arini sering menangis diam-diam. Ia pun tahu, betapa besar kasih sayang istrinya pada setiap pasien kecilnya.

“Arin…” Bagas menghela napas panjang. “Ini keputusan besar. Adopsi itu nggak semudah membawa pulang anak. Ada proses hukum, ada persetujuan keluarga korban, ada juga kesiapan kita.”

“Aku tahu, Mas. Aku sadar itu. Tapi… aku nggak bisa membiarkan dia sendirian. Aku merasa… kalau aku ninggalin dia, aku akan menyesal seumur hidup.” Suara Arini bergetar, matanya berkaca-kaca.

Bagas menatapnya lama, lalu tersenyum lembut. Ia menggenggam tangan istrinya. “Kalau itu yang benar-benar kamu mau, aku akan mendukungmu. Kita jalani bersama-sama.”

Air mata Arini jatuh seketika. Ia memeluk suaminya erat-erat. “Terima kasih, Mas…”

---

Keesokan harinya, Arini memberanikan diri menemui pamannya, dr. Hendra, Direktur Rumah Sakit Utama Bagaskara. Beliau adalah sosok berwibawa, tegas, tapi berhati baik.

“Om, aku mau bicara soal anak kecil korban kecelakaan itu,” Arini memulai dengan suara hati-hati.

Hendra mengangguk, menyilakan keponakannya duduk di kursi ruang kerjanya. “Anak itu? Bagaimana kondisinya sekarang?”

“Alhamdulillah, membaik. Sudah bisa jalan pelan, sudah mau bicara. Tapi… Om tahu, dia sekarang sendirian.”

Hendra menghela napas. “Iya, Om tahu. Kasihan sekali.”

Arini memberanikan diri. “Om, aku ingin mengadopsinya. Aku sudah bicara dengan Bagas, dia setuju. Kami berdua siap jadi orang tua untuk anak itu.”

Hendra langsung terdiam. Wajahnya serius, alisnya mengernyit. “Arini… Om tahu kamu sayang sama anak-anak. Tapi kamu nggak bisa gegabah. Kamu dokter, kamu harus paham prosedur. Adopsi bukan hal mudah. Bagaimana kalau ternyata masih ada keluarga anak itu? Kakek-neneknya, om, tante, atau siapa pun?”

“Tapi Om—”

“Tidak, Arini.” Suara Hendra tegas. “Om nggak mau kamu kecewa. Kita harus pastikan dulu, baru bisa bicara soal adopsi.”

Arini menunduk. Hatinya perih mendengar penolakan itu. Tapi ia juga mengerti, pamannya benar. Tidak boleh ada satu pun keluarga kandung yang diabaikan.

“Kalau begitu… izinkan aku merawatnya dulu, Om. Sampai semua jelas.”

Hendra menatapnya lama, lalu menghela napas. “Baiklah. Kamu boleh merawatnya selama di rumah sakit. Tapi jangan berharap lebih dulu.”

Arini mengangguk patuh, meski dalam hatinya doa tak berhenti.

---

Hari-hari berikutnya, Arini semakin dekat dengan anak kecil itu. Ia memanggilnya Celin nama yang ditemukan di kalung kecil yang terlepas dari lehernya saat kecelakaan.

Celin mulai ceria kembali. Ia sering duduk di pangkuan Arini, menyuapi dirinya sendiri dengan sendok kecil, bahkan tertawa kecil ketika Arini membacakan cerita bergambar. Para perawat sering berkomentar, “Dokter Arini itu seperti ibunya.”

Namun di balik semua itu, ada proses panjang yang harus dijalani. Bagas, sang suami, diam-diam mulai mencari tahu asal-usul keluarga Celin. Ia menyewa orang kepercayaannya untuk menelusuri data kependudukan, mencari apakah masih ada sanak saudara yang bisa mengasuhnya.

Minggu demi minggu berlalu. Hingga suatu malam, Bagas pulang membawa kabar.

“Arin…” katanya sambil menyerahkan map cokelat. “Aku sudah dapat hasil penyelidikan.”

Arini menatapnya dengan jantung berdebar. “Bagaimana, Mas?”

Bagas membuka map itu. “Kedua orang tuanya memang yatim piatu. Mereka merantau, hidup sederhana, dan tak punya saudara kandung. Tidak ada catatan keluarga dekat. Hanya ada teman-teman kerja, tapi bukan keluarga. Artinya… Celin benar-benar sendirian.”

Arini tertegun. Air matanya langsung menetes. Ia menutup mulutnya, tak percaya dengan kenyataan itu. “Jadi… benar-benar nggak ada siapa-siapa lagi?”

Bagas mengangguk. “Tidak ada.”

Arini menatap suaminya dengan penuh haru. “Mas… berarti kita bisa…?”

Bagas tersenyum tipis. “Kita bisa mulai proses adopsi, Arin. Kita urus semuanya sesuai hukum. Celin akan resmi jadi anak kita.”

Saat itu, Arini tak bisa menahan tangisnya. Ia menengadah, berdoa syukur kepada Tuhan. Lalu memeluk Bagas erat-erat. “Terima kasih, Mas. Aku janji… aku akan jadi ibu terbaik untuknya.”

---

Malam itu, Arini kembali ke rumah sakit. Celin sudah tidur pulas di ranjangnya, boneka kelinci masih dipeluk erat. Arini duduk di sampingnya, mengelus rambut halus itu sambil berbisik.

“Nak… mulai sekarang kamu nggak sendirian lagi. Mama akan jagain kamu. Selamanya.”

Seolah mendengar dalam tidurnya, Alya tersenyum kecil. Senyum polos seorang anak yang akhirnya menemukan rumah baru untuk hatinya.

Bersambung

1
Cindy
lanjut kak
Tiara Bella
Juan bahayain ya tktnya Celin kejebak aja
Noey Aprilia
Hhhmmm....
cakra msti lbih crdik dong....ga cma mlindungi celin,tp jg nyri tau spa juan sbnrnya....mskpn s kmbar udu nyri tau jg sih....
Noey Aprilia
Mngkn tu orng emng brmsalah d luarn sna,tp krna mlutnya mnis ky gula jd dia bsa bkin orng lain prcya....mga aja celin ga kna bjuk rayu setan.....😁😁😁
Tiara Bella
tw²hbs aja hehehe..
Dewi Nafiah
terus lah berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari celin dan ortunya
Mochika mochika
ok
Noey Aprilia
Mngkn juan sngja dtng buat mnghncurkn kluarganya celin,enth dndm msa lalu atw apa....tp yg psti,cakra bkln sllu mlindungi celin.....
Noey Aprilia
Hhhmmm.....
nmanya jg cnta.....ttp brjuang cakra,kl jdoh ga bkln kmna ko....
Cindy
lanjut kak
Noey Aprilia
Smngt trs y cakra.....
kjar celine mskpn cma dgn prhtian kcil,ykin bgt kl klian brjdoh suatu saat nnti.....
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
/Determined//Determined//Determined/
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Aiih jadi inget dulu 😄 kalo soal bintang berjejer 3 🥲
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Kasian juga ga bisa menikmati masa remaja
Noey Aprilia
Diam2 suka y cakra....
ga pa2 sih mskpn beda usia,yg pnting tlus....spa tau bnrn jdoh....
Tiara Bella
wow brondong makin didepan.....
🟢≛⃝⃕|ℙ$ Fahira Eunxie💎
akhirnya muncul juga nih cowoknya, uhhh... Cakra sedang jatuh cinta... cinta pada pandangan pertama/Shy/
Noey Aprilia
Waahhhh....
nongol jg nih clon pwangnya celine.....
msih pnggil kk sih,tp bntr lg pnggil ayang....🤭🤭🤭
Cindy
lanjut kak
Tiara Bella
ehhhh brondongnya si Cakra ini kah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!