”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 - Perjanjian
Braaak.
Pintu dibuka.
Mirna datang, terhuyung-huyung lalu jatuh di depan Elden. Pria itu tak ada respon. Saat itu, Moza malah terbangun. Elden tak sibuk melihat kondisi Mirna yang tiba-tiba tergeletak di depannya. Pria itu malah memegang tangan mungil Moza, lalu mengecupnya lembut. "Sayang, ayo pulang." Tegasnya, masih dingin tak peduli ke arah Mirna sama sekali.
"M-mirna ngapain di sini?" tanya Moza heran.
"Gue gak tau, biasa drama."
Elden lantas menggandeng Moza keluar dari ruangan, seseorang tiba-tiba saja datang, selepas Elden pergi.
Mirna menghela napasnya berat. Air matanya jatuh, bahkan dalam keadaan dia berpura-pura sakit sekalipun, Elden tak pernah berniat peduli padanya meski hanya sedikit.
Nimbuz masuk ke dalam ruangan. Pria itu terkejut dengan adanya Mirna di sana.
"Lo ngapain di sini!" ketus Nimbuz.
"Lo gak lihat, gue lemes gini!" protes Mirna. Mengingat kalau yang memosting foto berdua Moza dan Elden adalah Nimbuz, Mirna kembali kesal.
"Apa sih mau lo, posting di Instagram fotonya Elden sama Moza!" protes Mirna dengan wajahnya yang ditekuk.
"Hah? Hak gue kan. Akun akun gue." Remeh Nimbuz yang lantas mengusir paksa Mirna agar keluar dari ruangan genknya.
Mirna pun terpaksa menurut, masih saja drama manisnya tak membuahkan hasil apapun. Gadis itu sedih bukan main. Tapi, apa mau dikata, dia tak punya kuasa atas Elden.
****
—Di villa.
Lagi-lagi, Elden tak langsung ke apartemennya. Dia ingin bermain-main dengan peran yang ia mainkan. Kalo di apartemen, dia harus berpura-pura cuek pada Moza, agar Devano menganggap atau menangkap hal lain di kepalanya.
"Sayang, ajarin aku bisa gak?" tanya Elden, suaranya direndahkan saat pria itu duduk di sofa.
Moza pun terdiam, nyaris dag dig dug, kalo Elden yang meminta sesuatu padanya.Tapi, gadis itu menoleh.
"Pangku sini." Panggil Elden. Moza terpaksa menurut, meski masih ragu.
"Lo mau apa?"
"Ajarin gue."
Lagi, Elden mengulang permintaannya, Moza pun mengiyakan, duduk di atas pangkuan Elden. Dia gugup bukan main.
"M-mau diajarin apa?" tanyanya.
Elden tersenyum, sikunya tertumpu di lengan sofa. Satu tangannya merangkul pinggul Moza. "Ajarin gue caranya gak ngerasa asem pas berhenti rokok."
Moza mengangkat bibir atasnya. "Itu kan bagian dari konsekuensi perjanjian kita!" ketusnya.
"Bagian konsekuensi yang lain juga ada, Sayang." Elden merendahkan suaranya, tatapannya menajam ke arah Moza. Tangannya semakin menarik pinggul Moza mendekat ke arahnya. Hingga wajah mereka sangatlah dekat.
Moza kembali gugup. "A-apaa?"
"Bibir kamu, Sayang." Tekan Elden, yang mendekatkan bibirnya ke arah Moza. Gadis itu nyaris tak berkutik. Tapi, lisannya berusaha menolak.
"Tadi, sebelum gue tidur. Kita udah ciuman! Kenapa-"
"Aku juga ngerokok tiap jam, salahnya dimana?" tanya Elden lagi. Moza kembali tak punya kuasa atas dirinya sendiri setiap Elden menatapnya sedekat ini.
"El, aku-"
"Cium duluan, Sayang. Coba." Bisik Elden, menggoda ke arah Moza. Gadis itu terbelalak.
"Gue bukan cewek tinggi libido!" protesnya asal. Elden pun tertawa. "Kalo gitu, biar gue bimbing supaya tinggi."
Usai berkata demikian, Elden menyambar bibir tipis Moza, tangannya terulur di punggung Moza mengusap naik turun, hingga membuat Moza terbawa arus oleh kelakuannya.
Moza tak melawan ketika Elden mengecup ceruk lehernya dalam, hingga meninggalkan bekas kiss mark yang menurut Elden seksi.
Masih tak bersuara juga, Moza hanya terdiam, tatapannya seolah meremang. "Kenapa, suka ya?" tanya Elden, menggodanya nakal.
"Elden, sorry gue mau turun. Punya lo ganjel." Sergah Moza yang seketika sadar. Tapi, Elden menahan gadisnya. "Gak, tetap aja duduk. Biar gue lakuin sesuatu, please nurut." Titahnya.
Moza nyaris gugup, ketika Elden memejamkan matanya, menyandarkan kepalanya penuh di sofa. "Pinggulnya, Za."
"Ke-kenapa?" tanya Moza, takut tapi dia juga tak bisa menolak pesona Elden.
"Gerakkan." Titah Elden lagi, dia berusaha setengah mati menahan gejolak di tubuhnya. Benar benar sesulit itu. Tapi, kali ini Elden ingin memberi Moza pelajaran sesat sejenak.
"Gue gak tau." Balas Moza. Elden pun tersenyum, matanya terbuka, sendu tapi penuh arti. Digendongnya Moza ke kamar mandi tanpa ragu. Gadisnya nyaris tak bisa melawan, apalagi mata Elden seperti memberikan titah seolah jangan berani membantah.
Setelahnya pria itu menempelkan tubuh Moza Didinding, ditatapnya gadisnya lembut. Lalu, berbisik kecil. "Bantu aku sayang, mau lepas."
"Lepas apa?" tanya Moza bingung. Elden menurunkan gadisnya, mengarahkan tangan kecil Moza dibalik rissletingnya. "Usap, genggam."
Moza tak bisa melawan. Sungguh tak ada tenaga, tapi dia melakukannya. Elden meletakkan kepalanya di bahunya. Mengigit Moza kecil. "Arkh, Sayang. Bilang kapan aku bisa gini sama kamu?" tanyanya.
Moza gugup. "Habis ujian kalo nilai kamu bagus. Lupa?"
Elden mengangguk, terus menahan tangan mungil Moza lalu kembali menatap sendu ke arah Moza, mengecup dalam bibir gadisnya tanpa syarat, sembari meminta Moza beraksi kecil dengan tangan mungilnya.
****
Di Apartemen Elden.
Nimbuz datang ke sana, bersama Niel dan Zon. Ada Jia juga.
"Katanya jam 5 sore ngumpul di sini, Elden mana sih?" tanya Niel, matanya memindai seluruh ruangan.
"Tuh tanya babu Devano." Sahut Zon malah.
Nimbuz pun mengiyakan. "Lhah iya ya, kenapa gue gak kepikiran sih! Woy, Elden mana?" tanya Nimbuz. Yah ketiga teman Elden dibukakan oleh Jagur sejak tadi. Devano hanya menghela napasnya berat, lalu menggelengkan kepalanya. "Gue gak tau."
"Masak babu gak tau dimana majikannya!" ledek Nimbuz lagi.
"Berarti dia babu matre," sahut Niel.
"Dia babu yang gak mau dibayar, soalnya kelakuannya nyampah." Sahut Zon sembari menghidupkan rokoknya.
Semua pun tertawa.
Hahahahaha
Devano mulai kesal, tapi pria itu segera pergi. Untuk mengerjai Elden, Devano meletakkan bedak gatal di atas sofa yang nantinya pasti akan duduki Elden, karena itu kursi favoritnya.
Tak lama, ketiga teman Elden datang ke ruangan dimana Devano meletakkan bedak gatal itu. "Anjir ada Nintendo, main yuk." Ajak Nimbuz.
"Gak ah, gue mau nunggu Elden aja," sahut Zon malas.
Jia pun duduk di samping Zon. "Zon, kenapa ya semenjak Moza sama Elden, aku jarang bisa hubungi dia,"
Zon pun tersenyum. "Karena Elden itu penguasa, kalo udah punya cewek, jangankan mau mandi, napas aja harus dia jagain."
Jia terkekeh. "Seposesif itu?"
Zon mengangguk. "Iya, sama kayak aku ke kamu."
Hem!
Nimbuz terbatuk menggoda. "Gak usah ganggu mood gue jadi pengen cipokan tau!" protesnya.
"Gak ada Elden, ada Zon. Jadi iblis semua." Sahut Niel, menimpali.
Zon pun tertawa. "Syela bawa aja kenapa, biar double date."
Ting tong!
Tiba-tiba bel apartemen berbunyi lagi. Teman teman Elden terkejut, karena pintu sudah dibuka. Ternyata Ourel.
"Ourel?" tanya Nimbuz. Gadis cantik itu tergesa mencari sesuatu di kamar dimana ia melakukan hal itu bersama Devano, melihat kehadiran Ourel, Devano tertegun. Sekaligus heran, kenapa perempuan itu ke kamar dimana ia melakukan malam indah bersama Moza. Gegas, Devano menyapa gadis itu. Dia penasaran.
"Hai, lo siapa?"