"Jadilah istri Tuan Roger agar hutang paman menjadi lunas!"
Nazura tidak mampu menolak perintah sang paman untuk menikah dengan orang yang bahkan sama sekali belum pernah ia temui. Namun, meskipun berat tetap ia lakukan untuk membalas jasa sang paman yang sudah membesarkan.
Setelah pernikahan itu terjadi, ternyata kehidupan Nazura tidaklah lebih baik. Justru kesabarannya terus diuji.
Lantas, bagaimana kisah Nazura selanjutnya? Akankah gadis itu menemukan kebahagiaan?
Simak Kisahnya di sini.
Jangan lupa dukung karena dukungan kalian sangat berarti ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GPH 32
"Ro-Roger, kamu berani menamparku?" Soraya menatap Roger tidak percaya. Ia memegang pipi yang terasa panas karena tamparan tangan Roger. Lelaki yang sejak dulu bersikap lembut kepadanya.
"Aku tidak suka kamu menghina istriku!" balas Roger. Tidak ada rasa sesal sedikit pun meski itu adalah pertama kali dirinya menampar Soraya setelah sekian lama selalu melimpahi wanita itu dengan kasih sayang.
"Bukankah apa yang aku katakan itu memang sebuah kenyataan. Dia itu tidak sebanding dengan dirimu. Gadis kampungan dan miskin itu sudah membutakan hati dan pikiranmu. Sadar, Roger!"
Soraya memejamkan mata saat melihat Roger sudah mengangkat tangan hendak menamparnya lagi. Namun, tangan lelaki itu mengapung di udara saat melihat Nazura yang bergerak cepat berdiri di depan Soraya. Menghalangi wanita itu agar tidak terkena tamparan lagi.
"Tuan, saya mohon jangan pernah menampar Nona Soraya lagi." Nazura menatap Roger dengan sangat memelas dan itu justru membuat Roger menjadi sekaligus kesal. Bahkan, Roger menganggap istrinya sangatlah lemah.
"Kenapa kamu membela dia? Bukankah dia sudah menghinamu? Aku akan memberi pelajaran kepada siapa pun yang berani menyakitimu!" Roger masih berbicara dengan nada tinggi karena kesal dengan apa yang dilakukan oleh Nazura. Yang diinginkan Roger adalah Nazura bersikap tegas dan melawan kepada siapa pun yang sudah menghinanya.
"Tuan, seharusnya yang Anda tampar adalah saya. Supaya saya bisa sadar diri kalau ternyata saya hanyalah gadis rendahan seperti yang Nona Soraya katakan dan tidak akan pernah sebanding dengan Anda." Nazura menghapus air mata dengan cepat karena tidak ingin jika Roger sampai melihatnya.
"Jangan mencari simpati," sindir Soraya. Namun, Nazura sama sekali tidak menggubris ucapan wanita itu.
"Tuan, seharusnya saya sadar kalau memang kita tidak akan pernah bisa bersatu. Maaf, kalau saya pernah menaruh harapan yang begitu tinggi. Kita memang sangat berbeda seperti apa yang Nona Soraya katakan. Saya bukan anak orang kaya, bukan wanita dari kelas tinggi. Saya hanyalah gadis yatim piatu yang harus berjuang keras agar tetap bisa bertahan hidup." Nazura menjeda ucapannya untuk menghirup napas dalam, sedangkan Roger hanya membisu mendengarkan setiap kalimat wanita itu. Hatinya terasa ikut berdenyut.
"Tuan, maaf bila sekarang saya akan pergi sejauh mungkin dari Anda. Saya hanya ingin diri ini sadar kalau secara kasta saja kita sudah sangat berbeda. Maaf, Tuan. Perihal utang itu, saya tetap akan mencoba melunasi walaupun Anda sudah menganggap lunas, sedangkan saya masih merasa berhutang karena kita menikah dalam waktu yang sebentar dan itu tidak sebanding dengan nominal hutang paman," imbuhnya.
"Na, kamu yakin tetap akan melunasi hutang itu?" tanya Roger memastikan. Nazura pun mengangguk dengan cepat. "Kalau begitu aku akan memberi dua pilihan kepadamu."
"A-apa, Tuan?" Nazura mendongak dan menatap Roger yang sedang tersenyum licik. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa curiga kepada suaminya. Sepertinya lelaki itu memiliki rencana yang mungkin saja buruk untuknya.
"Karena kamu ngeyel maka aku akan mengikuti apa kemauanmu. Serahkan rumah peninggalan orang tuamu sebagai gantinya dan hutang pamanmu itu akan benar-benar lunas kalau tidak mau maka kamu harus membayar hutangmu dalam waktu dua hari. Kalau kamu tidak mampu membayarnya maka kamu tetap berada di dekatku sampai kapanpun. Kalau bisa sampai maut memisahkan kita," ujarnya.
Nazura membulatkan bola matanya penuh. Roger benar-benar memberikan pilihan yang sulit untuknya. "Saya tidak bisa memilihnya, Tuan." Nazura berbicara lirih.
"Tapi kamu harus tetap memilihnya. Kalau tidak ...." Roger menghentikan ucapannya dan mengambil ponsel dari saku jas yang dikenakan lalu menghubungi salah satu anak buahnya. Padahal hal itu dilakukan hanya untuk mengancam Nazura seperti biasa.
"Jangan apa-apakan paman saya, Tuan. Baiklah, saya akan melepaskan rumah peninggalan orang tua saya kepada Anda," ucap Nazura pada akhirnya.
Hal itu sontak membuat senyum Roger memudar dan raut wajahnya dipenuhi dengan kekecewaan. Ia pikir Nazura tetap ingin berada di dekatnya karena tidak mau kehilangan rumah berharga itu. Namun, nyatanya Nazura tetap memilih untuk pergi hingga membuat Roger benar-benar kecewa.
Berbeda dengan Roger yang tampak kecewa, Soraya justru tersenyum senang dalam hati meskipun ia merasa sakit hati karena Roger sudah mulai jatuh cinta dengan Nazura. Setelah ini, Soraya akan melakukan apa pun untuk merebut hati Roger kembali.
"Kamu yakin?" tanya Roger cepat.
"I-iya, Tuan." Nazura mengiyakan dengan cepat. Lalu menyerahkan kunci rumah tersebut kepada Roger. Setelahnya, Nazura pun memilih untuk pergi dari sana. Menjauh sejauh-jauhnya dari Roger karena tidak ingin nyawanya selalu dalam bahaya.
Walaupun tanpa disadari kita sudah sama-sama memiliki rasa, tetapi aku sadar kalau keadaan tidak akan pernah memberi restu kepada kita untuk bersatu. Kita jauh berbeda seperti bumi dan langit maka biarkan aku pergi sebelum perasaan ini semakin dalam. Aku khawatir jika nantinya luka ini justru kian menganga kalau kita tetap memaksa untuk bersama.
suka nih peran cewe begini