“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mh 1
BAB 1
Mahira 25 tahun, guru matematika, cantik perpaduan oriental dan Nusantara, pipi sedikit cuby, dengan tubuh proporsional, kulit kuning langsat.
Mahira melihat ke arah cermin, kemudian tersenyum.
“Ah, akhirnya aku menikah juga, Mas Rangga,” ujar Mahira penuh harap.
Sekolah dari SD sampai SMA sama, pacaran selama 5 tahun tentu saja sudah sangat layak untuk melangsungkan pernikahan.
Mahira mencoba menelpon Rangga untuk menanyakan besok akan datang jam berapa bersama keluarga, tapi sayang ponsel Rangga tidak aktif.
Tiba-tiba saja seorang pria asing datang ke kamar Mahira, mukanya babak belur.
Mahira kaget ada pria asing masuk kamarnya, seingatnya kamar dia sudah dikunci.
“Siapa kamu?” tanya Mahira dengan suara terkejut.
“Tolong saya,” ucap pria itu lirih.
Pria itu sembunyi di pojokan lemari dengan tidak memakai baju atasan.
“Hey, cepat kamu keluar,” seru Mahira kesal.
Pria itu menangkupkan tangannya dengan penuh permohonan.
Mahira yang memang tidak tega akhirnya membiarkan lelaki itu berada di kamarnya.
Pria itu tampak mengambil sapu tangan dan menyeka sudut bibirnya yang berdarah.
Merasa tak tega, Mahira menghampiri pemuda itu dan memberikan tisu pada pria itu.
“Terima kasih,” ucap pria itu pelan.
“Ka Mahira!” teriak Ratna, adik tiri Mahira.
Mahira kaget dan mendongak ke arah Ratna.
“Ka Mahira, besok kamu mau menikah tapi kenapa malah memasukkan lelaki ke kamar Kaka?” suara Ratna terdengar lantang.
“Tidak, Ratna,” Mahira membantah tergesa. “Aku tidak memasukkan pria ke kamar.”
Pak Harsono, bapak Mahira, datang.
“Mahira, apa yang kamu lakukan?” bentaknya tajam.
Mahira menelan ludah, bibirnya gemetar.
“Mahira, kenapa ada lelaki di kamar kamu?” sentak Rukmini, ibu tiri Mahira.
“Aku tidak memasukkan lelaki ke kamar aku,” bantah Mahira dengan nada tertekan.
Pria itu hendak berbicara.
“Bohong,” ucap Ratna sambil menunjuk. “Kamu tidak bisa menyangkal, Ka Mahira. Bikin malu saja. Kenapa kamu melakukan ini, padahal besok siang kamu akan menikah dengan Ka Rangga?” tuduh Ratna keras.
“Mahira!” bentak suara seseorang.
Mahira melihat ke arah sumber suara dan terkejut ternyata itu Rangga. Padahal dari tadi dia menghubungi Rangga tetapi tidak diangkat.
“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”
“Alah, kamu ini tidak bisa membantah, Mahira. Fakta dan nyata ada lelaki di kamar kamu,” kembali Rukmini menuduh Mahira dingin.
“Mahira, aku kecewa dengan kamu,” ucap Rangga, suaranya dingin. “Aku putuskan besok tidak jadi menikah.”
Deg. Jantung Mahira langsung berdebar kencang.
“Tidak, Rangga. Aku tidak mau membatalkan pernikahan kita. Semuanya sudah aku persiapkan, Rangga.”
“Aku tidak mau menikah dengan wanita bekas,” ucap Rangga tanpa ragu.
“Jangan dibatalkan pernikahannya, Rangga,” pinta Harsono dengan nada memohon. “Aku sudah mengundang semua orang. Kerabat saya sudah dalam perjalanan, besok subuh sampai, belum lagi tetangga. Jangan dibatalkan, Rangga. Kamu masih harus menikah.”
“Tidak bisa, Pak,” jawab Rangga tegas. “Bayangkan Bapak saya. Saya memang mencintai Mahira, tapi saya kecewa, Pak. Mahira selingkuh, Pak. Ini pengkhianatan, Pak.”
“Rangga,” ucap Mahira, kali ini suaranya lebih tegas, “tatap mataku.”
Rangga membuang pandangan seolah jijik terhadap Mahira.
“Tatap mataku, Rangga,” teriak Mahira dengan suara bergetar.
“Untuk apa aku menatap pengkhianat seperti kamu.”
“Ok, aku juga kecewa dengan kamu, Rangga,” tegas Mahira. “Lima tahun kita pacaran. Dari kecil kita sekolah bersama. Harusnya kamu tahu siapa aku. Lima tahun aku pacaran dengan kamu aku selalu menjaga jarak dengan kamu karena aku hanya ingin disentuh oleh suamiku.”
“Alah, kebanyakan ceramah, Ka Mahira,” kesal Ratna. “Ini ada lelaki di kamar Ka Mahira, jadi apa yang Ka Mahira katakan tidak ada gunanya, Ka.”
“Benar apa yang dikatakan oleh Ratna. Tidak mungkin wanita baik-baik memasukkan pria ke kamarnya,” tegas Rangga. “Aku semakin yakin membatalkan pernikahan ini.”
“Ok, tak masalah dibatalkan. Aku juga tidak mau punya suami yang tidak percaya sama aku,” kali ini suara Mahira terdengar sangat tegas.
“Kenapa dia tidak menangis menjerit, bukankah dia sangat mencintai aku,” pikir Rangga dalam hati.
“Tapi Nak Rangga, pernikahan besok tidak bisa dibatalkan. Kalau dibatalkan akan membuat malu keluarga,” ucap Rukmini cemas.
Mahira memandang aneh ke arah Rukmini. “Tumben dia peduli dengan urusan nama baik keluarga,” pikir Mahira dalam hati.
“Ya, Nak Rangga, mau taruh di mana muka Bapak kalau besok tidak ada pernikahan,” ucap Harsono panik.
“Ya, saya bisa menikah besok tapi tidak dengan Mahira,” ucap Rangga. “Sebenarnya saya tidak ada urusan dengan nama baik keluarga Bapak. Mahira sudah mengecewakan saya, jadi kalaupun saya pergi dan membatalkan pernikahan tidak masalah.”
“Ratna,” ucap Rukmini.
“Apa, Bu?” ketus Ratna.
“Kamu harus menyelamatkan nama baik keluarga ini,” pinta Rukmini semakin terdesak.
Ratna menggelengkan kepala. “Tidak bisa, Bu.”
“Ratna, tolonglah Bapak,” pinta Harsono memohon.
“Aku enggak mau, Pak,” jawab Ratna ketus. “Ka Mahira yang berbuat salah, kenapa aku yang harus dikorbankan.”
“Mahira,” bentak Harsono, “dasar anak sial. Kenapa kamu membuat masalah sebesar ini. Kamu hanya akan membuat Bapak malu, Mahira.”
“Bapak juga tidak percaya sama aku,” ucap Mahira lirih, air mata sudah turun membasahi pipinya.
“Ratna, tolonglah Ibu dan Bapak kamu, Nak. Hanya kamu yang bisa menyelamatkan keluarga ini, Nak,” lirih Rukmini memelas.
Sementara itu Mahira masih terisak menangis dan pemuda itu dengan tenang mengambil sarung lalu menyelimuti dirinya, duduk sambil meringkuk memakai sarung.
“Bu, aku ini masih muda, masih kuliah semester akhir. Masa depanku masih cerah, Bu. Ibu tega mengorbankan aku,” jawab Ratna kekeuh dan tidak mau mengalah.
“Ya siapa lagi dong, Nak. Mahira itu sudah mencoreng nama baik keluarga. Tolonglah, Nak, demi Ibu, Nak,” lirih Rukmini memohon lagi.
“Ok,” ujar Ratna.
Sekketika Harsono merasa lega. Ia tidak jadi menanggung malu.
“Tapi aku punya syarat,” lanjut Ratna sambil melipat tangan.
“Katakanlah, Nak?” tanya Harsono hati-hati.
“Aku mau Kak Mahira juga menikah dengan pria itu.”
“Keterlaluan kamu, Ratna!” bentak Mahira tak percaya.
“Kenapa itu syaratnya, Nak? Mintalah yang lain saja,” desah Harsono berharap.
“Pak, aku sudah berkorban menyelamatkan nama baik Bapak dan keluarga. Kalau besok aku menikah dengan Kak Rangga sementara Mahira tidak, apa kata orang, Pak? Orang akan menganggap aku perebut calon suami orang,” jelas Ratna panjang lebar.
“Benar itu, Pak,” timpal Rukmini cepat. “Anakku sudah mau menyelamatkan nama baikmu, loh. Aku tidak mau anakku jadi gunjingan tetangga, disebut perebut calon suami orang lagi.”
Harsono menoleh ke arah Rangga, sorot matanya cemas.
“Rangga, apakah kamu mau menikahi Ratna?” tanyanya dengan suara bergetar.
anak buah doni kah?
sama" cembukur teryata
tapi pakai hijab apa ga aneh