Novel ini merupakan kelanjutan dari cerpen Gara-gara Nolongin Bos Galak versi horor komedih nggak pakai putar.
Rachel nggak akan menyangka kalau pertemuannya dengan bos garang bin gahar malam itu merupakan awal dari segala kesialan dalam hidupnya. Asisten Pribadi yang menjadi jabatan yang paling diincar dan diinginkan para ciwik-ciwik di kantor malah jatuh pada cewek cupu macam Rachel, tapi dengan syarat dia harus mengubah penampilannya. Daaaan atraksinya menyambung rambut di salon malah membuat Rachel terus-terusan di ganggu makhluk halus. Akankah Rachel bisa melepaskan diri dari jeratan teror makhluk tak kasat mata itu? we never know...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina aka dian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Mas Liam
"Apa aku udah mati?" tanyaku lagi.
"Akan aku kabulkan jika kamu memintanya sekarang," ucap mas Liam. Aku yg mendengarnya beberapa langkah mundur ke belakang.
"Jangan takut! aku hanya bercanda, masuklah. Tenang di dalam aman kok," mas Liam tersenyum sedangkan aku antara aku harus percaya atau nggak aku masih bingung.
Tapi kayaknya Liam nggak bermaksud jahat, jadi aku ikuti aja dia.
Liam menyuruhku buat memasukkan beberapa digit angka, karena pintu ini sistem locknya pakai pasword angka. Rumah ini di perumahan elit dan bukan di apartemen. Tapi buat kesini dengan waktu yang sangat cepat, sampai saat ini akal sehatku belum bisa menerima itu semua.
Ketika pintu dibuka, keadaan rumah ini masih gelap gulita. Dan liam membuatnya seketika terang benderang.
"Masuklah," ucap Liam.
Dengan langkah ragu aku duduk di sofa, dengan muka yang otomatis shock pake banget.
"Aku tau, kamu pasti udah menyadari sesuatu, iya kan?"
"Jadi kamu?"
"Aku masih berkelana, Rachel. Aku nggak tau saat ini yang jelas aku ngerasa kalau ada sesuatu yang menahanku disini," ucap Liam. Dia duduk di sampingku. Aku baru nyadar kalau emang wajah mas Liam ini pucet banget.
"Mas, kamu ini apa bener adiknya pak Raga?" aku jebret nanya aja ke mas Liam, udah kepo tingkat dewa.
"Dia sudah cerita, ya? maaf, bukan maksud aku mau menutupi semua. Awalnya aku pun kaget, karena ternyata kamu bisa melihat aku..." ucapnya.
"Kakak ku Raga aja yang aku ikutin tiap hari, dia nggak tau dan nyadar tentang keberadaanku. Makanya pas aku ketemu sama kamu, aku seneng. Akhirnya aku nggak ngerasa kesepian lagi, akhirnya ada yang bisa aku ajak ngomong..." ucapnya sendu.
"Dengar aku Rachel, terlepas dari aku yang masih terkatung-katung gini nasibnya. Aku pengen ngasih tau kamu sesuatu..." lanjutnya.
"Apa itu? aku nautin kedua alis.
"Kalau hantu wanita itu mengikutimu, karena kamu memakai rambutnya. Dia menginginkan rambutnya kembali," ucap mas Liam.
"Rambut?"
"Rambut panjangmu ini bukan rambut asli milikmu, kan?" tanya mas Liam.
Aku mengangguk, "Ya, aku menyambungnya di salon..."
"Lalu aku harus gimana, Mas?" ucapku penuh kekhawatiran.
"Tenang aja, aku akan bantu kamu. Tapi kau juga harus bantu aku..."
"Apa?" aku menatapnya.
"Itu nanti bisa kita bicarakan lagi. Yang terpenting saat ini kita fokus pada rambutmu itu. Mungkin kamu harus mengguntingnya atau---"
"Nggak mungkin, karena yang menginginkan aku berambut panjang itu ya pak Raga. Dia yang minta aku..."
"Tapi dia nggak nyuruh kamu buat pakai rambut orang yang sudah meninggal juga, kan?" serobot mas Liam.
"Ya nggak sih, dia cuma bilang suruh aku gimana caranya supaya rambutku panjang gitu. Yang salah ya salonnya, aku kan nggak tau kalau yang disambungin ini rambut asli, dan apesnya orangnya udah meninggoy!" ucapku pegangin kepala.
"Udah, udah nggak usah stress. Nanti aku bantu kamu buat lepas dari hantu itu. Sekarang kamu istirahat aja, udah malam..."
"Tapi---"
"Tenang, dia nggak bakalan ngejar kamu sampai sini,"
"Maksudku, aku jadi ngeri ini rambut nempel di rambutku, Mas..." aku nunjukin rambutku yang panjang bergelombang.
Mas Liam ketawa kecil, "Tahan dulu aja, ntar aku tanyain sama dia. Dia maunya gimana supaya berhenti mengganggu kamu. Untuk sementara, disabarin dulu aja, oke?"
"Iya, Mas..." ucapku.
Mas Liam bangkit dan mengkode supaya aku ikut dengan dia.
"Kamu bisa istirahat di kamarku," ucapnya yang kemudian berjalan dan berhenti di depan sebuah pintu.
Dia membukanya.
Hal yang pertama yang aku lihat, kamarnya bersih dan rapi, atau apa yang keliatan dimataku ini hanya sebuah fatamorgana? Nggak tau, lah. Yang jelas di pandanganku saat ini, ada sebuah kamar yang bisa aku tempati.
"Boleh aku duduk disini?" aku menyentuh ranjang.
"Tentu, lakukan apa saja yang kamu mau, Rachel. Nggak perlu sungkan! semuanya bersih kok," kata mas Liam
"Karena walaupun aku nggak ada, tapi ada orang yang selalu datang untuk membersihkannya. Dia orang suruhan Kak Raga. Meskipun mulutnya sepedas cabai, tapi dia memiliki jiwa yang lembut. Ya meskipun sejak kecil aku nggak bisa akrab sama dia..." lanjutnya. Dia menekuk kakinya, setengah duduk di lantai.
"Kenapa? bukannya mas Liam jadi asistennya pak Raga? harusnya kalian bisa deket dong?" tanyaku.
"Karena ya emang kita nggak bisa deket. Meskipun aku udah melakukan banyak cara, termasuk menjadi asistennya, sebuah pekerjaan yang menguras tenaga, pikiran dan terutama emosi, iya kan?" ucap Mas Liam.
"Iya bener banget! emosi banget kalau udah beruruaan sama pak Raga emang!" kataku ngegas pol.
"Istirahatlah, aku akan berjaga di luar..." ucap mas Liam, dia bangkit dan berniat buat keluar tapi tangannya aku tarik.
"Disini aja, aku nggak terbiasa dengan ruangan ini. Kamarnya terlalu luas, pikiranku jadi parno-an terus yang ada," ucapku jujur.
Aku menyamankan diri aja duduk di tempat tidur dengan kaki dilurusin. Liam lagi ngelamun, nggak tau apa yang dia pikirkan.
"Sebenernya dia udah tau apa belum ya soal keadaan dia yang sebenarnya di dunia nyata?" batinku.
"Apakah mas Liam tertahan karena banyaknya alat medis yang maaih menyokong kehidupannya?" aku menatap pria di depanku ini.
Wajahnya yang sebenernya kalau diliat-liat nggak ada mirip-miripnya sama pak bos. Daribgaris rahang, hidung dan lainnya pun seakan mereka dua orang yang lahir dengan cetakan berbeda.
Tapi mungkin, emang nggak mirip aja kali ya. Tetanggaku juga anak-anaknya pada nggak mirip satu sama lain, tergantung pas emaknya hamil ngidam sinetron apaan. Kalau dia pas hamil suka nonton indiahe, anaknya agak mancung dan kulitnya sawo mateng. Dan yang kedua hamilnya katanya suka nonton film kungfu, anaknya gundul dan lama banget numbuh rambutnya ditambah matanya segaris kayak nggak niat buat melek gitu.
Diluar mulai gerimis, aku masih waspada kali aja si hantu minta rambutnya secara paksa malam ini.
"Nggak usah khawatir, kamu tidur aja. Kalau hantu itu datang, aku yang bakal turun tangan..." kata mas Liam.
"Iya," ucapku.
Dan ya, sikap mas Liam ini yang membuatku sangat nyaman, eh.
"Ya ampun, masa iya sih aku punya hati sama ---" aku seketika gelengin kepala, menepis semua pikiran itu.