Seorang bocah ikut masuk dalam mobil online yang di pesan Luna tanpa ia sadari karena mengantuk. Setelah tahu bahwa ada bocah di sampingnya, Luna ingin segera memulangkan bocah itu, tapi karena kalimat bocah itu begitu memilukan, Luna memilih merawat bocah itu beberapa hari.
Namun ternyata pilihannya merawat bocah ini sementara, membawa dampak yang hebat. Termasuk membuatnya berurusan dengan polisi bahkan CEO tempatnya bekerja.
Bagaimana kisah Luna membersihkan namanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lady vermouth, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
Luna muncul tepat saat mereka berhenti membicarakannya. Di tangan Luna sudah ada mangga untuk di buat jus.
“Saya permisi kembali ke depan, ya Pak,” pamit Bi Muti.
“Iya, Bi. Terima kasih gorengannya,” ujar Ian. Bi Muti pun kembali ke rumahnya.
“Di sana hanya ada mangga. Kamu mau, Elio?” tawar Luna seraya menunjukkan buah di tangannya.
“Kecut apa enggak?” tanya Elio.
“Enggak. Ini manis kok.”
“Ya! Aku mau!” Elio ternyata menyukai banyak buah asal punya rasa yang manis.
“Oke. Aku eksekusi dulu. Mau ikut buat jus?” Luna menawarkan bermain-main dengan blender.
“Emmm ... “ Elio melirik Ian. “Aku enggak boleh mainan seperti itu.” Bocah itu lesu. Luna ikut melihat ke arah Pak Ian. Agak lama. Pria ini mengerjap karena di pandangi Luna.
“Apa Elio boleh membuat jus dengan saya, Pak?” tanya Luna meminta pada pria ini. Elio Ian menoleh pada putranya yang menunduk. Lalu menoleh lagi pada Luna. “Bolehkan, Pak?” tanya Luna memohon.
Ian menggaruk keningnya.
“Itu berarti aku harus mengingkari peraturan yang aku buat sendiri.”
“Elio butuh banyak pengetahuan, Pak. Jadi aku rasa itu bukan sekedar main-main. Lagipula aku tidak akan membiarkan Elio menyentuh sesuatu yang berbahaya. Aku akan mengawasinya,” janji Luna.
“Baiklah kalau begitu.” Ian mengalah. “Aku ijinkan Elio membantumu.”
Mendengar itu, Elio mendongak dan melihat papanya dengan gembira.
“Benarkah, Pa?” tanya bocah itu tidak percaya. Ian mengangguk
“Oke! Kita mulai. Ayo Ian!” teriak Luna mengejutkan. Sampai-sampai Ian melebarkan manik matanya karena terkejut namanya di sebut.
Luna mengerjapkan mata. Merasa ada yang aneh. Kemudian membelalakkan kedua matanya karena sadar ia menyebut nama bos-nya ini.
“Eh!” Luna menutup bibirnya dengan tangan. Manik mata itu melirik ke arah Ian yang masih melihat ke arahnya. Seperti menanti kelanjutan reaksi Luna sudah menyebut namanya tanpa embel-embel sebutan ‘Pak’ di depannya. “Maaf, Pak Ian. Maafkan saya.” Luna langsung membungkukkan badan untuk meminta maaf. Elio tidak mengerti.
Ian tergelak pada akhirnya. “Iya. Tidak apa-apa. Ayo Berdiri. Jangan membungkuk terus,” kata Ian menerima permintaan maaf dari anak buahnya. Luna segera menegakkan tubuhnya seraya meringis malu.
“Saya ... Membuat jus dulu, Pak.” Luna menunjuk dapur kecilnya yang terlihat dari ruang tamu.
“Ya, silakan,” ujar Ian mempersilakan. Perempuan itu langsung mendekat ke Elio, lalu menyambar tangan bocah itu untuk di ajaknya pergi ke dapur.
“Ayo, Elio. Kita cepat ke dapur,” ajak Luna berbisik. Bocah itu ikut saja saat tangannya di tarik Luna. Di sana ia menyiapkan bahan dan alatnya.
**
Ian dari kursi ruang tamu memperhatikan perempuan itu sedang mengajari Elio mengupas mangga.
Elio tampak serius memperhatikan saat Luna mengupas mangga. Kemudian buah itu di letakkan dalam wadah bersih. Setelah satu buah mangga itu selesai di cuci, Luna meminta Elio memasukkan dalam blender.
“Jadi aku yang memasukkan buah ke dalam sini?” tanya Elio terkejut.
“Benar. Karena kamu sudah di ijinkan papa untuk melakukannya. Silakan.” Luna mempersilakan tuan muda ini untuk melakukannya.
Elio tampak takjub saat melakukan pekerjaan biasa itu. Selepas semua bahan di masukkan, Luna meminta Elio untuk menekan tombol. Awalnya ragu.
“Tekan yang agak keras jika kamu ingin segera minum jus, Elio,” perintah Luna. Elio mengangguk. Setelah yakin bisa, buah dan bahan lainnya pun di blender dengan sempurna.
Bola mata Ian tidak lepas dari kedua orang di sana. Terutama perempuan itu. Tangannya menggaruk dagu pelan. Ia berpikir mereka begitu dekat. Berbeda dengan Naura.
Apa aku salah jika hanya mengikuti surat wasiat darimu, istriku? Aku rasa aku keliru. Maaf jika aku mulai ragu soal surat wasiat darimu.
... ______...