CINTA DIBAYAR TUNAI

Mihika bergegas ke ruangan Arka yang ternyata sudah sepi. “Waduh, meetingnya sudah selesai dari tadi kali ya. Bisa-bisa besok Mae marah nih, Pak Arka juga kelihatannya sudah pulang.” Ruang kerja Arka sudah sepi dan terlihat rapi.

Mihika memutuskan kembali ke ruangannya, tapi saat hendak melangkah menuju pintu. Terdengar suara langkah kaki yang sepertinya bukan hanya sendiri, lebih dari satu orang dan juga obrolan yang terjadi. Pintu ruangan Arka tidak tertutup sempurna, membuat Mihika dapat mengetahui kedatangan orang yang dia sendiri tidak tahu siapa.

Mihika melangkah mundur dan mencari tempat sembunyi. Tidak ingin dicurigai jika dirinya bermaksud tidak baik, yang jelas kata hatinya mengarahkannya untuk sembunyi. Tadinya Mihika ingin bersembunyi di kolong meja Arka tapi urung dan memilih kamar mandi.

Mihika terkejut saat menutup pintu kamar mandi, tubuhnya ada yang menarik dan mendorongnya hingga menempel di dinding. Bahkan mulutnya di bekap dan tubuhnya dikunci, sepertinya sengaja agar Mihika tidak bersuara dan bergerak.

Mihika mengerjapkan matanya meyakinkan diri jika orang itu adalah Arka. Dahinya bahkan berkeringat karena sempat ketakutan. Arka memberi kode agar tidak bersuara lalu melepaskan tangannya dari mulut Mihika tapi tidak dengan kuncian di tubuhnya.

Tampak serius mendengarkan pembicaraan orang yang berada di luar.

“Kamu yakin berkas itu sudah masuk ruangan ini?”

“Yakin Pak, kemarin sudah berhasil sorting dan terakhir ada di meja Nona Hika. Artinya, hari ini pasti sudah berada di meja Pak Arka.”

“Coba cari, jadi Pak Arka besok tinggal tanda tangan. Dia tidak akan tahu kalau anggarannya sudah berubah.”

“Nah, ini dia Pak. Jangan lupa komisi saya, ini mark up anggarannya hampir satu milyar. Jangan pelit-pelit Pak, biar kita kerjasamanya lancar jaya.”

“Berisik, cepat tukar. Lalu kita pergi, keburu ada patroli kebersihan shift malam.”

Mihika membulatkan matanya mendengar cara para penjahat berdasi di perusahaan Ayahnya. Berniat menghalau para pembuat onar itu, berusaha melepaskan diri dari kuncian tubuh Arka bahkan hampir berteriak tapi Arka dengan sigap menghentikan aksi Mihika agar tidak membuat persembunyiannya diketahui. Mihika kembali membelalakkan matanya saat Arka membuatnya bungkam dengan menempelkan bibir yang berubah menjadi pagutan.

Kedua tangan Mihika yang berada di bahu Arka berubah menjadi cengkraman saat pagutan itu semakin dalam, membuat Mihika terlena dan membuka mulutnya. Arka tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan mengeksplor rongga mulut Mihika menggunakan indra perasanya. Tangannya yang berada di tengkuk Mihika, terlihat menekan membuat pagutan itu semakin dalam.

Bugh

“Auwww,” jerit Arka saat dia melepaskan pagutan dan Mihika menginjak kakinya.

“Pak Arka sengaja memanfaatkan keadaan ‘kan?”

“Kalau aku tidak cium kamu, mereka akan tahu kalau kita bersembunyi di sini.”

Mihika diam karena apa yang dikatakan Arka ada benarnya. “Terus Pak Arka ngapain masih di sini?”

“Aku menuntaskan hajatku dulu sebelum pulang, eh tau-tau kamu masuk. Lalu ... aku tidak menyangka bisa mendapatkan petunjuk sedetail ini.”

Mihika mengernyitkan dahinya, mendengar ucapan Arka. Apa Pak Arka bukan bagian dari orang-orang jahat yang dimaksud Ayah? batin Mihika.

“Ayo keluar, atau masih mau lanjut?”

Saat keluar dari kamar mandi, Mihika bergegas menuju meja Arka dan hendak mengambil berkas yang tadi sempat ditukar oleh kedua orang musuh dalam selimut. Tapi Arka menahan Mihika dengan menarik pinggang Mihika membuat tubuh mereka kembali bersentuhan.

“Pak Arka apaan sih, lepasin nggak!”

“Jangan sentuh, biarkan seperti itu. Aku akan atasi besok. Mana tahu kalau ternyata besok pagi mereka akan kroscek lagi memastikan dokumennya masih ada di sana.”

Mihika bergeming memikirkan kebenaran yang tersirat dari ucapan Arka. “Tapi nggak usah pakai peluk juga,” hardik Mihika sambil mendorong dada Arka agar menjauh.

...***...

Selama dalam perjalanan pulang, Mihika kembali terdiam memikirkan apa yang baru saja terjadi. Ternyata benar-benar ada kecurangan yang terorganisir dalam perusahaan.  Pantas saja dia tidak bisa menemukan celah itu ternyata selain bekerja dengan tim mereka memiliki ide yang cukup cerdas.

“Hika,” panggil Arka.

Mihika bergeming karena masih berkutat dengan lamunannya.

“Hika!” panggil Arka dengan nada yang berbeda membuat Mihika menoleh.

“Kamu kenapa sekarang ini sering mengabaikan dan mengindahkan ucapanku?”

“Itu sih perasaan Pak Arka, aku biasa aja.”

Tanpa terasa mobil yang dikendarai Arka ternyata sudah terparkir di basement, itulah yang membuat Arka memanggil Mihika untuk menyadarkannya. Karena sudah malam, suasana apartemen sudah tidak seramai waktu siang dan sore tadi, bahkan di lift hanya ada mereka berdua.

“Pak Arka nggak mampir ke lantai tujuh,” ejek Mihika.

Arka menoleh ke arah Mihika, karena sindiran mengenai Cintia yang tadi pagi bergabung ke lift dari lantai tujuh.

“Please Hika, kamu tadi sudah dengar penjelasan aku. Semalam aku mabuk jadi tidak bisa kontrol dengan baik tubuh ini. Tapi sepertinya kamu tidak percaya,” ungkap Arka masih menatap Mihika yang berdiri di sampingnya. Bahkan Mihika malah mengedikkan bahunya.

Arka mendekati Mihika membuat wanita itu terdesak dan terpojok di dinding elevator. Kedua tangan Arka berada di samping tubuh Mihika, kembali mengunci pergerakannya. “Kenapa kamu sulit untuk percaya aku? Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya kalau semalam aku mabuk. Apa kamu cemburu, hmm?”

 \=\=\=\=\=\=\=