Callista, wanita muda yang terdampar dipinggir pantai dan ditemukan oleh nelayan bernama Biru.
Saat dia tersadar, dia pura pura amnesia demi bisa tinggal bersama Biru. Bukan tanpa alasan dia melakukannya. Callista merasakan kejanggalan terjadi saat dia terjatuh di laut. Pasalnya, tak ada satupun yang berusaha menolongnya. Bahkan samar samar dia bisa melihat paman dan bibinya tertawa melihatnya tenggelam.
Callista menunggu usianya 21 tahun untuk kembali kerumahnya. Dia akan mengambil alih semua warisan dari kedua orang tuanya yang saat ini ada dibawah kekuasaan paman dan bibinya. Sejak kecelakaan itu, dia baru sadar jika paman dan bibinya tidak tulus menyayanginya selama ini. Mereka hanya mengincar hartanya saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HEMPASKAN MANTAN
POV CALLISTA
Aku asyik menonton tv saat kulihat ponsel Biru yang ada didekat tv berbunyi. Sepertinya ada pesan masuk. Sebenarnya tangan ini sudah gatal ingin mengambil ponsel itu sejak tadi. Bukan kepo siapa yang kirim chat, tapi aku ingin mengecek email. Kangen pegang duit banyak, tapi Rama tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Sepertinya, tak apalah ku ambil ponsel itu. Toh Biru baru saja ke rumah Pak De. Kurasa dia masih lama karena mau ngomongin soal perahu yang sudah bisa dipakai nyari ikan katanya.
"Jangan bilang sama tuanmu kalau aku pinjam hpnya bentar." Ujarku pada Lisa yang rebahan didepan tv. Enak banget hidupnya, sehari hari cuma makan, tidur dan kelayapan aja. Kalaupun bunting gak tahu siapa bapaknya, juga gak ada yang ngehujat, coba aja kalau aku. Jangankan bunting, kegap lagi digendong Biru mau masuk kamar aja udah dipaksa nikah. Tapi untung juga sih, hehehe.
Perlahan tapi pasti, kuraih ponsel itu. Niat hati mengecek email jadi berubah gara gara melihat chat dari Safa. Jiwa kepoku meronta ronta. Tak mau mati penasaran, segera kubuka chat dari Safa.
[ Malam Ru. Lagi apa? Sibuk gak? Ada yang mau aku omongin sama kamu.]
Mendidih darahku membaca pesan dari Safa. Dasar pelakor, laki orang masih aja diajak ngobrol malam malam. Kepo dengan apa yang ingin dia omongin. Kubalas saja pesannya.
[Enggak kok. Ngomong aja]
Gigi bergemeretak menunggu balasannya. Kulihat dilayar, dia sedang mengetik. Tak sabar sekali aku ingin tahu apa yang akan dia omongin.
[Ru, apakah kamu mulai mencintai Calista?]
Pucuk dicinta ulampun tiba. Segera saja aku balas ya.
[Ya, aku sangat mencintai Calista. Tidak ada alasan untuk tidak mencintainya karena dia sangat cantik. Bahkan jauh lebih cantik dari kamu.]
Aku tertawa ngakak setelah mengirim pesan itu. wanita itu pasti sedang menangis darah saat ini. Ini yang namanya pembalasan.
[Secepat itu kamu move on dariku? Hanya karena wanita gak jelas itu kamu berhenti memperjuangkan cinta kita.]
Enak aja aku dikatain gak jelas. Dasar uler keket.
[Kalau ada yang lebih cantik, ngapain juga memperjuangkan kamu yang jelek dan gak jelas."
Kubekap mulutku biar ketawaku tak terdengar sampai kerumah Pak De. Puas sekali rasanya bisa mengolok olok wanita itu.
Ponsel yang kupegang berdering. Kulihat Safa memanggil. Waduh, kujawab enggak ya? Kalau kujawab, ketahuan dong. Alhasil kubiarkan saja sampai terdiam nada dering itu.
[Kamu Calista kan?]
Aku mendelik membaca pesannya. Pinter juga nih cewek. Gak rugi bapaknya keluar duit buat kuliahin.
Ponsel kembali berdering. Karena udah ketahuan, jadi aku angkat saja daripada dikira aku takut padanya.
"Gak punya malu ya, malam malam ngechat suami orang?" Langsung aja aku maki dia.
"Kamu pikir mau bodoh bodohin aku dengan pura pura jadi Biru?" Cibirnya. "Sayangnya gagal." Lanjutnya sambil tertawa ringan. "Kamu tahu berapa lama aku pacaran sama Biru? 4 tahun."
Dia yang tanya, dia sendiri yang jawab. Dasar gak jelas.
"Aku tahu seperti apa Biru. Dia tak mungkin bicara kasar seperti tadi. Apalagi bicara yang sampai mengolok atau menyakiti hati orang lain."
Ish, ngeselin banget nih cewek. Pakai pamer kalau dia yang paling tahu soal Biru. Cewek kayak gini harus diskak biar kena mental.
"Wow, salut sama yang udah pacaran 4 tahun. Yang ngerti banget luar dalam. Ups, salah, luarnya doang. Karena isi dalemnya, cuma aku yang tahu." Sahutku sambil terkekeh geli. Aku yakin mukanya merah padam sekarang.
"Iya sayang." Aku berteriak seoalah olah ada yang memamggil, padahal gak ada.
"Udah dulu ya. Biru udah manggil tuh. Biasalah pasutri kalau malem suka olahraga. Beda ama yang masih jomblo, bisanya cuma meluk guling, hahaha." Aku tertawa puas.
Safa langsung menutup panggilan teleponnya. Kurasa cukup pembalasanku untuk hari ini. Tapi kalau besok besok tuh uler masih pantang menyerah, aku ku balas lebih sadis lagi.
"Panas panas deh. Lagian siapa suruh malam malam gangguin laki orang. Dasar perempuan gak laku." Makiku meski telepon sudah ditutup.
"Kamu ngomong sama siapa?"
Deg
Aku syok mendengar suara Biru. Sejak kapan dia pulang? Jangan jangan dia denger apa yang aku omongin sama Safa. Mana ini ponsel masih aku pegang. Dan chat tadi, astaga gimana caraku menghapusnya sebelum ketahuan.
"Kamu telpon seseorang?"
Biru duduk disebelahku. Mati kutu deh. Kalau udah kayak gini, gak mungkin aku bisa menghapus chat tadi.
Tangan Biru bergerak untuk mengambil ponselnya yang aku pegang. Tak pelak aku makin gugup. Tak ada cara lain selain jalan ninja.
"Aku mau tidur." Gegas aku meninggalkannya dan masuk kedalam kamar. Semoga saja dia tak mengecek chat. Tapi rasanya tak mungkin.
"Cal, Calista." Panggil Biru dari balik pintu.
Mati aku. Pasti dia udah tahu kalau aku balesin chatnya Safa. Gimana nih kalau dia marah? Tapi aku gak salah juga. Kan aku istri sah. Tuh cewek aja yang ganjen malam malam chat laki orang. Dimana mana itu kalau hp suami di chat cewek, istrinya yang marah. Ini kok aku yang takut?
"Cal, aku masuk ya."
Ceklek
"Ada apa?" Tanyaku garang begitu dia masuk. Aku gak boleh terlihat lemah. Aku gak salah,titik.
"Cuma mau ngasih tahu, didapur ada kue dari Bu De. Kita makan sama sama yuk."
Glodak
Ternyata mau ngasih kue, kirain mau marah marah.
"Em...aku udah kenyang. Aku mau tidur." Aku kembali rebahan dan langsung menarik selimut menutupi hingga dada. Aku gak mau dia bahas masalah chat pas makan kue nanti. Jadi lebih aman aku tidur aja.
"Ya udah kalau gitu." Biru membalikkan badan dan hendak keluar. Tapi dia kembali membalikkan badan saat hendak mencapai pintu.
"Em...udah berani ya tidur sendiri?"
Apa nih maksudnya tanya gitu? Ngajak aku tidur bareng gitu? Kayaknya tips dari Santi manjur juga. Aku memang harus jual mahal biar dia penasaran dan ngejar aku.
"Ee...udah." Dengan berat hati aku mengucapkannya.
"Ya udah. Selamat tidur." Dia tersenyum lalu menutup kembali pintu kamarku.
Ada rasa menyesal juga karena bilang udah. Harusnya mumpung Biru gak kelaut, kita bisa bobok bareng. Hadeh, mau menjilat ludah terlalu memalukan.
Aku kelimpungan diatas ranjang. Kembali lagi aku kena insomnia. Kalau aja tidur bareng Biru, pasti udah nyenyak dalam pelukannya. Hadeh, kalau udah gini, menyesalpun gak ada gunanya. Teringat akan kue dari Bu De, gegas aku kedapur. Barangkali mata ini akan mengantuk setelah perut kenyang.
Melihat empat potong kue dibawah dibawah tudung saji, gegas aku melahapnya. Meskipun rasanya tak senikmat kue di kota yang biasa aku makan, tapi rasanya tak terlalu mengecewakan juga.
"Cal, belum tidur?"
Huk huk huk
Aku tersedak karena kaget dengan suara yang tiba tiba. Segera aku meraih gelas dan menuang air lalu aku minum untuk melegakan tenggorokan. Sejak kapan Biru ada didapur?
"Makanya kalau makan pelan pelan." Ujarnya sambil berjalan mendekatiku yang duduk di kursi makan.
"Aku pikir kamu udah tidur?" Tanyanya.
"Belum."
"Gak bisa tidur ya? Sama aku juga. Makanya aku kedapur untuk mengambil kue, kali aja sesudah makan kue langsung ngantuk." Ujarnya sambil membuka tudung saji.
Mataku membulat sempurna melihat piring bekas tempat kue yang udah kosong. Ternyata aku sudah mengambil keempat potong kue itu. Dan sekarang, hanya tersisa setengah yang ada ditanganku.
"Habis ya." Ujarnya sambil tertawa ringan.
Sumpah malu banget. Pasti dikiranya aku rakus.
"Ma..u.?" Dengan bodohnya malah aku tawarkan kue ditangan yang ada bekas gigitanku.
Rasanya seperti tak percaya. Biru menarik tanganku dan menyuapkan kue yang tinggal setengah itu kedalam mulutnya.
"Enak." Ucapnya sambil mengunyah kue itu tanpa rasa jijik.
...****************...
Rasanya lelah sekali setelah memasak , menyapu dan mengepel. Beruntung Biru membantu cuci piring dan cuci baju, jadi pekerjaanku lebih ringan. Ternyata menjadi ibu rumah tangga itu pekerjaan yang berat. Mungkin dilihat sebagian orang sebagai pengangguran, tapi kenyataanya, pekerjaannya tak ada habisnya.
Baru saja hendak bersantai dan nonton tv, terdengar pintu diketuk beberapa kali.
Tok tok tok
Dengan langkah malas sambil menggerutu, aku berjalan menuju pintu depan.
"Iya sebentar." Teriakku karena tamu itu tak berhenti mengetuk pintu. Jangan jangan orang mau nagih hutang. Ketokannya semangat banget. Apa Biru punya hutang?
Ceklek
"Cal."
Ucap tamu itu dan langsung maju memelukku.
"Ra...ma." Ujarku sambil berusaha melepaskan diri dari pelukannya yang sangat erat.
"Aku gak mimpi kan Cal. Ini beneran kamukan?" Tanya Rama sambil memelukku.
"Cal..siapa tamunya?" Teriak Biru dari dalam.
ngarep bonchap 😁
Lanjutin kaaak pliiiss