NovelToon NovelToon
Pernikahan Balas Dendam

Pernikahan Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:354
Nilai: 5
Nama Author: arinnjay

Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Luka Yang Terbuka

Pagi di Bandung seakan tak menyadari betapa berat beban yang dibawa dua manusia dari kota. Langit masih kelabu, tapi hujan sudah berhenti. Damian berdiri di balkon penginapan, memandangi jalanan sepi dengan mata kosong.

Arumi muncul dari balik pintu, membawa dua gelas teh hangat. Ia diam-diam memperhatikan Damian, yang tak bergerak sejak pagi.

“Aku tahu kamu belum tidur,” katanya pelan sambil menyerahkan satu gelas.

Damian menerimanya tanpa berkata apa-apa. Hanya anggukan kecil sebagai ucapan terima kasih.

“Aku udah simpan semua file dari flashdisk ke dua tempat yang aman,” lanjut Arumi, mencoba membuka percakapan. “Saka juga udah kirim tim untuk cari jejak Raka, tapi... jejaknya bersih. Kayak dia memang sengaja ilangin dirinya sendiri.”

Damian menarik napas dalam. “Atau seseorang yang bersihkan buat dia.”

“Menurutmu... Raka masih hidup?”

“Kalau dia sempat ninggalin flashdisk itu, berarti dia tahu waktu dia udah nggak banyak. Tapi entah kenapa... aku rasa dia masih hidup. Naluriku bilang begitu.”

Arumi menatap wajah Damian yang tampak lebih tua dari semalam. Bukan karena usia, tapi karena rasa bersalah yang tak bisa ditebus.

“Kalau kamu bisa ketemu Rose sekarang... kamu bakal bilang apa?”

Damian butuh waktu untuk menjawab. Lalu ia berbisik, “Maaf... dan terima kasih.”

Mereka kembali ke Jakarta siang itu. Jalanan basah, tapi langit mulai cerah. Seolah alam semesta memberi ruang untuk membuka lembaran baru—meski tidak semua luka bisa sembuh begitu saja.

Sesampainya di Jakarta, Saka sudah menunggu di markas kecil mereka. Ruangan itu dulunya ruang arsip kosong, tapi sekarang dipenuhi papan, foto, dan benang merah yang menghubungkan wajah-wajah yang selama ini tersembunyi di balik topeng.

“Gue udah tracking pergerakan dana yang disebut Raka,” kata Saka cepat. “Dan lo nggak bakal percaya—semuanya masuk ke rekening satu perusahaan hantu yang ternyata terdaftar atas nama... Raka Yudha Wijaya.”

Damian mengernyit. “Nama belakangnya Wijaya?”

“Iya. Gue sempet curiga juga. Tapi pas dicek, nama itu fiktif. Cuma ada satu dokumen asli—akta lahir dari sebuah yayasan yatim piatu di Subang. Nama ibu: Nadine. Nama ayah: tidak diketahui.”

Hening sejenak.

“Gila...” bisik Arumi. “Jadi dia emang anak kandung Nadine?”

“Atau...” Saka menyela, “hasil hubungan gelap Nadine dengan seseorang dari masa lalu.”

Damian memijit pelipisnya. Semua ini makin kabur.

“Tapi kenapa dia sembunyiin identitas Raka? Dan kenapa Rose tahu semua ini?”

“Gue rasa kita belum liat semua isi flashdisk,” kata Arumi pelan.

Malam itu, mereka kembali membuka file yang belum sempat diputar—file audio.

Suara Raka muncul, lebih tenang kali ini. “Aku tahu aku bukan siapa-siapa. Tapi waktu aku tahu uang yang harusnya buat pendidikan anak-anak di yayasan malah dipakai Nadine buat nyogok pejabat dan nyalurin dana gelap, aku muak. Aku rekam semua. Bahkan percakapan dia sama seseorang yang dia panggil ‘Pak R’.”

“Pak R?” tanya Damian. “Siapa lagi itu?”

Saka membuka dokumen lain, lalu berseru, “Gue nemu! Ada transkrip panggilan telepon. Nadine bicara sama seseorang yang minta dia ‘beresin Rose’ karena si ‘gadis kecil itu mulai usil’. Suara pria itu terekam, dan... Damian. Lo harus denger ini.”

Saka menyalakan potongan suara dari file audio.

Suara laki-laki yang berat dan berwibawa terdengar jelas:

“Kalau dia sampai buka mulut, semuanya habis. Termasuk kamu, Nadine. Bereskan. Jangan bikin aku turun tangan.”

Damian mendadak pucat. Tangannya gemetar.

“Itu... suara ayahku.”

Arumi terpaku. Bahkan Saka tak bisa berkata-kata.

Damian bangkit dari kursinya. “Aku harus konfrontasi dia. Sekarang.”

“Damian, tunggu,” seru Arumi. “Lo butuh rencana. Kita bisa jebak dia. Rekam pengakuannya.”

Damian menatap Arumi. Matanya merah, penuh luka. Tapi ia mengangguk.

Satu jam kemudian, mereka sudah di rumah besar keluarga Dirgantara. Damian masuk sendirian. Arumi dan Saka menunggu di mobil, mendengarkan lewat alat penyadap kecil yang tersembunyi di saku jaket Damian.

“Papa ada?” tanya Damian pada penjaga rumah.

“Di ruang kerja, Tuan.”

Damian masuk tanpa mengetuk. Sang ayah sedang duduk di belakang meja besar, membaca dokumen.

“Damian,” katanya tenang. “Apa kabar?”

“Kita harus bicara.”

Pria itu mengangguk, lalu meletakkan dokumen. “Tentang apa?”

“Rose. Nadine. Dan... Raka.”

Tatapan ayahnya berubah dingin. “Kamu terlalu dalam masuk ke hal yang bukan urusanmu.”

“Rose adikku. Nadine mantan istrimu. Raka mungkin adikku juga. Jangan bilang ini bukan urusanku.”

Hening. Lalu pria itu berdiri.

“Kalau kamu benar-benar tahu, kamu pasti sadar... bahwa keluarga ini sudah kotor sejak awal. Aku cuma jaga agar semua tetap berjalan.”

“Dengan membunuh orang?”

“Aku tidak membunuh. Aku menghilangkan ancaman.”

Damian mengepalkan tangan. “Kamu bahkan nggak kelihatan nyesel.”

“Aku nyesel kamu denger semua ini,” jawab ayahnya datar.

Damian perlahan menekan tombol kecil di jam tangannya—sinyal untuk Saka dan Arumi.

Beberapa menit kemudian, suara sirine mobil polisi terdengar di luar rumah.

Sang ayah sadar. Tapi ia tidak melawan.

“Pada akhirnya... darah tetap darah,” katanya sebelum polisi memborgol tangannya.

Damian hanya diam. Tak ada kebanggaan. Tak ada kemenangan. Hanya hampa.

---

Beberapa hari berlalu. Berita tentang penangkapan ayah Damian menggegerkan media. Nadine juga akhirnya ditahan, setelah jejak transaksinya terbukti terhubung ke berbagai skandal penggelapan dana.

Raka? Masih belum ditemukan. Tapi Damian yakin, anak itu masih hidup—dan mungkin, sedang menyusun hidupnya dari reruntuhan.

Di balkon apartemen, Arumi duduk dengan Damian. Tak lagi canggung. Tak lagi asing.

“Jadi... habis ini kamu mau ngapain?” tanya Arumi pelan.

Damian menatap langit malam.

“Mungkin pergi. Jauh. Mulai dari awal. Tapi sebelum itu... aku mau minta satu hal.”

“Apa?”

Damian menoleh. Wajahnya serius. Tapi hangat.

“Jangan pergi dari hidupku.”

Arumi tersenyum. “Aku nggak akan kemana-mana.”

Dan untuk pertama kalinya, setelah semua luka dan rahasia terungkap... keduanya merasa sedikit lebih ringan.

Bukan karena semuanya sudah selesai.

Tapi karena mereka tahu, kali ini, mereka tidak sendiri.

1
Araceli Rodriguez
Ngangenin deh ceritanya.
Cell
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
filzah
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!