Sebuah tragedi memilukan menghancurkan hidup gadis ini. Pernikahan impiannya hancur dalam waktu yang teramat singkat. Ia dicerai di malam pertama karena sudah tidak suci lagi.
Tidak hanya sampai di situ, Keluarga mantan suaminya pun dengan tega menyebarkan aibnya ke seluruh warga desa. Puncak dari tragedi itu, ia hamil kemudian diusir oleh kakak iparnya.
Bagaimana kisah hidup gadis itu selanjutnya?
Ikuti terus ceritanya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Test pack!" pekik Dea dan Herman secara bersamaan.
"Ta-tapi untuk apa?" lanjut Herman dengan terbata-bata. Mendengar nama benda itu disebutkan, tiba-tiba hati lelaki itu mulai merasakan adanya firasat buruk terhadap adik perempuannya.
"Untuk memeriksa Adikmu ini!" jawab Susi sambil menunjuk ke arah Dea.
"Kakak!" pekik Dea yang kini mulai memasang wajah cemas. "Jangan takut-takuti aku, Kak."
Susi kesal. "Siapa yang menakut-nakutimu! Malah sebaliknya, saat ini aku takut. Aku takut jika apa yang aku khawatirkan selama ini benar-benar terjadi!" ungkap Susi.
"Jangan berkata seperti itu, Kak. Aku tidak mau," ucap Dea sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. Gadis itu menangis karena saking ketakutannya.
"Siapa juga yang mau! Tapi kalau itu benar-benar terjadi, siapa yang bisa menolaknya?!" kesal Susi.
Susi kembali menoleh ke arah suaminya. "Ayo, Mas! Apa lagi yang kamu tunggu! Kamu menunggu sampai adikmu ini melahirkan anak haram itu?! Hhhh, amit-amit jabang bayi," ucap Susi kepada Herman yang masih terdiam dengan mulut menganga.
"Ah, iya-iya, baiklah. Aku akan segera membelinya dan aku harap apa yang kita khawatirkan tidak terjadi," sahut Herman.
"Ya, semoga saja! Sudah, cepat sana!" titah Susi.
Herman pun bergegas pergi. Ia sama sekali tidak mempedulikan tubuhnya yang sangat lelah saat itu. Herman terus memacu motor bututnya sambil bergumam di sepanjang jalan. Ia berdoa semoga apa yang ada di pikiran mereka semua tidak benar. Ia tidak bisa membayangkan jika apa yang dikhawatirkan oleh Susi menjadi kenyataan.
Tidak berselang lama, Herman pun tiba di depan sebuah apotek yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tanpa sungkan, Herman memasuki tempat itu dan meminta sebuah test pack kepada penjaga yang bertugas menjaga apotek tersebut.
"Ada test pack, Mbak?" tanya Herman.
"Ada, yang bagus atau yang biasa?" tanya wanita itu balik.
"Yang biasa saja," jawab Herman sambil melirik isi dompetnya. Ya, ia belum menerima gaji hasil kerjanya tadi malam dan untuk saat ini ia tidak bisa membeli test pack yang bagus karena takut uang yang ia miliki saat ini tidak cukup untuk membayarnya.
"Baik, tunggu sebentar ya, Pak."
Wanita itu segera masuk ke dalam dan mengambil test pack biasa dengan harga yang sangat terjangkau. Setelah itu ia pun kembali menghampiri Herman dan menyerah benda tersebut.
"Ini test packnya, Pak."
Herman merogoh dompetnya kemudian segera membayarnya. "Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama."
Setelah mendapatkan benda itu, Herman pun kembali memacu motornya. Ia ingin cepat sampai dan mengetahui hasilnya.
Sementara itu di kediaman Susi dan Herman.
Susi masih menatap Dea dengan wajah kesal. Entah mengapa hatinya semakin benci saja kepada gadis itu. Bukannya iba, ia malah berharap bahwa gadis itu benar-benar hamil agar ia bisa mengusirnya dari rumah mereka.
"Semoga saja dia benar-benar hamil agar aku punya kesempatan dan alasan untuk mengusirnya dari rumah ini," gumam Susi dalam hati.
Dea masih memeluk perutnya dengan kepala tertunduk menghadap lantai. Ia benar-benar ketakutan. Takut kekhawatirannya menjadi kenyataan. "Ya, Tuhan! Semoga saja itu tidak benar. Semoga saja hanya maag-ku yang kambuh," gumam Dea dengan wajah yang begitu cemas.
"Dengar ya, Dea. Aku masih bisa menerima dirimu yang sudah mempermalukan keluargaku dengan gagalnya pernikahanmu bersama Julian. Dan aku juga masih bisa menerima aibmu yang sudah diketahui oleh seluruh warga desa Muara Asri. Namun, maaf! Jika kali ini kamu benar-benar hamil, makan aku terpaksa harus mengusirmu dari rumah ini. Aku tidak ingin dipermalukan lebih jauh lagi olehmu, Dea! Sudah cukup! Sudah cukup cobaan yang kami terima akibat perbuatanmu," tegas Susi.
Tubuh Dea bergetar setelah mendengar ucapan Susi barusan. Ia takut, sangat-sangat takut. "Jangan berkata seperti itu, Kak. Aku sudah tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Harapanku satu-satunya hanya kalian. Hanya kalian lah tempatku bersandar selama ini. Jika Kakak mengusirku, aku harus pergi kemana?" lirih Dea.
"Terserah kamu mau pergi kemana. Yang pastinya aku sudah tidak ingin berurusan denganmu lagi. Apa lagi dengan bayi haram itu! Sudah cukup dirimu yang menyusahkan keluargaku, dan aku tidak ingin disusahkan oleh bayi itu. Menjijikkan," sahut Susi sambil bergidik ngeri.
Dea tidak berani menjawab lagi. Ia kembali menundukkan kepalanya menghadap lantai dan tepat di saat itu, Herman pun datang. Lelaki itu bergegas menuju kamar mandi, di mana Dea dan Susi sudah menunggu kedatangannya.
"Mana test packnya?" Susi mengulurkan tangannya dan meminta Herman untuk memberikan test pack yang baru saja dibeli oleh lelaki itu.
"Ini dia," sahut Herman sembari menyerahkan alat tes kehamilan itu kepada Susi.
"Bagus! Sekarang kita tes saja," lanjut Susi sembari menghampiri Dea dan membantu gadis itu bangkit dari posisinya.
...***...