Hai, novel ini adalah karya kedua MAY.s
Semoga kalian suka😘
Alex Kenzo Prasetya. Dia adalah mahasiswa yang terkenal badung di kampus, ketua dari geng The Fly yang sering bertingkah usil kepada siapapun yang ia suka. Akan tetapi setelah ia diam diam menyukai gadis cantik yang sering menjadi korban keusilan anak buahnya itu, perlahan ia pun berubah lebih baik dari kebiasaannya.
Aradilla Resty. Gadis itu tak pernah menyangka akan menjadi target keusilan geng The Fly. Yang kemudian setelah tahu jika Alex menyukainya, tentu ia menjadi dilema. Antara memilih pria pilihan papanya, atau menerima pesona berandal kampus itu.
Penasaran? Ikuti terus sampai akhir kisah Alex dan Resty. Dijamin seru loh..
Note: Sedikit ada squel dari novel yang sebelumnya. Biar nanti tidak bingung, silahkan baca dulu Love Of Aurora.
TIDAK MENERIMA BOOM LIKE🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAY.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 32
Di taman belakang tepatnya disebuah gazebo yang cukup estetik Resty dan Alex masih saling adu lempar snack, setelah tadi Alex sempat menggoda Resty lantaran dengan sengaja memakan sisa keripik dari mulut Resty. Dan mereka terpaksa menghentikannya karena ada mak Asna yang datang menghampiri.
Asisten rumah tangga itu terlihat senyum senyum lantaran ia juga melihat Resty yang tak seperti biasanya. Ia menduga kalau pria yang dua kali bertamu kesini itu adalah kekasih Resty. Terlihat pula dari sorot mata keduanya yang seakan tak pernah lepas saling melempar pandangan meski masih kentara malunya.
"Ada apa, Mak?" tanya Resty, begitu mak Asna sudah berdiri didepannya.
"Mau masakin apa, Mbak? Tuan sekalian ngajak teman-teman Mbak buat nanti makan bareng." tuturnya sopan.
"Mmm... Apa ya?" Resty berpikir sejenak.
Sebenarnya ia sendiri bukan tipe orang pemilih makanan. Apa saja menu yang dimasak mak Asna, Resty tak pernah pilah pilih. Bahkan sebenarnya ia juga tak ingin tiap hari ditanyakan seperti ini. Meski pernah berkata terserah mak Asna, tetapi asistennya itu masih selalu menanyakannya. Alasannya sudah pasti karena disuruh oleh papanya. Dan sikap mak Asna yang selalu jujur itu membuatnya tak bisa untuk membohongi tuan majikannya.
"Terserah mak Asna saja lah.." pasrahnya, setelah tak kunjung menemukan apa yang ingin ia makan setelah ini.
"Jangan mau kalau cuma bilang terserah, Mak. Perempuan memang suka gitu. Entar kalau udah terlanjur jadi bilangnya kok gini?" Alex turut berbicara.
Resty melirik sengit kepada Alex. "Yee... Nggak semua cewek kayak gitu kali." cibirnya sambil melemparinya dengan satu bungkus snack didepannya.
"Aduh, Mbak. Ini makanan loh. Nggak baik dilempar kayak gini." Mak Asna mengambil beberapa snack yang berserakan disana, lalu menaruhnya kembali kedalam kantong kresek .
"Gara-gara dia nih.."
"Kok bisa gara-gara aku?" Alex terkekeh kecil. Meski saat ini ia dituduh sebagai tersangka yang entah salah apa, ia happy happy saja.
"Eh, Ika mana, Mak?" Gadis itu mulai curiga dengan satu temannya yang tak kunjung kembali.
"Ada didalam." sahut mak Asna, dibuat singkat, meski sebenarnya ingin bercerita dengan Resty tentang kecurigaannya kepada Ika.
"Lama amat tuh anak. Ngapain aja sih?" Resty menggerutu sambil menurunkan kakinya dari gazebo itu. Ia ingin menyusul keberadaan Ika.
"Mau kemana, Res?" Alex mencekal lengan Resty.
"Cari Ika." sahutnya ketus. Lantaran pria itu masih menahannya ditempat.
"Trus aku gimana?"
"Gimana apanya?"
"Disini nya?"
"Ooh..." perlahan Resty melepas tangan Alex dari lengannya, dan pria itu menurut saja.
"Kamu lanjut kerjakan tugas. Sesuai kesepakatan." Resty sudah berdiri dan memasang ancang-ancang kabur andai Alex mencegahnya lagi.
"Sendirian? Disini?"
Alex mengedarkan pandangan ke sekitar. Hari sudah mulai senja. Seorang diri berada di taman belakang rumah Resty yang terbilang lumayan luas menurutnya cukup horor. Ditambah lagi dua pohon menjulang tinggi yang sebenarnya berfungsi agar rindang di siang hari malah terkesan mistis. Entahlah, aura aneh itu tiba tiba membuat bulu roma Alex jadi merinding sendiri.
"Nggak sendiri kok." Resty sengaja menggoda Alex.
"Kamu berduaan sama--" Resty sengaja menggantung bicaranya. Langkah kakinya mundur perlahan. Merasa lucu mengerjai Alex yang terlihat tak tenang.
"Dasar! Ternyata penakut juga dia! Hihihi..." ejek Resty dalam benaknya.
"Ee, Res. Aku ikut ke dalam ya? Perasaanku tiba tiba nggak enak." Lekas Alex mengemasi buku bukunya.
"Disini saja. Entar mbak Kuntinya nyariin kamu gimana? Tenang tenang ya... Bye..."
Sebelumnya Resty mengembalikan jaket milik Alex dan menaruhnya didekat tas Alex. Lalu dengan santainya beranjak pergi duluan dengan tawanya yang cekikikan.
"Sialan. Aku dikerjain nih!"
Alex pun beranjak juga dari taman itu, menyusul Resty yang lebih dulu masuk ke rumahnya.
Sesampainya diruang makan Alex bertemu dengan papanya Resty. Dan akhirnya pria itu terpaksa melanjutkan mengerjakan tugas kelompoknya ditempat itu setelah Tommy mengijinkannya terlebih dahulu.
"Pasti riweh ya kalau teman sekelompoknya cewek semua?" Tommy mengajak ngobrol Alex, agar sedikit merasa santai mengerjakan tugasnya.
Dan Alex hanya nyengir sendiri. Mau dijawab pun memang itu terkadang benar. Tapi kali ini ia sibuk sendiri itu karena ada penyebabnya, yang Tommy tidak harus tahu alasannya itu. Karena jika tahu bisa kacau dan auto dapat SP larangan main kesini lagi oleh papanya Resty.
"Kamu berapa bersaudara?" tanya Tommy lagi.
"Saya anak tunggal, Om."
"Saya-- Boleh tahu kedua orangtua kamu?"
Deg.
"Segitunya kalo mau berteman sama Resty? Jadi ditanya-tanya tentang orangtua lagi? Gimana mau ngomongnya ya?" batin Alex mulai bimbang.
Alex memang tak langsung menjawab pertanyaan Tommy. Ia sendiri masih sibuk menyusun kata agar tak terkesan sebagai pria sombong bila berterus terang tentang siapa kedua orangtuanya.
Tommy mengulas senyum tipisnya kepada Alex.
"Nggak usah dijawab kalau nggak mau dijawab. Saya terlalu banyak tanya ya?" ujarnya, berusaha mencairkan suasana Alex yang kentara paniknya.
Dan Alex hanya bisa mengangguk kikuk. Helaan nafasnya berhembus samar, merasa sedikit aman dari introgasi papanya Resty.
"Mm, Om, dari tadi aku nggak lihat mamanya Resty."
Tommy menggeleng kepala, masih dengan senyum hangatnya yang mengembang.
"Kerja? Atau--"
"Sudah meninggal."
"Aduh. Maaf, Om. Innalillahi..." seru Alex seketika merasa tidak enak hati.
Tommy hanya mengangguk kecil, tanpa ingin bercerita kronologi mamanya Resty kapan meninggal.
Sedangkan Alex kali ini malah memandang ke arah Resty yang kebetulan sedang sibuk membantu mak Asna memasak makanan untuk malam ini. Sama sekali ia tidak mengira gadis itu sudah tidak memiliki mama. Meski di kampus Resty cenderung pendiam, tetapi Alex selalu menangkap wajah tenang dan ceria di paras ayunya itu. Seperti memiliki keluarga yang utuh, padahal sebenarnya ia sudah kehilangan sosok mamanya selama ini.
"Ehem!" Tommy sengaja berdeham. Dan Alex pun segera mengalihkan tatapannya kepada Tommy.
"Kenapa lihatin Resty sedalam itu?" tanya Tommy, tanpa mau basa basi lagi. Sebab ia sudah benar-benar ingin tahu bagaimana kedekatan pria ini dengan anaknya.
Bukan masalah akan merestui. Hanya sebagai pencegahan awal agar tidak diteruskan. Sebab lelaki yang sudah ia calonkan untuk Resty segera tiba dua hari lagi.
Tommy merasa hal seperti ini harus segera dibicarakan. Ia sangat tahu bagaimana rasanya terus berharap namun pada akhirnya akan tetap gagal oleh sebab sebuah perjodohan.
Untuk memberitahu Resty sendiri, Tommy pasti akan membicarakannya perlahan. Yang terpenting kali ini ia tidak mau memberi sebuah harapan kepada Alex, yang Tommy yakini bahwa pria ini sedang menyukai Resty.
"Kamu-- Suka sama Resty?" tanyanya, semakin menjurus dengan tepat.
Deg.
Kedua kalinya Alex dibuat senam jantung dirumah ini. Ia tidak menyangka papanya Resty akan mudah menebak isi hatinya. Dan tentu saja saat ini Alex tengah menyusun kata-kata lagi, agar tidak terkesan sebagai pria yang sekedar ingin bermain hati dengan Resty.
Cuma sepertinya pengakuan itu harus tertahan dulu. Bayangan Donita seketika mengusik lagi. Sepertinya ia harus segera menyelesaikan urusannya dengan Donita dulu, baru kemudian mengakui rasa itu didepan orangtua Resty, sekaligus meminta ijin dan restu darinya.
Jari tangan Alex berpeluh dingin. Ini tak seperti Alex yang biasanya. Dicerca pertanyaan oleh papa dari gadis incarannya siapa sih yang tidak gugup bin nerveus?
"Berarti kamu tidak sedang menyukai Resty?" Tommy kembali bersuara.
Alex mengangkat wajahnya yang semula hanya tertunduk resah.
"Syukur lah." seru Tommy, merasa lega karena tidak harus menjelaskan apa tujuannya menanyakan hal itu kepada Alex.
"Apa maksudnya?"
*