Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
"Mas kok wajahnya di tekuk, kenapa?" Tanya Kasih heran.
"Mending kamu kuliahnya daring aja deh. Mas gak mau kamu jadi bahan sorotan mata liar lelaki di kampus ini."
"Mas cemburu ya...?" Goda Kasih.
"Udah ayo pulang." Rangga menarik tangan istrinya.
"Kasih. Ngapain kamu di sini?"
Tiba-tiba saja Mia menegur Kasih.
"Ya kuliah dong. Apa lagi?" Rangga menjawab dengan ketus.
"Eh, Rangga....!!" Mia mendadak lembut. "Kasih beneran kuliah lagi?" Tanya Mia tidak percaya.
"Terus, menurut mu kalau aku di sini ngapain?, jualan kue?" Ujar Kasih.
"Tapi, kau sudah tertinggal sangat jauh. Mana mungkin kau bisa mengejar kami."
"Kasih,.....!!" Dito menghampiri. "Kamu ngapain di sini?"
Wajah Rangga berubah masam.
"Mantan kamu nih, kuliah lagi." Ujar Mia memberitahu suaminya.
"Kenapa lanjut lagi?" Tanya Dito dengan bodohnya.
"Karena suami ku banyak uang. Jadi aku bisa melanjutkan pendidikan ku. Udah ya, kami pulang dulu."
"Rangga,....!!" Panggil Mia menghentikan langkah Rangga dan Kasih.
Rangga menoleh, menatap benci ke arah Mia.
"Kasih hanya pengganti diriku. Dia tidak pantas untuk mu," ucap Mia.
"Jadi, menurut mu siapa yang pantas?" Kasih bertanya, membuat Mia bungkam tak bisa menjawab karena ada Dito di sampingnya.
"Berkat aku menikahi calon suami mu ini aku sangat berterima kasih pada mu karena kau dengan ikhlas memberikannya pada ku. Jadi, ku harap kau tidak mengusik rumah tangga kami." Tegas Kasih.
Mereka masuk kedalam mobil, meninggalkan Mia dan Dito yang sama bodohnya.
"Kalau Kasih melanjutkan kuliah, otomatis dia akan berada di kampus setiap hari. Itu artinya aku bisa mendekati dia kembali," ucap Dito di dalam hatinya.
"Ayo pulang....!!" Mia menarik tangan suaminya.
Malas sekali rasanya, Dito benar-benar menyesal sudah menikah dengan Mia yang sangat cerewet ini.
Untuk pertama kalinya Kasih menginjakan kaki di rumah Rangga yang ada di kota. Sungguh mewah sekali rumah ini, bahkan rumah yang di desa saja kalah.
"Waaaah,.....besar banget rumahnya mas. Aku jadi minder," ucap Kasih.
"Jangan bicara seperti itu. Mas gak suka!"
"Emang bener kan mas?, rumah ibu cuma sebesar dapur di rumah kamu aja!"
"Udah ah, ayo masuk!'
Rangga mengajak istrinya masuk ke dalam rumah. Bu Hesti menyambut kedatangan mereka.
"Mantu mamah paling cantik udah datang. Istirahat dulu gih, kamu pasti lelah." Ujar bu Hesti.
"Kami dari kampus mah!" Kata Rangga memberitahu.
"Kamu itu ya Rangga, kebiasaan. Harusnya ajak pulang dulu baru pergi ke kampus. Kasihan Kasih, kelelahan."
"Katanya gak mau lanjutin pendidikan lagi. Yang mana yang bener nih?" Goda pak Diman sambil minum kopi.
"Kasih berhenti saat dia semester empat. Rasanya sayang aja kalau gak di lanjutin." Ujar Rangga memberitahu.
"Kenapa kamu berhenti Kasih?" Tanya pak Diman.
"Maklumlah pak, kesulitan dana. Kasihan aja sama ibu yang harus membiayai pendidikan Kasih dan Nada."
Semuanya terdiam, memang benar apa yang di katakan Kasih. Penghasilan keluarga mereka hanya dari berjualan kue saja.
"Ya udah, gak apa-apa terlambat dari pada tidak sama sekali. Umur bukan batasan untuk belajar," ucap bu Hesti memberi semangat pada menantunya.
"Terharu,.....!!" kata Kasih dengan mata berkaca-kaca.
"Kami istirahat dulu," ujar Rangga.
Mereka pergi ke kamar, lagi-lagi Kasih di buat kagum dengan suaminya ini. Di kamar Rangga ada beberapa foto milik Kasih.
"Hiiiih,...mas dapat dari mana foto ku ini?" Tanya Kasih menahan malu saat ia mendapati foto dirinya sedang berada di atas pohon jambu biji.
"Dari pak Mun,...!" Jawab Rangga dengan santainya.
"Kapan sih pak Mun nyolong foto ku?"
"Gak tahu juga, mas sih asal terima laporan aja!"
"Simpan ajalah mas. Aku malu....!!"
"Eeeh,...jangan....!!"
"Aaaah....ini apa lagi?, kok mas Rangga punya foto yang lagi berenang di kali sih?"
"Dapat dari pak Mun."
"Simpan aja mas. Aku benar-benar malu."
"Jangan dong, mas suka lihat foto kamu. Masa kecil kamu itu menyenangkan, beda sama mas yang harus belajar dan belajar aja terus."
"Tapi aku kok kek Tarzanwati?"
"Mas sebenarnya iri dengan masa kecil kamu. Bermain, berjelajah di alam. Karena mas anak tunggal, jadi mas di tuntut harus bisa berbisnis dari remaja."
"Tapi aku iri dengan kamu yang bisa bersekolah di luar negeri."
"Sayang, bikin anaknya dua atau tiga ya. Kalau satu kasihan, lihat seperti mas. Tidak ada waktu untuk bermain."
"Iya mas, iya....lima juga boleh!"
"Yang bener?, mamah pasti senang mendengar kabar ini jika kita akan memiliki lima orang anak."
Kasih mengiyakan, terserah apa kata suaminya lah asal Rangga bahagia.
Sementara itu, Mia dan Dito yang tinggal di kontrakan bahkan baru dua hari mereka kembali ke kota sudah beberapa kali bertengkar.
Dito yang masih suka nongkrong bersama-sama teman-temannya membuat Mia merasa kurang di perhatikan.
"Kita sudah menikah, kurangi lah main sama teman-teman mu itu." Ujar Mia kesal.
"Kita baru dua hari kembali ke kota, wajar dong jika aku pergi sama teman-teman ku."
"Tapi gak pulang subuh juga. Dan sekarang masih sore kau sudah mau pergi lagi."
"Kenapa kau ini cerewet sekali hah?" Bentak Dito. "Kasih aja tidak pernah melarang ku ini dan itu."
"Kasih lagi dia lagi. Apa sih hebatnya si kasih anak janda miskin itu?"
"Jaga bicara mu Mia. Kau tidak boleh menghina ibunya."
"Sudahlah. Terserah kau mau apa. Beri aku uang, aku mau ke mall...!"
"Aku tidak punya banyak uang. Ini hanya cukup untuk kebutuhan kita aja selama beberapa bulan di sini."
"Kau ini suami macam apa?, tidak menafkahi ku. Beda sama Rangga, dia menuruti apa yang di mau Kasih. Bahkan kalung yang pakai Kasih aja berlian."
"Kenapa kau tidak meminta pada bapak mu saja hah?" Dito geram sekali pada istrinya.
"Katanya kau anak orang kaya. Tapi kenapa kau pelit sekali?"
"Aku bukan pelit, hanya saja orang tua ku sudah mengatur pengeluaran kita."
"Kalau begitu kerja dong. Jangan nongkrong aja!"
"Kau saja yang kerja!" Sahut Dito kemudian pria ini pergi begitu saja.
Mia benar-benar marah pada suaminya, jika ia tahu Dito akan bersikap seperti ini padanya, Mia tidak akan mungkin mau di ajak menikah oleh Dito.
"Brengsek!" Umpat Mia kesal.
"Kasih bisa mendapatkan apa pun yang dia mau. Posisi Kasih harusnya milik ku, wajar saja jika aku merebutnya kembali. Lihat aja nanti....!!"
Mia mengambil tasnya kemudian pergi. Apa lagi kalau bukan untuk pergi nongkrong juga bersama teman-temannya. Rumah tangga mereka yang seumur jagung tidak ada bahagianya sama sekali selain pertengkaran setiap hari.