Revisi PUEBI
Diminta oleh orang tuanya untuk menyelesaikan persoalan hutang keluarga serta harus mengganti rugi dari kerusakan mobil yang Aruna tabrak.
Manakah takdir yang dipilih untuk menyelesaikan persoalannya. Menjadi istri muda Broto sebagai pelunasan hutang atau menjalani One Night Stand dengan Ben agar urusan ganti rugi mobil selesai. Juga cinta Alan pada Aruna yang terhalang status sosial.
Manakah pilihan yang diambil Aruna ? Dengan siapakah Aruna akan menjalani hidup bahagia penuh cinta. Ben atau Alan ? Ikuti terus kisah Aruna
Cerita ini hanya kehaluan author untuk hiburan para pembaca. Silahkan ambil pesan yang baik dan tinggalkan yang buruk.
ig : dtyas_dtyas
fb : dtyas auliah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Clara
"Kalau udah move on, gak bakal gue deket sama Pak Ben."
"Maksud loe ?"
"Orang yang mobilnya pernah gue tabrak ya Pak Ben,"
"Oh My God, jadi yang ngerasain keperawa_nan loe atasan loe sendiri?" Una mengangguk menjawab pertanyaan Meisya.
"Tapi loe tau Na, kalau dia pemilik perusahaan tempat loe cari cuan?"
"Ya enggak lah, dari awal gue kerja yang gue tau Pak Bian direkturnya. Ketemu Pak Ben di acara gathering, dia bilang terakhir ketemu gue dia langsung cuss ke Singapur dan belum lama balik ke Jakarta."
"Wow, kalau gue dulu cinta lalu mende_sah tapi loe mende_sah lalu jadi cinta," canda Meisya sambil terbahak.
"Mommy kenapa sih?" tanya Chika
"Mommy kamu lagi aneh, nggak ada yang lucu dia ketawa sendiri," ucap Una
"Kata temen aku, olang yang suka ketawa sendili itu olang gila, emang mommy olang gila ya?" tanya Chika dengan polosnya.
Meisya berdecak, "Nanti kamu tanya sama daddy, mommy itu orang gila atau bukan?" Jawab Una, sambil tersenyum.
"Una, jangan doktrin keburukan ke anak gue ya."
"Ih, sendirinya ngomong depan anak nggak disaring."
Obrolan mereka pun mau tidak mau harus berakhir, karena Una diajak Huda pulang.
Sedangkan Ben selepas meninggalkan pesta pernikahan Ben dia menuju sebuah alamat yang dikirim oleh orang yang menghubunginya tadi. Ilham, aalah satu orang kepercayaan Ben yang biasa diminta menyelidiki sesuatu dan saat ini ia diminta mencari keberadaan Clara.
Ben turun dari mobilnya, jas yang dipakai sudah dilepas, tiba disebuah apartemen dengan Ilham menunggu di lobby.
"Kamu yakin dia ada di sini?"
"Sudah lumayan lama semenjak dia di Jakarta sering ke salah satu unit di sini. Pria ini anak dari rekan bisnis ayahnya, tapi menurut info si pria sudah memiliki kekasih."
Kedua orang itu kini berjalan menuju unit yang diduga Clara berada di sana. Berdiri di depan pintu, Ben akhirnya menekan bel unit tersebut, sedangkan Ilham berdiri tidak jauh dari Ben bersandar pada dinding.
Pintu terbuka, seorang pria yang mengenakan celana pendek selutut tanpa mengenakan atasan memamerkan dada bidangnya tampak bingung melihat Ben, "Mau cari siapa?"
"Apa kau yang bernama Alan?"
"Iya,"
Ben menyentuh keningnya, "Bisa kau panggilkan Clara!"
Alan mengerutkan keningnya, "Clara ?"
"Ya."
"Kamu siapanya Clara?"
"Panggilkan saja Clara, kau akan tau nanti."
"Sepertinya kau salah, tidak ada yang bernama Clara di sini," sahut Alan meraih pintu ingin menutupnya bersamaan dengan seorang wanita menghampirinya, "Ada apa sayang?" tanya wanita itu pada Alan lalu memeluk lengannya.
Ketika melihat Ben di depan pintu, wanita tersebut terkejut lalu melepaskan tangannya dari lengan Alan.
"B-Ben," ucap Clara.
Ben menghela nafas. Clara mendekat pada Ben, "A-aku bisa jelaskan," ujar Clara.
"Jelaskan apa?" tanya Ben
"Clara siapa pria ini?" tanya Alan pada Clara.
"Ben, ini tidak seperti yang kau pikirkan," ujar Clara
"Memang aku berfikir apa? Sebaiknya kamu segera pulang dan perbaiki komunikasi dengan ayahmu atau aku akan menyampaikan apa yang aku lihat saat ini."
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan Ben," ujar Clara sambil memegang lengan Ben.
"Menurutmu, orang akan berfikir kalian sedang main apa dengan pakaian kalian seperti ini?"
Clara baru menyadari kalau dia saat ini sedang mengenakan lingerie berbahan satin, ia masuk ke dalam sedangkan Ben menatap Alan lalu berjalan meninggalkan unit Alan.
Saat di lift Ben mengatakan pada Ilham agar mengawasi Clara.
"Laporkan padaku jika sampai nanti malam dia tidak pulang ke rumah keluarganya," perintah Ben.
"Siap pak."
***
Berada di balkon kamarnya, masih mengenakan bathrobe, Ben menghubungi Una.
"Halo"
"Aruna."
"Iya."
"I miss you."
"Hm, apa urusannya sudah selesai?"
"Kau tidak rindu padaku?"
"Hmmmm, gimana ya?"
"Una!"
Una menjawab dengan tertawa.
"Tunggu, aku akan ke sana."
"Ke mana?"
Ben mengakhiri panggilan, mengenakan pakaian dan bergegas keluar dari apartemennya.
Setelah menerima pesan dari Ben bahwa pria itu sudah menunggu di depan rumah kostnya, Una pun keluar dari kamarnya. Mengenakan jumpsuit dilapisi cardigan ia sudah keluar dari gerbang, karena malam minggu sebagian penghuni kost memang sedang di luar. Ada yang mencari makan malam, hangout dengan teman atau kekasihnya.
Memasukan kunci kamar ke dalam dompetnya, ia menghampiri Ben. Terlihat Ben bersandar pada mobilnya, mengenakan celana cinos pendek berwarna crem dan kaos putih. Memainkan ponsel sedangkan tangan kirinya masuk ke dalam kantong celananya. Keberadaan Ben termasuk menjadi pusat perhatian bagi pengguna jalan, sudah pasti karena ketampanan pria tersebut. Apalagi kondisi malam minggu, jalanan lebih ramai dari biasanya.
"Om Ben," panggil Una. Ben menoleh lalu tersenyum melihat Una sudah berada di depannya.
"Kita mau ke mana?" tanya Una.
"Maunya ke kamar kamu, tapi karena aku nggak bisa masuk jadi terpaksa aku culik dulu. Kamu nggak ada niat pindah Na?"
"Pindah ke mana?"
"Apartement aja, mudah nyamperinnya kalau aku kangen."
"Jadi sekarang kita mau ke mana Om, aku cuma pake baju begini jangan ke tempat terlalu ramai ya."
"Kalau tempat yang sepi boleh nih?"
"Bukan gitu maksudnya."
Ben mengajak Una ke apartementnya, "Kamu sudah makan?" tanya Ben.
"Belum,"
"Kenapa tadi nggak bilang, jadi kita bisa mampir makan dulu waktu masih di luar," ucap Ben sambil mengambil air mineral dalam lemari pendingin.
"Aku belum lapar om," sahut Una sambil membuka cardigannya dan memainkan ponsel.
Ben menelan salivanya melihat Una mengenakan jumpsuit dengan tali berbentuk spagethi terikat di kedua pundaknya. Jika kedua tali tersebut di lepas sudah pasti kedua asset akan terlihat.
"Kamu sengaja menggodaku?"
Belum dijawab oleh Una namun ponselnya berbunyi, panggilan dari Meisya.
"Halo."
"Di mana Na?"
"Di rumah."
"Yakin?"
"Yakinlah, kenapa gitu?"
"Gue pikir lagi sama CEO kesayangan loe," sahut Meisya lalu terbahak. Ben yang duduk di sebelah Una dapat mendengar apa yang diucapkan Meisya.
Una berdecak, "Tuh tau, ya udah nggak usah ganggulah."
"Jangan lupa Na, jepit kepalanya pake paha loe, pasti makin cinta dia".
"Astaga Sya, mulut loe ya."
Terdengar suara Vino lalu tidak lama panggilan berakhir.
"Tapi kalau mau dicoba boleh juga Na."
"Apa yang dicoba?"
"Masalah jepit menjepit." Mendengar ucapan Ben, Una memukul Ben dengan bantal sofa.
Ben meraih cepat tengkuk Una lalu melu_mat bibir ranum yang terlihat menggoda. Sedikit kasar tidak seperti biasanya, bahkan kini lidah mereka saling membelit.
Ponsel Ben yang diletakan di meja berdering, Ben melepaskan pagutannya dan menoleh sekilas pada layar ponsel. Bersandar pada sofa dan merangkul Una
dengan lengan kirinya.
"Halo"
"Halo Ben."
"Hm."
"Kita perlu bicara, kau di mana?"
"Untuk saat ini tidak perlu, segera hubungi ayahmu."
"Ben."
Ben mengakhiri panggilan, agak terkejut saat menoleh pada Una. Una menatapnya seakan bertanya siapa wanita yang barusan menelponnya.
Perjodohan Arini
Suami absurd
Suami rupa madu mulut racun