Karena suatu alasan, Alia kehilangan bayinya dan di saat bersamaan, Alvin putra dari bos Bara sedang tak berdaya dan membutuhkan A*si, sedangkan ibunya meninggal disaat melahirkan Alvin.
"Dia membutuhkan kamu, Alia. Maukah kamu menjadi ibu susu untuk putraku?" Bara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ada yang di sembunyikan
Setelah setengah jam Bara berkeliling mencari Lia, namun tak kunjung menemukannya, bahkan tak ada kabar dari Akas kalau Lia kembali.
Hari semakin gelap namun tak ia dapati juga keberadaan Lia, Bara hampir saja putus asa namun tak sengaja ia bertemu salah satu karyawannya yang memberitahu bahwa dirinya sempat melihat Lia pergi ke taman yang tak jauh dari tempat Bara sekarang.
Bara pun sedikit lega dan bergegas pergi menuju tempat yang telah diberitahukan karyawannya tersebut.
Setelah sampai tempat yang sedikit sepi, Bara mendapati Lia yang sedang duduk di bangku taman seorang diri.
Bara datang menghampiri namun sebelumnya Bara membeli dua cup kopi untuk menemani suasana yang mulai dingin.
"Apa yang membuatmu merajuk, hingga meninggalkan kantor tanpa pamit?" Tanya Bara sambil memberikan satu cup kopi untuk Lia.
Lia menatap Bara dan menerima pemberian Bara. Bara duduk di samping Lia sambil menikmati kopi yang ia beli.
"Tahu darimana Lia ada di sini? dan untuk apa bapak mencari Lia, Lia bisa pulang sendiri."
"Apa kamu marah padaku?" tanya Bara sambil menoleh dan memandang wajah Lia yang sembab karena telah menangis.
"Tidak, aku tidak marah pada bapak, aku hanya ingin menyendiri saja merenungi nasib yang sedang ku jalani."
"Bodoh. . ."
"Apa maksud bapak mengatakan saya bodoh, jika mencari saya hanya untuk mengatakan itu lebih baik bapak pulang dan jangan hiraukan saya." Lia nampak marah dengan ucapan Bara.
"Kamu terlalu bodoh untuk meratapi nasib, apa gunanya di mentratapinya jika kamu tidak bisa mengubahnya, kau pikir hidupmu akan berubah jika kamu terus menangis." Lia hanya menatap Bara yang kali ini ada benarnya.
"Aku. . ."
"Besok, kita akan kerumah sakit melihat bayi malang itu, walaupun aku benci dengan orangtuanya tapi aku tidak bisa membenci anak itu."
"Maksud bapak, kita akan menjenguk cucu pak Bambang?" Lia sedikit senang mendengar Kabar itu, ia merasa tak sabar untuk membuktikan semuanya.
"Iya, aku rasa idemu itu ada baiknya, setidaknya untuk pertimbangan ku."
"Terimakasih pak,"
"Terimakasih untuk apa? kamu gak ada untungnya dengan semua ini."
Lia hanya menggeleng dan tersenyum tipis terpampang di bibir Lia. Bara pun membalas senyuman Lia yang sudah membuat hatinya lega, setidaknya kesedihan Lia sedikit berkurang.
"Kamu terlihat cantik, jika tersenyum. Aku harap kamu bisa selalu memberikan senyuman itu setiap hari untukku" gumam Bara dan terus menatap Lia.
"Terimakasih sudah mau mengerti keinginanku tanpa perlu aku berucap." Kini kedua insan saling menatap dan saling berbicara dalam hati.
Tak terasa waktu pun begitu cepat berlalu, dan tanpa mereka sadari sudah menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya mereka kembali pulang.
Tanpa di sadari panggilan tak terjawab dari Toni begitu banyak. Lia melupakan janjinya dengan Toni tanpa Lia sadari, pesan pun begitu banyak juga yang masuk di ponsel Lia namun sayang ponsel Lia masih dalam tas dan berada di mobil Bara.
Selama perjalanan pulang, Lia hanya mengingat ucapan pak Bambang mengenai cucunya dan Lia selalu terbayang jika cucu yang di maksud papa mertuanya adalah anaknya pasti anaknya sedang menderita saat ini dan harus melewati penyakitnya tanpa ada orang tuanya di sampingnya.
Bara sesekali melirik Lia, dan pikirannya penuh tanda tanya yang belum terjawab.
"Apa sebenarnya yang di pikirkan Lia, apa ada hubungannya dengan pak Bambang? sedari tadi sikapnya aneh, seolah ada yang ditutupi dariku?" gumam Bara.
Sesampainya ke rumah, Lia memilih bergegas pergi ke kamar dan meninggalkan Bara. Akas yang tau kedatangan mereka datang menghampiri Bara.
"Ketemu di mana Lia?" tanya Akas
"Di taman. Aku ada tugas sedikit untukmu!"
"Tugas apa lagi?"
"Apa kamu ingat dengan Rian, kakaknya Bunga.?"
"Iya aku ingat, ada masalah apa lagi bukannya dia sudah meninggal kecelakaan beberapa bulan yang lalu."
"Apa kamu tahu siapa saja yang meninggal dalam kecelakaan itu? aku ingin kamu selidiki lagi kasus itu, sepertinya ada sesuatu yang janggal dan ada yang di sembunyikan."
"Tapi bukannya kasus itu sudah di tutup oleh pihak kepolisian dan memastikan itu murni kecelakaan bukan karena mobilnya di sabotase."
"Aku tidak mau tahu, kamu selidiki lagi, aku gak mau ada orang lain yang ikut mengalami kecelakaan itu selain Rian karena dia mengatakan bahwa Rian kecelakaan bersama istrinya yang mau melahirkan. Tapi kenapa di laporan hanya Rian sendiri yang meninggal dalam kecelakaan itu. Aku ingin fakta sebenarnya dan apa ada orang lain yang ikut campur urusan ini hingga menjadi begini."
"Baiklah akan aku cari tahu informasinya secepatnya, Jangan kuatir semua akan baik-baik saja. Tak akan ada yang menyalahkan kita dalam kejadian itu. Kalau jika memang sia bersama istrinya aku akan mencari tahu dengan pasti apa dia masih hidup atau sudah mati."
"Aku butuh kabar secepatnya dan jangan mengecewakan aku." Bara pun pergi meninggalkan Akas dan kembali ke kamar.
Akas berfikir dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi yang dia lewatkan.
"Apa sebenarnya yang terjadi, kenapa aku disuruh mencari informasi kembali tentang meninggalnya Rian? apa dia di datangi Rian dalam mimpi dan merasa bersalah? ah. . entahlah, aku hanya menjalankan tugas di sini ada tidak tahu apa-apa."Akas pun pergi.
*******
Di sisi lain pak Bambang mengingat-ingat wanita yang ia temui di kantor Bara, pak Bambang merasa tak asing dengan wanita itu.
"Ada apa pa kok terlihat sedang melamun? ucap ibu Ina yang mengagetkan suaminya.
"Eee mama, ngagetkan papa saja. papa cuma kepikiran sama wanita yang papa lihat di kantor Bara, Sepertinya papa mengenalnya tapi siapa mama lupa?"
"Mungkin mirip aja pa, terus gimana hasilnya Bara mau memberikan dana itu gak?"
"Belum, dia masih mau bertemu dengan cucu kita, dia ingin memastikan kalau cucu kita benar-benar sakit."
"Kenapa papa berbohong seperti itu? cucu kita kan baik-baik saja dan gak ada penyakitnya."
"Papa gak ada jalan lain, dan terpaksa harus berbohong pada Bara. Hubungi dokter Herman dan rencanakan semuanya, papa gak mau ketahuan bohong dan buat seolah-olah semua benar." jelas pak Bambang.
"Baiklah. . .papa ini buat masalah aja, kalau gak untuk 50 M, mama gak mau ikut campur urusan papa." Bu Ina pun pergi meninggalkan suaminya yang masih ada kepikiran dengan wanita itu.
"Aku harap semuanya bisa berjalan dengan lancar dan Bara tidak mencurigai semuanya. Dan sepertinya aku harus membuat Bara mau menikahi Bunga agar aku tidak perlu terlalu banyak berbohong untuk mendapatkan kucuran dana yang fantastis." Pak Bambang mulai menyusun rencana untuk membuat Bara mau menikahi putrinya.
MAKASIH SUDAH MAMPIR JANGAN LUPA TINGALKAN JEJAK LIKE,VOTE, HADIAH DAN JUGA DI FAVORITKAN.💝💝💝💝