Sejak malam pernikahan, Clara Wu telah diracun oleh pamannya—racun yang membuatnya hanya bisa bertahan hidup lewat penawar yang diberikan setiap minggu.
Namun setiap kali penawar itu datang, bersamanya hadir obat perangsang yang memaksa tubuhnya menjerit tanpa kendali.
Tak sanggup menanggung hasrat yang dipaksakan padanya, Clara memilih menyakiti diri sendiri, melukai tangannya agar tetap sadar.
Tiga tahun ia bertahan dalam pernikahan tanpa cinta, hingga akhirnya diceraikan dan memilih mengakhiri hidupnya.
Ketika Adrian Zhou kembali dari luar negeri dan menemukan kebenaran tentang siksaan yang dialami istrinya, hatinya hancur oleh penyesalan.
Apakah Adrian akan mampu mencintai istri yang selama ini ia abaikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Andrian, Kakak Ipar, kami pulang dulu. Kalau butuh sesuatu hubungi kami, jangan sungkan!" ujar Hacken.
"Terima kasih sudah membantu," ucap Clara sopan.
"Jangan sungkan, kami dan Andrian seperti saudara," tambah Tomy sebelum keduanya pamit dan meninggalkan ruangan.
Setelah mereka pergi, suasana kamar menjadi lebih tenang. Hanya suara mesin infus yang terdengar pelan.
Andrian menatap Clara.
"Clara… apakah kau masih marah soal Lulu?" tanyanya hati-hati.
"Kenapa aku harus marah?" jawab Clara datar.
Andrian menunduk, lalu menjelaskan dengan suara pelan,
"Saat aku ke Paris, aku menemuinya karena ingin menjebaknya. Ayahnya berusaha menjebakku dan mengambil bisnisku… dan putrinya juga sama. Malam itu aku menjebaknya, tapi aku tak menyangka dia akan mengirim foto itu ke nomormu. Aku dan dia tidak pernah punya hubungan apa pun."
Clara menghela napas kecil.
"Aku tahu. Kau tidak perlu menjelaskan lagi," jawab Clara tenang.
Andrian menatapnya, ragu namun berharap.
"Clara… apakah kau benar-benar sudah memaafkan aku?"
Clara menatapnya balik, tidak berkedip.
"Aku tidak punya alasan untuk tidak memaafkanmu. Lagi pula kau hanya dijebak."
Mendengar itu, Andrian tiba-tiba menarik Clara ke dalam pelukannya, erat—seperti seseorang yang takut kehilangan.
Clara terkejut dan menepuk dadanya.
"Ada apa? Lepaskan dulu tanganmu!"
Namun Andrian justru memeluknya semakin erat, wajahnya tenggelam di bahu Clara, seolah rasa lega mengalir deras di tubuhnya.
"Clara… aku takut kau menjauh dariku," bisik Andrian pelan, suaranya bergetar.
"Apakah kau ingin aku selalu di sisimu?" tanya Clara pelan.
"Iya," Andrian menjawab tanpa ragu. "Selalu dan setiap saat. Apakah kau sudi?"
Clara terdiam. Dalam hati ia berbisik, “Andrian adalah penyelamatku… aku akui selama ini aku menyukainya. Tapi pria ini sangat sulit dijangkau, walau dia ada di hadapanku.”
Clara menatap suaminya.
"Andrian… apakah kita akan bahagia?"
Andrian mengangkat wajahnya, menatap Clara penuh keyakinan.
"Sudah tentu. Tidak ada yang bisa memisahkan kita."
Lalu ia menghela napas perlahan sebelum bertanya,
"Clara, apakah kau keberatan hidup bersama pria yang mengalami lemah jantung? Mungkin saja aku pingsan kapan saja dan di mana saja."
Clara menggenggam tangannya.
"Aku akan memastikan hal itu tidak terjadi padamu. Dan kau harus mendengar kata-kataku mulai sekarang."
Clara menatap serius.
"Kata Kane, selama ini kau terlalu fokus pada bisnismu sampai mengabaikan kesehatanmu. Demi aku, bisakah kau fokus pada kesehatanmu saja? Biarkan urusan bisnis dibantu olehku dan Kane. Kalau ada yang aku tidak mengerti, aku akan bertanya padamu."
Andrian tersenyum—senyuman yang jarang muncul, lembut, dan tulus. Ia menyentuh wajah istri yang dicintainya itu.
"Aku akan mendengar semua katamu," jawab Andrian. "Aku ingin hidup lebih lama."
Ia menempelkan keningnya pada kening Clara, napas keduanya bertemu, hangat dan menenangkan.
"Untukmu," lanjut Andrian pelan, "aku ingin tetap hidup."
Clara tersentuh dan merasakan dadanya menghangat.
Andrian kemudian mencium bibir istrinya dengan lembut, lalu semakin dalam. Pelukannya begitu erat seolah tak ingin melepas wanita itu.
Di tengah malam, Andrian terbangun dan menatap istrinya yang tidur di dalam dekapannya. Ia tersenyum kecil, lalu mengecup dahi wanita itu.
“Aku berjanji padamu… aku akan merawat diriku dengan baik. Agar aku bisa menemanimu dan melindungimu selamanya,” gumam Andrian lirih.
Keesokan harinya.
Andrian mengganti pakaian dan bersiap untuk pulang.
“Apakah kau yakin sudah baikan? Tidak ingin periksa ulang dulu?” tanya Clara sambil membantu suaminya mengenakan jas panjang.
“Iya. Aku tidak ingin lama-lama di sini. Aku lebih suka di rumah. Di rumah ada istriku yang merawatku… aku lebih lega dan nyaman,” jawab Andrian sambil merangkul pinggang istrinya.
“Sudah, jangan bercanda. Ayo kita pergi. Kane sedang menunggu kita,” kata Clara, melepaskan rangkulan suaminya lalu menggenggam tangannya.
Dalam perjalanan.
Kane sedang mengemudi sambil berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sesaat kemudian, ia memutuskan panggilannya.
“Tuan, perusahaan sedang mengalami sedikit masalah. Ada seseorang yang sengaja datang membuat onar… dan menyebarkan gosip yang tidak sedap,” laporan Kane.
“Gosip apa lagi?” tanya Andrian, duduk di kursi belakang bersama istrinya.
“Sudah tersebar di media sosial,” jawab Kane.
Mendengar itu, Clara segera membuka ponselnya. Matanya membelalak saat melihat unggahan seorang pria.
"Andrian Zhou telah meniduri putriku hingga hamil dan tidak bertanggung jawab!"
“Siapa dia? Apakah sudah ditahan?” tanya Clara dengan nada tegas.
“Petugas keamanan sudah menahannya. Tapi gosip ini menyebar sangat cepat. Banyak orang meminta Tuan harus tampil dan memberikan klarifikasi,” jelas Kane.
“Hapus semua postingannya, dan umumkan bahwa aku akan memberikan penjelasan besok!” perintah Andrian. “Dan cari tahu siapa dalang utamanya!”