NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api Hitam dari Retakan Dunia

Api hitam itu berdiri seperti sebatang obor jahat, tinggi hampir dua meter, dengan lidah api yang bergerak melawan gravitasi. Cahaya biru dari kubah air memantul di permukaannya, menciptakan warna ungu gelap yang membuat ruangan terasa lebih dingin dari sebelumnya.

Sena membeku.

Raga mundur perlahan. “Kau bercanda… Api Hitam bisa menembus ruang persilangan?”

Cai, meski masih lemah, refleks berdiri di depan Sena. “Itu bukan sekadar api biasa…”

Api Hitam itu berdenyut, kemudian bentuknya mulai berubah. Pada awalnya seperti asap, lalu memadat menjadi siluet manusia. Dari tengah-tengah api, keluar dua mata merah gelap tanpa pupil, tanpa emosi, namun memiliki kedalaman yang membuat Sena merasakan tulang belakangnya merinding.

Sosok itu menunduk sedikit, seolah memeriksa mereka satu per satu.

Cai menelan ludah. “Sena… itu bukan makhluk dari dimensi api yang kita kenal.”

Sena mengangguk perlahan. “Aku tahu.”

Karena aku merasakan panasnya.

Tapi ini bukan panas yang hidup…

Ini panas yang membunuh.

---

Api Hitam itu akhirnya membuka mulut.

Namun bukan suara manusia yang keluar—melainkan suara retakan dunia, seperti batu pecah dan logam panas yang diseret.

“PEWARIS AIR.”

Cai menegakkan tubuh, gemetarnya hanya bisa dilihat jika diperhatikan dari dekat. “Apa maumu?”

Api Hitam melirik ke arah Sena.

“KETIDAKSEIMBANGAN.”

Sena mengeras. “Jangan banyak bicara. Kalau kau datang untuk menyerang, lakukan saja!”

Cai melirik Sena. “Jangan terpancing.”

Tapi api itu bergerak lebih cepat dari reaksi siapa pun. Dalam sekejap, sosok hitam itu memanjang seperti bayangan yang dilepaskan dari tubuhnya, merayap di lantai, lalu tiba-tiba muncul di belakang Raga.

Raga menjerit dan terjatuh, tongkatnya terlempar.

Sena menoleh seketika. “RAGA!”

Cai menyerang spontan gelombang air memancar dari tangannya menuju Api Hitam.

Namun gelombang itu langsung menguap saat menyentuh permukaan hitam itu. Tidak ada reaksi. Tidak ada perlawanan. Air hanya hilang.

Seolah ditelan.

“Sial…” Cai memundurkan diri.

Api Hitam bergetar sedikit, lalu berbicara lagi.

“AIR MERUPAKAN AWAL. API MERUPAKAN AKHIR.”

Sena maju satu langkah, matanya merah membara. “Berhenti menyentuh Raga.”

Api Hitam mencondongkan kepala, seolah mempelajari Sena.

“PEWARIS API. KAU MEMADAMKAN DIRIMU DEMI AIR.”

Sena mendesis. “Aku melakukan apa yang harus.”

Lidah api hitam berputar mengitari sosok itu, semakin tinggi perlahan.

“ITU SEBUAH KESALAHAN.”

Sena menggertakkan gigi. “Kau tidak punya hak menentukan itu.”

Cai meraih pergelangan tangan Sena, menahannya.

“Sena… ini bukan makhluk yang bisa kita kalahkan begitu saja. Dia bukan prajurit dari mana pun.”

Sena menoleh. “Aku tahu. Tapi kita tidak bisa diam.”

Cai menghela napas, menutup mata sejenak. “Aku butuh waktu untuk menstabilkan energi leluhur yang tadi.”

“Tapi”

“Sena, kalau aku menyerang sekarang, aku bisa tidak terkendali lagi.”

Sena terdiam.

Itu benar.

Sena menghampiri Raga yang masih terbaring lemas di lantai. Ia berlutut dan memeriksa lengannya ada bekas hitam panjang seperti luka bakar dingin.

Raga tersenyum lemah. “Aku… masih… hidup.”

“Jangan banyak bicara.” Sena membantu mengangkatnya.

Raga menatap Api Hitam. “Itu… makhluk dari retak dimensi. Retakan itu terjadi saat energi dua inti bersinggungan terlalu kuat.”

Cai menoleh tajam. “Maksudmu… saat aku bangkit?”

“Dan… mungkin saat kau memadamkan api, Sena. Kedua energi besar itu menabrak satu sama lain.” Raga menghela napas berat. “Retakan itu mengundang makhluk seperti ini.”

Api Hitam mengangkat tangannya. Sekilas, ia tampak seperti menguji udara.

“BANYAK YANG MENCARI KEKUATAN INI. DUA PEWARIS. SATU PERUBAHAN.”

Sena mencabut belati apinya meski api yang biasanya membalut belati itu kali ini hanya berupa kilau redup.

Cai mengangkat tangan, siap mengerahkan sisa kekuatannya, meski matanya masih terlihat letih.

Raga berdiri tertatih, mengambil tongkatnya kembali.

Api Hitam menatap ketiganya.

Dan ia tersenyum.

Api tersenyum itu hal paling mengerikan yang pernah Sena lihat.

Api Hitam menghilang dari tempatnya berdiri… dan muncul tepat satu langkah di depan Cai.

“Hati-hati!” Sena menjerit.

Terlambat.

Api Hitam mendorong telapak tangannya ke dada Cai. Tidak keras, namun cukup untuk menancapkan panas yang begitu pekat hingga lantai di bawah Cai retak dan berubah warna.

Cai menahan napas, tubuhnya terangkat sedikit.

Sena hendak menyerang, namun Api Hitam berbalik dan dengan satu kibasan, ia mengirim Sena terbang, membentur salah satu pilar air dan jatuh tersungkur.

“SENA!” Cai menjerit.

Cai mengerang, mencoba melepaskan diri, tetapi telapak tangan Api Hitam menahan dadanya, seperti sedang membaca jantungnya.

“AIR YANG TERLAHIR DARI DARAH LELUHUR… NAMUN HATIMU TERIKAT API.”

Cai merasa seluruh tubuhnya seperti dipaksa menunjukkan semua rahasianya sekaligus. “Hentikan…!”

Api Hitam merendahkan suaranya.

“KAU ADALAH BIBIT KETIDAKSTABILAN.”

Cai berteriak, mengeluarkan semburan air dari seluruh pori tubuhnya.

Namun Api Hitam hanya sedikit terdorong, tanpa terluka sama sekali.

Raga menancapkan tongkatnya ke lantai, mengirim goncangan berkode mantra kuno. Ruangan air bergetar, menciptakan medan tekanan yang memantulkan sebagian energi Api Hitam.

Api Hitam terdorong mundur beberapa langkah.

Itu cukup.

Cai jatuh berlutut, napasnya terpecah.

Sena bangkit, tubuhnya penuh luka, namun matanya tetap menyala marah.

Ia berdiri di depan Cai.

“Nyalakan dia, Sena…” Raga berbisik lirih. “Jadilah keseimbangannya. Kau satu-satunya yang bisa memelindungi energi itu.”

Sena mengepalkan tangan. Api kecil muncul rapuh, tapi ada.

Ia berdiri tegak.

“Aku tidak tahu dari dimensi apa kau berasal,” katanya pada Api Hitam. “Tapi ini wilayah kami. Cai bukan milikmu. Dan kau tidak berhak menyentuh inti hidupnya.”

Api Hitam mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

“MAKA KAU YANG MENJADI LILIN PERTAMA YANG PADAM.”

Sena menarik napas panjang.

Tak peduli rasa sakit.

Tak peduli retakan dunia.

Tak peduli ancaman makhluk kegelapan api itu.

Ia membangunkan bara di dalam dirinya—api merahnya. Api yang selama ini ia jaga karena takut kehilangan kendali. Banyak yang bilang Api Merah terlalu liar dan mudah meledak.

Tapi saat ini…

Dia tidak punya pilihan lain.

Cai meraih tangan Sena. “Jangan pakai semuanya. Kau bisa mati!”

Sena tersenyum miring. “Tenang. Aku belum berencana mati sebelum kau bayar makan malam yang kemarin kau janji.”

Cai menatapnya, tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis.

Sena menatap Api Hitam lagi.

Dan kali ini baranya menyala benar-benar.

Lidah api merah menyelubungi tubuhnya, menari bersama kabut air yang masih tersisa dari Cai.

API DAN AIR.

DUA HAL YANG SEHARUSNYA MUSTAHIL BERSATU.

Namun di antara dua pewaris itu…

Keduanya saling mengisi.

Cahaya merah keemasan menyinari ruangan.

Api Hitam berhenti bergerak. Untuk pertama kalinya, ia terlihat… ragu.

Cai berdiri perlahan di samping Sena. “Bersamaku.”

Sena mengangguk. “Selalu.”

Mereka menggabungkan tangan.

Dan energi keduanya meledak ke depan, membentuk pusaran merah-biru yang memukul udara seperti badai dimensi yang membelah dua sisi dunia.

Api Hitam mengangkat kedua tangannya untuk menahan, namun badai itu terlalu cepat.

Terlalu kuat.

PUSARAN ITU MENGHANTAM API HITAM.

Dan untuk pertama kalinya—makhluk itu terdorong mundur, menancap lantai, meninggalkan jejak abu hitam dan retakan seperti jaring laba-laba.

Raga berseru kaget. “Mereka… berhasil!”

Sena dan Cai terengah-engah, namun mereka berdiri tegak.

Api Hitam mengangkat wajahnya perlahan. Matanya semakin merah.

Dan ia berkata dengan suara yang sangat pelan, namun menusuk jantung.

“INI… BARU PERMULAAN.”

Kemudian tubuh Api Hitam pecah menjadi ribuan serpihan kecil yang terbakar, lalu menghilang seolah terserap kembali ke retakan dunia.

Keheningan menyelimuti ruangan.

Sena dan Cai jatuh berlutut bersamaan.

Namun sebelum siapa pun sempat berkata apa pun…

Suara besar lebih besar dari apa pun sebelumnya menggelegar dari jauh, dari dalam lorong gelap di belakang mereka.

Raga menelan ludah. “Kau dengar itu…?”

Cai menatap Sena.

Sena mengangguk.

“Retakan itu… belum tertutup.”

Dan sesuatu yang jauh lebih besar daripada Api Hitam sedang bergerak ke arah mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!