Ketika cinta berubah menjadi luka, dan keluarga sendiri menjadi pengkhianat. Dela kehilangan segalanya di hari yang seharusnya menjadi miliknya cinta, kepercayaan, bahkan harga diri.
Namun dalam keputusasaan, Tuhan mempertemukannya dengan sosok misterius yang kelak menjadi penyelamat sekaligus takdir barunya. Tapi apakah Dela siap membuka hati lagi, ketika dunia justru menuduhnya melakukan dosa yang tak pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Terpukau
Kondisi Surya kini sudah jauh lebih baik, bahkan hari ini ia sudah diperbolehkan pulang. Dokter berpesan agar Surya tidak boleh terlalu banyak pikiran, kelelahan, atau menerima kabar mengejutkan karena semua itu bisa memicu serangan jantung.
"Bapak mengucapkan terima kasih banyak kepada kalian berdua, karena sudah menjaga Bapak selama di rumah sakit. Maafkan Bapak jika banyak merepotkan. Pasti biaya rumah sakit Bapak sangat mahal ya, apalagi kalian menempatkan Bapak di ruangan sebagus ini," ujar Surya.
"Sudah Pak. Bapak tidak perlu memikirkan soal biayanya. Semua sudah Arsen urus yang penting Bapak sembuh ya," balas Arsen.
Dela merasa sangat terharu dengan kebaikan suaminya. Meskipun biaya rumah sakit Ayahnya pasti sangat besar, Arsen dengan sukarela membayarnya dan menempatkan Ayahnya di ruang VVIP.
"Apa Kakak dan adikmu tidak ada yang datang ke sini Dela?" Tanya Surya terselip nada sedih karena anak-anaknya yang lain tidak ada yang menyempatkan diri menjenguk.
"Tidak ada Pak Ibu juga tidak datang. Sudahlah Bapak tidak perlu memikirkannya. Yang penting sekarang ada Dela di sini. Hari ini kata dokter Bapak sudah boleh pulang."
Mendengar kabar gembira itu, Surya senang sekali. Ia sudah tidak betah berlama-lama di rumah sakit. Walaupun dirawat di ruangan VVIP, Surya lebih suka berada di rumah dan tidak merepotkan anak-anaknya.
"Syukurlah Dela. Bapak sudah tidak sabar untuk pulang."
Dela merasa bimbang. Ia merasa kasihan jika harus meninggalkan Ayahnya di rumah, karena ia tau tidak ada seorang pun di sana yang akan benar-benar peduli. Dela ingin sekali mengajak Ayahnya tinggal bersamanya, tetapi ia takut suaminya akan menolak, mengingat mereka masih tinggal di rumah mertuanya.
"Tapi Dela jadi tidak tega meninggalkan Bapak di rumah. Nanti siapa yang akan merawat Bapak? Di sana kan sudah tidak ada Dela," ucap Dela khawatir.
Surya memegang tangan putri keduanya itu dengan haru, terkesan karena anaknya begitu memikirkannya.
"Dela kamu tidak perlu mengkhawatirkan Bapak sampai sejauh itu. Bapak masih sanggup mengurus diri sendiri. Lihatlah sekarang Bapak sudah sehat."
"Kalau kamu mau, kita bisa membawa Bapak untuk tinggal bersama kita," ujar Arsen menawarkan.
"Jangan Nak. Tidak perlu Bapak tidak ingin menyusahkan kalian," tolak Surya.
"Iya Mas lagipula kita kan tinggal di rumah Nenek kamu, kan tidak enak. Aku juga belum membicarakan ini dengan Ibu," timpal Dela.
Arsen akhirnya menyerahkan keputusan itu pada istrinya. Padahal, jika Ayah mertuanya mau, Arsen bisa saja membawanya ke salah satu apartemen pribadinya. Sore harinya, Arsen membawa Surya pulang ke rumah lama. Sementara itu, Tika yang melihat sebuah mobil mewah berhenti di depan rumahnya langsung terpana.
"Wow mobil siapa ini? Mobil itu bahkan lebih mewah dari mobil pria yang kemarin. Jangan-jangan ini mobil Refan lagi? Apa dia sengaja datang ke sini mau bertemu denganku?" Ujar Tika dengan percaya diri.
Padahal itu mobil milik kakak iparnya yang selama ini selalu ia sebut sebagai kuli bangunan miskin. Tika semakin terkejut saat melihat Dela dan Arsen turun dari mobil mewah itu sambil menuntun Ayahnya. Wajar jika Tika kaget, sebab kemarin ia tidak melihat Dela dan suaminya datang dengan mobil semewah itu.
"Mbak Dela, Bang Arsen itu benar-benar mereka kan?" Tika mengucek matanya, takut salah lihat.
"Mbak Dela ini sungguh kamu? Ke... kenapa sekarang kamu bisa secantik ini, dan Bang Arsen juga bisa seganteng ini?" Tanyanya sambil mengamati penampilan Dela dari atas sampai bawah.
"Itu tidak penting sekarang kamu minggir aku mau mengantar Bapak ke kamarnya. Kamu ini bagaimana sih? Bapak sakit dan dirawat di rumah sakit kok kamu tidak datang menjenguk sama sekali," omel Dela.
Refleks, Tika langsung memberi jalan. Sungguh, Tika tidak tau jika Ayahnya sakit dan dirawat di rumah sakit, karena tidak ada seorang pun di rumah yang memberitahunya.
"Aku saja tidak tau jika Bapak sakit dan dirawat di rumah sakit, bagaimana aku mau datang?" Balas Tika, membuat Dela semakin geram. Ibu dan Kakak-kakaknya memang keterlaluan, Ayahnya sakit tapi Tika sama sekali tidak diberi tau.
"Semua orang di rumah ini memang sangat keterlaluan ya! Bisa-bisanya tidak ada yang datang ke rumah sakit untuk menjenguk Bapak," hardik Dela.
"Sudah Dela yang penting sekarang Bapak sudah sehat," ucap Surya tidak ingin terjadi keributan.
"Oh jadi Bapak sudah pulang. Baguslah biar tidak merepotkan orang," celetuk Rena saat melihat suaminya sudah di rumah.
"Ya ampun Ibu kok bicara begitu sih," Dela mengelus dada mendengar perkataan Ibunya yang sama sekali tidak menunjukkan kekhawatiran pada suaminya.
"Memangnya kamu berharap Ibu bilang apa? Gara-gara Bapakmu sakit, Ibu jadi harus keluar uang banyak untuk membayar biaya rumah sakitnya. Sudah tahu keuangan kita sedang sulit, malah pakai masuk rumah sakit segala, kamu lagi punya uang malah dipakai untuk bergaya tidak penting. Dari pada uangmu habis untuk menyewa baju dan mobil mahal, lebih baik uangmu itu dipakai membayar biaya rumah sakit Bapakmu saja." Baru saja Surya pulang sudah dimarahi istrinya.
Mendengar perkataan Ibunya, Tika langsung membenarkan bahwa semua yang dipakai Kakaknya itu adalah hasil sewa.
"Oh jadi semua itu hasil sewa ya? Duh kukira sungguhan milikmu," ujar Tika.
Tadi ia sempat tercengang dengan penampilan baru Kakaknya, namun setelah mendengar perkataan Ibunya, Tika kembali bersikap arogan. Dela memutar bola matanya malas.
"Tadinya dia mau pamer di acara pernikahanmu, tapi kamu malah batal menikah haha!" Sela Rian yang tiba-tiba datang.
"Betul banget kasihan sudah sewa mahal-mahal tapi tidak jadi pamer di depan semua orang," imbuh Eka dengan tawa mengejek.
Surya yang mendengar semua itu hanya bisa mengelus dada. Baru saja pulang dari rumah sakit, ia sudah mendengar perkataan-perkataan yang menyakitkan hati.
"Sudah cukup uhuk uhuk uhuk," Surya kembali terbatuk-batuk.
"Ya ampun Bapak kalian bisa tidak sih kalau bicara jangan begitu? Pikirkan juga kesehatan Bapak. Bapak itu tidak boleh banyak pikiran Dela jadi takut kesehatan Bapak akan terganggu kalau begini terus. Bagaimana kalau Bapak ikut tinggal bersama Dela dan Mas Arsen saja?" Hardik Dela kesal dengan keluarganya.
"Itu malah bagus dengan begitu, tidak ada lagi orang penyakitan yang akan tinggal di sini. Bisanya hanya merepotkan saja," ujar Rena tanpa perasaan.
"Halah gayanya kaya mampu menghidupi orang penyakitan saja," cibir Tika.
"Nanti ujung-ujungnya malah banyak utang lagi," imbuh Eka.
"Jangan hanya bisa bicara tapi buktikan!" Rian juga malas jika harus mengurus Ayah mertuanya yang sakit, sehingga ia sangat berharap Dela akan membawa Surya pergi.
"Sudah Sayang. Kita bawa Bapak untuk tinggal bersama kita saja," ujar Arsen memantapkan.
"Sungguhan tidak apa-apa Mas?" Tanya Dela, dan Arsen langsung mengangguk.
Akhirnya Surya hanya bisa pasrah dibawa oleh Dela dan Arsen , karena ia merasa kehadirannya tidak diinginkan di rumah itu. Arsen membawa Ayah mertua dan istrinya untuk tinggal di salah satu unit apartemennya yang berada di kawasan elit, tentunya dengan fasilitas yang mewah.
"Adi tolong kamu siapkan semua keperluan istri dan Ayah mertuaku di apartemen. Aku akan membawa mereka untuk tinggal di sana sementara waktu," titah Arsen pada asistennya.
"Baik Tuan." Adi segera menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan segalanya.
Tiba-tiba, Arsen mendapat telepon dari Papanya. Sebenarnya Arsen malas mengangkatnya, tetapi ia harus melakukannya agar Papanya tidak marah-marah. Arsen selalu malas jika harus ribut dengan Papanya.
"Halo Pa," jawab Arsen.
"Arsen nanti malam kamu datang ke rumah ya. Sekalian kamu bawa istrimu, kenalkan pada keluarga," pinta sang Papa.
Arsen paling tidak suka jika disuruh pulang ke rumah Papanya, karena ia akan bertemu dengan Ibu dan saudara tirinya yang bermulut tajam.
"Kalau nanti malam sepertinya Arsen tidak bisa."
"Ada sesuatu yang sangat penting yang ingin Papa sampaikan, jadi kamu wajib datang." Begitulah Papanya, keinginannya harus selalu dituruti.
Arsen merasa tidak enak jika harus meninggalkan Papa mertuanya, apalagi Ayah mertuanya baru pulang dari rumah sakit dan akan tinggal bersamanya.
"Memangnya tidak bisa besok Pa?"
"Tidak bisa Arsen. Harus nanti malam, ada hal penting yang harus Papa bicarakan denganmu."
Akhirnya mau tidak mau, Arsen harus datang ke rumah Papanya nanti malam mobil yang dikendarai Adi berbelok masuk ke area apartemen mewah. Bangunan apartemen itu juga milik Arsen, karena perusahaan yang dikelolanya bergerak di bidang properti.
Tidak heran jika Arsen memiliki beberapa hotel bintang lima di dalam maupun luar kota, serta banyak unit apartemen dan bahkan mal terbesar di ibu kota. Surya dan Dela sangat takjub melihat apartemen milik Arsen yang terlihat seperti rumah mewah. Unit apartemen itu berada di lantai 20 nomor 209, dan sudah ada seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang Tuan dan Nyonya," sapa pelayan itu. Pelayan itu tidak menginap, ia akan datang di pagi hari dan pulang pada sore hari.
"Apa semuanya sudah siap?" Tanya Arsen karena ia sudah meminta disiapkan kamar untuk dirinya dan juga untuk Ayah mertuanya.
"Sudah Tuan." Arsen hanya mengangguk.
"Apa kita akan tinggal di sini?" Tanya Surya.
"Iya Bapak. Nanti kita akan tinggal di sini Bapak mau kan?" Jawab Arsen.
Surya masih terpukau dengan kemewahan tempat itu. Tempatnya sangat bersih, rapi, dan wangi. Terdapat barang-barang yang terlihat mahal, dan setiap sudutnya benar-benar menunjukkan kemewahan.