NovelToon NovelToon
The Secret Marriage

The Secret Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Persahabatan / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Marfuah Putri

Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.

Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.

Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.

Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?

Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.

Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.

Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?

Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?

Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Secret Wedding

Berbalut kebaya modern berwarna putih gading, aku menatap gadis tujuh belas tahun yang sangat cantik dari pantulan cermin. Wajahnya tampak berseri kemerahan dibalut riasan natural sesuai dengan umurnya.

"Dek, sudah siap? Ayo keluar."

"Bun ..." panggilku lirih.

Bunda mengangguk lantas tersenyum kecil. Entah, tapi hatiku terasa berat untuk melangkah ke luar. Aku tidak percaya, beberapa menit ke depan aku sudah berstatus sebagai istri orang. Beberapa menit ke depan, aku harus bisa menjadi seperti Bunda. Aku akan meninggalkan keluargaku dan memulai kehidupan baruku. Beradaptasi dengan suasana dan orang baru. Aku tidak yakin aku bisa melakukannya.

Mata Bunda tampak sembab. Semalam Bunda menangis di kamarku, menemaniku untuk terakhir kalinya. Aku tahu, Bunda tidak rela melepas putri satu-satunya secepat ini. Tapi, keputusan Ayah tetap sama. Sekeras apapun Bunda memohon, Ayah tetap pada keputusannya.

Dibantu Bunda, perlahan aku keluar dari kamar tempatku bersiap. Pernikahan mendadak ini diadakan di rumah Pak Al. Demi mencegah tetanggaku agar tak mengetahui tentang pernikahan ini. Tak ada dekorasi mewah, hanya beberapa hiasan bunga di sudut ruangan bercat abu ini.

Tak ada tamu undangan, pernikahan ini hanya dihadiri Ayah sebagai waliku, Abang, Pak Penghulu, Pak RT dan beberapa warga sebagai wakil dari warga yang mengarakku kemarin. Dari pihak keluarga Pak Al pun tidak nampak satu pun. Hanya ia seorang, katanya, ia sendiri sudah lebih dari cukup untuk pernikahan ini.

Bunda membawaku duduk di samping Pak Al. Jantungku berdetak begitu cepat, kalau Bunda tak menggenggam tanganku mungkin aku sudah mulai menggigiti kuku jariku sekarang. Dari samping, aku bisa melihat Pak Al yang nampak gugup sama sepertiku. Hanya saja, ia lebih pandai menyembunyikan rasa gugup itu.

Ayah mengulurkan tangannya yang disambut dengan uluran tangan Pak Al. Manik Ayah menatapku sekilas sebelum dengan tegas menatap Pak Al.

Dengan mantap ayah berkata, "Saudara Aldevaro Ayden Mahatma bin Sukma Mahatma saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Adelina Putri Ningrum dengan maskawinnya berupa emas 20 gram dan uang satu juta lima ratus dua puluh ribu rupiah, dibayar tunai."

Guncangan tangan Ayah disambut dengan lantang oleh Pak Al, "Saya terima nikahnya dan kawinnya Adelina Putri Ningrum binti Giandra Gumilar dengan maskawinnya yang tersebut, tunai."

"Bagaimana para saksi?" tanya Pak Penghulu.

Para saksi saling bertatap lantas mengangguk. "Sah!" seru mereka bersamaan.

Bunda menangis terisak dalam pelukan Abang. Sementara aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Apakah aku benar-benar telah resmi menjadi istri dari kembaran Cha Eun-Woo? Ah, andai Raina dan Senja tahu hal ini aku yakin mereka pasti iri sampai ingin mati. Sayang sekali, kabar membahagiakan ini harus dirahasiakan rapat-rapat.

Acara demi acara berlalu begitu cepat. Tak terasa senja telah menjemput matahari untuk istirahat dari tugasnya. Begitu pun dengan keluargaku yang bersiap untuk pulang ke rumah. Tadinya, Bunda bersikeras untuk menginap di sini, tapi Ayah melarangnya. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Ayah, mengapa ia begitu tenang meninggalkan putrinya dengan orang lain di tempat yang asing.

"Adek, jaga diri baik-baik ya. Kalau ada apa-apa telepon Bunda," kata Bunda saat bersiap untuk pulang.

Air mataku jatuh setelah sejak tadi kutahan agar tak menangis. Aku mengangguk pelan lantas masuk dalam pelukan Bunda. Hangat.

"Adek pasti sering pulang ke rumah," ucapku.

Bunda mengelus lembut punggungku yang bergetar. "Itu tetap rumah kamu, Sayang. Bunda selalu menunggu kamu datang."

Aku melepas pelukan Bunda lantas menabrakkan diriku masuk dalam dekapan Bang Satya. "Lo pasti seneng ya Bang, gue gak ada. Akhirnya, gak ada yang bikin lo telat ke kampus lagi, 'kan?" ucapku terisak dalam pelukannya.

Bang Satya menyentil pelan dahiku. "Adek bego. Siapa bilang gue bakal seneng kalau gak ada lo, justru gue bakal kesepian karena gak ada lagi yang bisa gue omelin pas gue kesel. Pasti gue bakal kangen jebolin pintu kamar lo lagi." Suara Bang Satya terdengar gemetar.

Aku semakin mengeratkan pelukanku di tubuhnya. Aku tahu, sekesal apapun ia padaku aku tetaplah adik yang paling disayanginya.

"Gue sayang lo, Bang."

"Gue lebih sayang sama lo. Jaga diri lo baik-baik di sini, kalau Pak Al macem-macem bilang ke gue."

Aku mengangguk dan tersenyum samar.

"Ayo, sudah waktunya kita pulang," ajak Ayah yang langsung masuk ke dalam mobil tanpa memberiku pelukan.

"Ayah," panggilku lirih.

Bunda menepuk bahuku pelan. "Bunda pulang dulu, Sayang," pamit Bunda.

"Nitip Adek saya ya, Pak. Dia hobi bangun siang, jangan lupa buat sering-sering dibangunin," pesan Bang Satya yang tak dibalas apa-apa oleh Pak Al.

Perlahan, mobil Ayah bergerak meninggalkan halaman rumah Pak Al. Aku melambaikan tanganku yang dibalas oleh Bunda. Sepi, hening dan kosong. Aku tidak tahu setelah ini harus ngapain.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana?"

Aku menoleh sekilas, Pak Al bersender di pintu menatapku yang masih berdiri di teras rumahnya. Entah apa yang aku lakukan. Padahal mobil Ayah telah hilang dari pandangan sejak beberapa menit yang lalu.

Tak mendapat jawaban, Pak Al Lantas masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Terdengar suara pintu yang dikunci membuatku segera berbalik.

"Pak, buka pintunya! Kok saya dikunci di luar sih, Pak!"

...🍉🍉...

Aku masih sangat kesal pada pria yang kini berstatus sebagai suamiku. Setelah mengunciku di luar membuatku berteriak seperti orang gila hampir setengah jam lamanya, akhirnya ia membukakan pintu.

Sekarang, di sini di atas ranjangnya aku tengah duduk dengan gelisah. Suara gemercik air dari dalam kamar mandi terus membuat otakku berpikir kotor. Tak bisa jernih sedikit pun. Berkali-kali aku menggigiti kuku jariku, memilin kebaya yang masih melekat di tubuh hingga menggigiti bantal di sampingku.

Apa yang harus kulakukan? Gaya seperti apa yang akan aku tunjukkan?

Pertanyaan konyol itu terus melintas di benakku. Apa malam ini aku akan melepas segelku? Rasanya sangat cepat sekali!

Gemercik air tak terdengar lagi membuat jantungku serasa akan berhenti. Perlahan knop pintu kamar mandi berputar, pintu terbuka diikuti oleh seorang pria yang nampak gagah dengan roti sobeknya. Handuk yang terlilit sampai pinggang dan rambut yang basah membuatku menelan saliva susah payah.

Fantasiku mulai berkeliaran. Ah, bagaimana rasanya jika ...

Ehem!

Sial! Deheman Pak Al membuatku terkejut. Melepaskanku dari dunia fantasiku yang liar. Aku langsung menoleh ke sembarang arah saat Pak Al mulai paham apa yang aku lihat.

"Kamu mau sekarang?" tanyanya.

"Ha? Sekarang?"

Langkah Pak Al mendekat ke arahku, aku semakin gugup dibuatnya. Belum lagi pertanyaan ambigunya yang memaksaku untuk berpikir yang enak-enak. Ditambah pencahayaan kamarnya yang dibuat remang-remang, sungguh sangat mendukung!

"Iya, kamu mau sekarang?" tanyanya lagi.

Wajah Pak Al mendekat, membuatku menarik tubuh ke belakang hingga terbentur di kepala ranjang. Pak Al tersenyum samar melihatku tak bisa ke mana-mana. Kedua tangannya menghadang samping kiri dan kananku.

Mau tak mau aku menatap sepasang mata indahnya. Sial! Itu membuat jantungku semakin tak aman.

"Pak, saya belum siap," cicitku pelan.

"Jangan panggil saya pak, saya bukan bapak kamu."

"Terus saya harus panggil apa? Bukannya dari kemarin Bapak tidak masalah saya panggil begitu?"

Wajah Pak Al semakin mendekat, mengikis jarak di antara kami.

"Itu kemarin, Delina. Sekarang saya suami kamu, tidak pantas bukan jika kamu memanggilku "pak"?"

Aku hanya mengangguk samar seraya mempertahankan jantungku agar terus berdetak.

"Terus saya harus panggil apa?"

"Terserah."

Aku berpikir sebentar, panggilan apa yang cocok untuknya?

"Oppa?"

"Saya bukan suami nenekmu."

Ah, aku ingat dia pernah mengatakan ini.

"Akang?"

"Saya bukan pemain gendang."

Aku menghela napas. Banyak maunya manusia satu ini!

"Oke, baiklah, Mas. Bisa menjauh sedikit dari wajah saya, Mas? Saya hampir tidak bisa bernapas."

"Itu lebih baik," ucapnya lantas menarik tubuhnya dariku.

Bibirku mengerucut sebal, tinggal bilang mau dipanggil mas aja susah amat!

"Jangan begitu atau saya tidak akan menahan diri lagi," ucapnya memandang ke segala arah.

Aku tak mengerti apa maksudnya. "Maksud, Mas?" tanyaku bingung.

"Cepat mandi," ujarnya.

"Mandi?"

"Tentu, saya menyuruhmu untuk mandi. Memang apalagi yang kamu pikirkan? Atau kamu ingin kita ...." Pak Al dengan smirknya kembali akan mendekat. Ia seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

Mataku membulat, aku menggelengkan kepala lantas berlari masuk ke dalam kamar mandi. Dasar mesum!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!