Gavin Adhitama (28 tahun) adalah menantu yang paling tidak berguna dan paling sering dihina di Kota Jakarta. Selama tiga tahun pernikahannya dengan Karina Surya (27 tahun), Gavin hidup di bawah bayang-bayang hinaan keluarga mertuanya, dipanggil 'pecundang', 'sampah masyarakat', dan 'parasit' yang hanya bisa membersihkan rumah dan mencuci mobil.
Gavin menanggung semua celaan itu dengan sabar. Ia hanya memakai ponsel butut, pakaian lusuh, dan tidak pernah menghasilkan uang sepeser pun. Namun, tak ada satu pun yang tahu bahwa Gavin yang terlihat kusam adalah Pewaris Tunggal dari Phoenix Group, sebuah konglomerat global bernilai triliunan rupiah.
Penyamarannya adalah wasiat kakeknya: ia harus hidup miskin dan menderita selama tiga tahun untuk menguji ketulusan dan kesabaran Karina, istrinya—satu-satunya orang yang (meski kecewa) masih menunjukkan sedikit kepedulian.
Tepat saat waktu penyamarannya habis, Keluarga Surya, yang terjerat utang besar dan berada di ambang kebangkrutan, menggan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bom waktu
Setelah serangan birokrasi yang cerdik dari Julian Adhitama, Gavin dan Karina menyadari bahwa kunci untuk membebaskan Proyek Kota Pilar dari laci Kementerian bukanlah uang, melainkan kelemahan dan bukti. Gavin memilih untuk menyerang kelemahan fisik Kementerian, sementara Karina fokus menghancurkan bukti finansial yang menyokong intrik Julian.
Gavin, ditemani oleh Beny dan dua insinyur geoteknik paling terpercaya dari Phoenix Group, terbang ke lokasi Jalur Tol Lintas Utara, sebuah proyek prestisius yang baru saja dibuka oleh Kementerian Infrastruktur, dan secara tidak langsung berada di bawah pengawasan Bapak Sudirman. Jalur tol ini adalah simbol keberhasilan Kementerian, dan kegagalan di sini akan memaksa Gubernur Bima untuk bertindak.
Gavin tidak mencari kesalahan kecil, dia mencari kelemahan struktural, cacat desain, atau pelanggaran lingkungan yang begitu serius sehingga tidak bisa diabaikan.
"Julian dan OmniCorp sangat pintar," jelas Gavin kepada timnya saat mereka menyamar sebagai inspektur kualitas independen. "Mereka tahu Pak Sudirman takut melanggar aturan, Kita harus menemukan bukti bahwa orang yang mendorong Sudirman untuk menahan izin Kota Pilar, dan juga orang yang sama yang memaksa proyek ini diselesaikan dengan cacat fatal."
Setelah beberapa jam pemeriksaan yang teliti, yang melibatkan penggunaan drone pengindra panas dan alat pendeteksi kelembaban tanah, para insinyur Phoenix menemukan kejanggalan di area penopang jembatan utama yang melintasi sungai.
"Tuan Gavin, ini dia," kata salah satu insinyur. "Di bawah sini. Desain asli meminta instalasi drainase yang dalam di area abutmen jembatan, untuk menghindari erosi tanah penyangga. Tapi sensor kami menunjukkan drainase ini tidak berfungsi. Bahkan, konstruksi drainase itu sendiri belum selesai."
Mereka menemukan bukti visual, pipa drainase mahal dipasang, tetapi tidak disambungkan ke saluran pembuangan utama, melainkan hanya terkubur di dalam tanah. Itu adalah penipuan visual yang dilakukan untuk menghemat biaya dan waktu, tetapi fatal secara teknis.
"Ini berarti apa?" tanya Gavin.
"Artinya, setiap musim hujan, air akan meresap dan mengikis tanah penyangga jembatan dari dalam," jelas insinyur itu. "Ini seperti bom waktu. Jembatan ini bisa bertahan dua hingga lima tahun, tetapi pasti akan mengalami kegagalan struktural besar. Ini adalah pelanggaran keselamatan publik yang sangat serius."
Gavin merasa lega bercampur dingin. Pelanggaran ini, yang sengaja disembunyikan untuk mempercepat peluncuran proyek, adalah kunci mereka. Ini membuktikan bahwa Kementerian telah berkompromi, dan integritas Sudirman telah dikorbankan demi efisiensi politik.
"Rekam dan dokumentasikan semuanya. Kita tidak akan merilis ini sekarang," perintah Gavin. "Kita akan menahan bukti ini hingga waktu yang paling tepat. Ini adalah kartu AS yang akan memaksa Gubernur Bima untuk membersihkan rumahnya."
***
Sementara Gavin berada di lapangan, Karina memimpin tim elit YIA di Jakarta. Tugasnya adalah menemukan bukti transfer uang dari OmniCorp ke jaringan lama Maya Liong yang kini digunakan Julian.
Ini adalah perburuan yang sangat sulit, Julian dan OmniCorp tidak akan mentransfer dana besar secara langsung.
"Kita harus berpikir seperti Julian," kata Karina, berdiri di depan papan tulis besar yang dipenuhi diagram dan nama. "Julian tahu kita akan mencari bukti transfer besar kepada pejabat tinggi. Dia akan menyalurkannya melalui ratusan transfer mikro yang tampak tidak signifikan, menggunakan bank digital yang tidak terikat regulasi konvinsional."
Tim YIA bekerja selama 48 jam tanpa henti, memilah jutaan transaksi digital. Mereka akhirnya menemukan pola yang aneh. Serangkaian kecil transfer, masing-masing tidak lebih dari $5.000, dikirimkan secara berulang ke seratus rekening yang berbeda, tetapi semua rekening itu terdaftar di bawah alamat yang sama,yaitu sebuah kotak pos di Pulau Cayman, yang dikenal sebagai 'Pelabuhan Singa' dalam istilah klandestin keuangan.
"Pelabuhan Singa," kata Karina, mengenali istilah itu. "Itu adalah nama panggilan yang digunakan oleh jaringan perbankan rahasia yang dikendalikan oleh keluarga Maya Liong untuk menyamarkan dana mereka."
Dita, kepala analis YIA, melanjutkan. "Kami menemukan $50 juta ditransfer selama tiga bulan terakhir, disalurkan melalui berbagai crypto exchange dan virtual bank sebelum sampai di Pelabuhan Singa. Tapi dari Pelabuhan Singa, uang itu tidak langsung ke pejabat tinggi, Uang itu dikirim ke 50 rekening perantara, rekening-rekening yang terkait dengan para Asisten Khusus dan Staf Ahli di Kementerian Infrastruktur."
"Julian tidak menyuap Sudirman, dia menyuap orang-orang di sekeliling Sudirman!" seru Karina. "Para Staf Ahli ini membuat Sudirman merasa 'sendirian' dan takut melanggar konsensus yang direkayasa secara artifisial. Mereka menciptakan lingkungan di mana menahan izin Kota Pilar terasa seperti keputusan yang 'paling aman' dan 'paling profesional' bagi Sudirman."
Karina merasa puas. Dia tidak hanya menemukan bukti korupsi, dia memahami psikologi di balik sabotase Julian. Ini adalah serangan cerdik terhadap moralitas Sudirman, bukan terhadap integritasnya.
"Sajikan bukti ini, Dita," perintah Karina. "Semua ledger digital, semua alamat IP, dan semua nama samaran yang digunakan oleh Pelabuhan Singa. Kita akan menunjukkan bahwa di balik penundaan birokrasi yang sah, ada perang yang dibayar oleh OmniCorp dan dijalankan oleh sisa-sisa jaringan Liong."
Karina dan Gavin kembali ke penthouse pada malam yang sama. Mereka saling bertukar temuan, data digital Karina dan bukti fisik Gavin. Mereka memiliki bukti tak terbantahkan tentang korupsi dan kelalaian struktural.
Gavin segera menggunakan koneksi rahasia yang diwariskan Dharma. Ia menyalurkan informasi tentang kegagalan struktural di Jalur Tol Lintas Utara, hanya sebagai rumor yang sangat kuat kepada satu-satunya surat kabar investigasi independen yang tidak dapat dibeli.
Pagi berikutnya, berita utama surat kabar itu meledak: "Jalur Tol Lintas Utara Bom Waktu Struktural di Bawah Permukaan. Diduga melakukan Pelanggaran Fatal Konstruksi!"
Kekacauan politik pecah. Kementerian Infrastruktur menjadi sasaran utama media dan kecaman publik. Kepercayaan terhadap kinerja mereka anjlok, dan tekanan terhadap Gubernur Bima untuk mengambil tindakan segera mencapai puncaknya.
Gubernur Bima, yang sebelumnya tenang, kini panik. Reputasi politiknya dipertaruhkan.
Gavin dan Karina, memanfaatkan kekacauan itu, mengirim pesan sederhana kepada Gubernur Bima, Kami punya solusi untuk krisis Anda, jika Anda memiliki solusi untuk krisis kami.
Gubernur Bima segera setuju untuk pertemuan darurat di kediaman pribadinya malam itu juga.
Di kediaman Bima yang mewah, suasananya jauh dari kehangatan diplomatik. Bima tampak layu.
"Tuan Gavin, Nyonya Karina," kata Bima, tanpa senyum. "Saya tahu Anda yang berada di balik laporan tol itu. Anda menghancurkan Kementerian saya. Apa yang Anda inginkan?"
"Kami menginginkan dua hal, Gubernur," jawab Gavin, memegang kendali penuh. "Pertama, segera lepaskan semua izin Fase II Kota Pilar. Kedua, kami ingin Tuan Sudirman, dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi, di luar jangkauan para Staf Ahli yang korup itu. Sementara itu, kami ingin agar Julian Adhitama dipecat dan diselidiki atas penipuan di Kementerian."
Bima menatap Karina, mencoba membaca kebohongannya. "Dan jika saya menyetujui, apa jaminan Anda tidak akan merilis bukti lain?"
Karina mencondongkan tubuh ke depan, matanya tajam. Ia meletakkan tablet di meja. Layar tablet menunjukkan diagram Pelabuhan Singa, dengan semua transfer digital ke Staf Ahli Bima.
"Ini adalah bukti dari $50 juta dana OmniCorp yang digunakan untuk merekayasa penundaan izin kami, Gubernur," kata Karina, suaranya tenang. "Bukti ini akan menghancurkan karir semua orang di sekeliling Anda. Tapi kami adalah YIA, kami percaya pada kebenaran. Kami akan menukar bukti ini dengan izin Kota Pilar dan pembersihan total di Kementerian Anda. Kami tidak menginginkan pembalasan pribadi, kami menginginkan lingkungan yang bersih untuk berbisnis."
Gubernur Bima menatap bukti itu, lalu menatap Gavin dan Karina. Ia melihat pasangan yang memegang kekuasaan finansial yang tak terbatas (Adhitama), kekuasaan militer tersembunyi (Kargo A-17), dan yang paling ditakuti, kekuasaan moral yang tak terbantahkan.
Bima menghela napas, menyadari bahwa ia tidak bisa melawan. "Baiklah. Pagi ini, izin Kota Pilar akan dikeluarkan. Dan pembersihan Kementerian akan dimulai segera."
Karina dan Gavin meninggalkan kediaman Bima, kemenangan mereka terasa manis, tetapi juga dingin. Mereka telah mengalahkan korupsi birokrasi dengan menggunakan kombinasi ancaman fisik (tol yang rusak) dan bukti moral (transfer digital). Julian telah diusir dari permainan, tetapi OmniCorp masih berdiri tegak, dan Vivian Thorne pasti akan merencanakan serangan yang lebih besar.