NovelToon NovelToon
Forget Me Not

Forget Me Not

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Single Mom / Janda / Romansa
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Karena sebidang tanah, Emilia harus berurusan dengan pemilik salah satu peternakan terbesar di Oxfordshire, yaitu Hardin Rogers. Dia rela melakukan apa pun, agar ibu mertuanya dapat mempertahankan tanah tersebut dari incaran Hardin.

Hardin yang merupakan pengusaha cerdas, menawarkan kesepakatan kepada Emilia, setelah mengetahui sisi kelam wanita itu. Hardin mengambil kesempatan agar bisa menguasai keadaan.

Kesepakatan seperti apakah yang Hardin tawarkan? Apakah itu akan membuat Emilia luluh dan mengalah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31 : Hanya Berdua

“Kerja sama?” ulang Emilia.

Maria mengangguk. Dia sudah hendak mengatakan sesuatu. Namun, wanita berambut pirang itu langsung mengatupkan mulut, tak jadi melakukannya. Maria bersikap demikian karena melihat Hardin masuk ke aula.

“Lihatlah. Tuan besar sudah datang,” bisik Maria, seraya mengarahkan ekor mata kepada Hardin, yang berjalan gagah ke depan.

Emilia yang awalnya menghadapkan tubuh kepada Maria, segera mengalihkan perhatian ke depan. Di sana, Hardin sudah berdiri gagah penuh wibawa, sedangkan Ethan berada sedikit di belakang.

“Astaga. Pria itu benar-benar tampan. Aku suka pembawaannya yang sangat kalem dan maskulin,” bisik Maria. “Jujur saja, aku sangat penasaran seperti apa rasanya dicium pria seperti dia.”

“Maria ….” Emilia langsung melotot ke arah sahabatnya, yang justru terkikik pelan.

Emilia menggumam pelan. Entah harus merasa senang atau justru sebaliknya. Pasalnya, dia bukan hanya merasakan ciuman dari seorang Hardin Rogers. Emilia bahkan sudah mendapatkan lebih dari itu.

“Ah.” De•sahan pelan meluncur dari bibir Emilia, ketika bayangan tentang percintaan panasnya dengan Hardin kembali hadir di pelupuk mata. Betapa indah dan luar biasa. Dahaga akan kenikmatan di ranjang, seketika sirna dan terpuaskan sepenuhnya.

Emilia tak dapat berkonsentrasi. Dia bahkan tidak menyimak apa yang Hardin katakan, saat membuka diskusi itu. Emilia justru asyik sendiri dengan pikirannya.

“Seperti yang sudah anda semua ketahui, aku akan membangun penginapan dengan segala fasilitas penunjangnya di sana. Salah satu dari beberapa hal yang dimaksud adalah, aku ingin bekerja sama dengan para pelaku usaha kecil di desa ini. Terutama, warga yang berada di sekitar peternakan,” terang Hardin lugas.

“Kerja sama yang kumaksud meliputi penyediaan lahan usaha. Aku akan menyediakan toko yang tentu saja bisa didapatkan dengan membayar uang sewa.”

Maria segera mengangkat tangan sebagai tanda interupsi. Dia baru berdiri dan berbicara, setelah Hardin mempersilakannya.

“Bagaimana Anda bisa yakin akan ada banyak orang yang datang untuk menginap?”

“Kau tidak perlu memikirkan itu, Nona. Aku dan tim yang akan mengurus semuanya,” jawab Hardin lugas.

“Ya, tapi bagaimana kami bisa yakin akan mendapatkan keuntungan dengan berjualan di dekat penginapan? Sementara itu, uang sewa tetap harus dibayar.”

Hardin tersenyum tipis. Sikapnya terlihat sangat tenang dalam menghadapi pertanyaan Maria. “Apa kau bisa menebak yang akan terjadi dalam beberapa menit ke depan?”

“Itu pertanyaan yang terlalu konyol, Tuan Rogers,” ujar Maria, dengan nada setengah mencibir.

Hardin kembali menanggapi dengan senyum tipis. Dia tak akan terpengaruh dengan ucapan bernada provokasi yang Maria lontarkan. “Begini, Nona ….”

“Sherman. Maria Sherman.”

Hardin mengangguk samar. “Baiklah, Nona Sherman. Aku masih ingat kau pernah menemuiku beberapa waktu yang lalu. Kau mengeluhkan tentang usaha ibumu. Bukankah begitu?” Tatapan Hardin tertuju lurus kepada Maria. Tidak tajam, tapi tetap terkesan penuh intimidasi.

“Um … iya.” Maria mengangguk samar.

Hardin maju beberapa langkah, meski tak membuat jaraknya dengan Maria jadi makin dekat. Namun, itu berhasil membuat nyali sahabat Emilia tersebut sedikit menciut.

“Begini, Nona Sherman. Jika kau ingin bermain untung-rugi denganku, maka kupastikan itu bukan sesuatu yang tepat. Ini hanya bersifat penawaran. Aku sudah berbaik hati memberikan kesempatan kepada warga sekitar peternakan. Jika tidak ada yang berminat, maka penawaran ini akan dialihkan kepada para pelaku usaha lain, yang lebih berani mengambil risiko,” jelas Hardin.

“Aku sudah berkecimpung lama dalam dunia bisnis. Seperti yang anda semua ketahui. Aku berasal dari London, kota dengan taraf hidup yang sangat tinggi. Bagiku, berbisnis bukan hanya tentang untung dan rugi. Satu hal yang selalu mendiang Tuan Morgan Rogers ajarkan adalah, tak ada keberhasilan yang memuaskan bila kita tidak berani mengambil risiko.”

Hardin mengarahkan tangan ke kursi, sebagai isyarat agar Maria kembali duduk. Sekilas, pandangan pria tampan 37 tahun tersebut mengarah kepada Emilia. Namun, tak lama segera berpaling ke arah lain.

“Satu yang pasti. Aku tidak akan memaksa. Jadi, silakan pertimbangan dengan baik. Hanya itu yang ingin kusampaikan dalam pertemuan kali ini.” Setelah berkata demikian, Hardin menoleh kepada Ethan, memberi isyarat yang sudah dipahami sang ajudan. Berhubung tak ada lagi yang harus disampaikan, sang pemilik Rogers Farm tersebut langsung berlalu dari aula.

“Tuan Rogers sudah menyiapkan sesuatu untuk semua yang hadir hari ini,” ucap Ethan.

Tak berselang lama, empat pekerja peternakan masuk ke aula sambil membawa keranjang berukuran cukup besar, lalu meletakkannya di sebelah Ethan.

Sesuai arahan dari Ethan, dua pekerja membagikan bungkusan berisi daging sapi dan sebotol susu. Semua yang hadir mendapat bagian masing-masing, setelah mengantre dengan tertib. Tak terkecuali Emilia dan Maria. Mereka keluar bersama dari aula.

“Apa menurutmu ini termasuk tindakan penyuapan?” celetuk Maria, seraya melirik Emilia yang lebih banyak diam selama diskusi berlangsung.

“Jangan berlebihan. Dia hanya ingin memberi santunan,” balas Emilia santai.

“Ah, tentu saja. Tuan Rogers memiliki ribuan sapi. Dia tak akan merugi hanya membagikan ___”

“Emilia!”

Seketika, Emilia dan Maria tertegun, lalu sama-sama menoleh.

Raut tegang tergambar jelas dari paras Maria, berhubung orang yang dibicarakan ternyata ada di belakang. “Apa menurutmu dia mendengar perbincangan kita?” bisiknya teramat pelan.

Namun, Emilia tidak sempat menjawab karena Hardin lebih dulu mendekat.

“Aku ingin bicara sebentar,” ucap Hardin serius. "Hanya berdua," tegasnya.

1
Evitha Junaedy
waduuh
Evitha Junaedy
luar biasa
Rahmawati
hmm, Grayson udah mulai curiga nih
Rahmawati
lanjuttt, ons lagi di pinggir danau🤭
Lusy Purnaningtyas
ditunggu next part.. ❤❤
Rahmawati
emilia jgn keseringan keluar malem malem, nanti Grayson curiga
Nur Yuliastuti
terimakasih up nya 🤗😍
Nur Yuliastuti
🙈🙈🙈
Lusy Purnaningtyas
mau apa hayoo...
Nur Yuliastuti
terimakasih up nya 🤗😍
Rahmawati
eve siapa lagi ini, mantan ato penagum doang
Rahmawati
hardin betah di peternakan karna menemukan hal baru terutama emilia
octa❤️
selalu penasaran dengan karya kak komalasari, karena karya2nya selalu menarik
Evitha Junaedy
lanjuuuut sll d nanti ni
Nur Yuliastuti
terimakasih up nya 🤗😍😍
Evitha Junaedy
waduh adik tiri sengklek ni hati2 Hardin...
Rahmawati
nama ibunya hardin sama emilia
Nur Yuliastuti
terimakasih up nya 🤗😍
Nur Yuliastuti
terimakasih up nya 🤗😍😍
Rahmawati
baru emilia seorang yg berani nampar hardin, makanya jgn main sosor aja, emilia bukan wanita muraahan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!