Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.
Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.
Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.
Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.
Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Bayangan di Bawah Panji Petir
Fajar menyingsing di Sekte Pedang Langit, namun cahaya matahari pagi itu seolah tertutup oleh sebuah bayangan raksasa.
Di atas Pelataran Utama sekte, mengapung sebuah Bahtera Roh yang ukurannya dua kali lipat lebih besar dari kapal perang milik Sekte Pedang Langit sendiri. Lambungnya terbuat dari kayu Thunderwood ungu tua yang memancarkan percikan listrik statis, dan di layarnya yang megah, tersulam lambang Petir Perak yang menyambar awan.
Bahtera "Awan Guntur" milik Istana Shenxiao.
Ling Tian berdiri di pinggiran alun-alun, bersandar pada pilar batu dengan tangan bersedekap. Dia sudah mengenakan seragam barunya, jubah abu-abu polos tanpa lambang divisi, tanda statusnya yang ambigu sebagai "Cadangan".
Mata tajamnya mengamati pemandangan di depannya dengan saksama.
Di depan tangga naik bahtera, para petinggi Sekte Pedang Langit termasuk Kepala Sekte yang jarang terlihat dan para Tetua Agung sedang berdiri menyambut rombongan tamu Istana Shenxiao yang dipimpin oleh Tetua Zhang.
"Lihat itu," gumam Ling Tian pelan.
Dia melihat Kepala Sekte Pedang Langit membungkuk sedikit lebih rendah daripada Tetua Zhang. Gestur itu halus, tapi bagi Ling Tian yang terbiasa membaca bahasa tubuh orang desa untuk bertahan hidup, itu adalah tanda ketundukan.
"Hubungan macam apa ini, Tuan Kun?" tanya Ling Tian dalam hati. "Bukankah mereka bilang ini 'Aliansi'? Kenapa para Tetua kita terlihat seperti pelayan yang menyambut majikan?"
"Aliansi itu cuma kata manis untuk menutupi kenyataan, Bocah," jawab Tuan Kun sinis. "Istana Shenxiao menguasai sumber daya tambang spirit terbesar di wilayah ini. Sekte Pedang Langit butuh bijih besi dan perlindungan politik mereka. Sebagai gantinya, sekte kalian menjadi 'pedang' atau lebih tepatnya, anjing penjaga bagi Istana Shenxiao."
"Tetua Tie berani memaki Tetua Zhang kemarin karena dia satu-satunya yang memegang rahasia penempaan senjata. Dia punya nilai tawar. Tapi Tetua lain? Mereka cuma politikus yang takut kehilangan kursi."
Ling Tian mendengus. Jadi, dia sedang mempertaruhkan nyawa untuk sekte yang bahkan tidak punya tulang punggung sendiri.
Tiba-tiba, kerumunan murid di sekitar alun-alun terbelah. Suara langkah kaki yang berat dan berirama terdengar, disertai dentingan logam yang mengintimidasi.
Seorang pemuda berjalan membelah kerumunan.
Tubuhnya tinggi besar, setidaknya satu kepala lebih tinggi dari Ling Tian. Dia mengenakan baju zirah emas ringan yang memancarkan aura Spirit tingkat tinggi. Di punggungnya, terikat sebuah Broadsword (Golok Besar) yang lebar bilahnya seukuran pintu rumah.
Wajahnya keras, dengan rahang kotak dan tatapan mata yang seolah tidak melihat orang-orang di sekitarnya sebagai manusia, melainkan hanya sebagai kerikil di jalanan.
Aura yang dipancarkannya padat dan menekan. Qi Condensation Tingkat 9 Puncak. Selangkah lagi menuju Foundation Establishment.
Murid-murid lain menunduk hormat dengan wajah pucat saat dia lewat.
"Itu Kakak Senior Fang Yu..."
"Dia sudah keluar dari Pertapaan Gua Lava?"
"Kudengar dia mencoba menembus Foundation Establishment sebelum turnamen, tapi gagal..."
"Ssst! Jangan bicara sembarangan. Auranya makin mengerikan."
Fang Yu. Murid Inti Peringkat 1. Kapten Tim Perwakilan Sekte.
Dia tidak ikut turnamen seleksi kemarin karena statusnya sebagai Juara Bertahan sudah otomatis mengamankan satu kursi. Dia adalah "Raja" di antara para murid, simbol kekuatan ortodoks Sekte Pedang Langit.
Fang Yu berhenti di depan barisan tim yang sudah menunggu. Jiang Wuqing (yang wajahnya masih diperban), Xueya, dan Lei Hao.
Dia melirik Jiang Wuqing sekilas. "Hidungmu bengkok, Junior Jiang. Memalukan."
Jiang Wuqing hanya tersenyum tipis, tidak membantah.
Lalu, mata Fang Yu bergeser ke arah Ling Tian yang berdiri di paling ujung.
Tatapan itu bukan tatapan benci seperti Lei Hao. Itu tatapan dingin seorang jenderal yang sedang memeriksa peralatan perang yang rusak.
"Jadi ini 'Umpan' yang dibicarakan Tetua Mo?" suara Fang Yu berat, seperti batu yang bergesekan.
Fang Yu berjalan mendekati Ling Tian. Tekanan auranya sengaja dilepaskan penuh, menghantam Ling Tian seperti ombak pasang.
Lutut Ling Tian sedikit goyah, tapi Tulang Besi-nya menahan tubuhnya tetap tegak. Dia menatap balik mata Fang Yu tanpa berkedip.
"Namaku Ling Tian, Kakak Senior," kata Ling Tian tenang.
"Aku tidak tanya namamu," potong Fang Yu. "Alat tidak butuh nama."
Fang Yu mendekatkan wajahnya, suaranya merendah agar hanya Ling Tian yang dengar.
"Dengar baik-baik, Pelayan. Aku tidak peduli kau punya trik apa sampai bisa mengalahkan Jiang Wuqing. Di tim ini, aku adalah hukum. Tugasmu simpel, saat aku bilang maju, kau maju untuk mati. Saat aku bilang mundur, kau diam di tempat untuk menahan musuh agar kami bisa lari."
"Jangan bermimpi menjadi pahlawan. Kau ada di sini cuma untuk memastikan jubah kami tidak terkena darah kotor."
Fang Yu menepuk pipi Ling Tian dua kali. Pelan, tapi merendahkan. "Mengerti?"
Ling Tian merasakan darahnya mendidih. Amarah purba Kunpeng di dalam dirinya meraung ingin merobek leher orang sombong ini. Tapi Ling Tian menahannya. Dia tersenyum, senyum "badut desa" andalannya.
"Siap laksanakan, Kapten. Saya akan jadi perisai daging terbaik yang pernah Anda lihat."
Fang Yu mendengus, lalu berbalik menuju Tetua Mo yang sedang memberi isyarat.
Tetua Mo Xing memanggil mereka semua berkumpul.
"Dengar," kata Tetua Mo, matanya menyapu kelima anggota tim (Fang Yu, Jiang Wuqing, Lei Hao, Xueya, dan Ling Tian). "Turnamen Agung Wilayah Utara tahun ini diadakan di Reruntuhan Kuno Seribu Pedang. Ini bukan arena panggung biasa."
"Ini adalah zona perang bebas. Lima Sekte Besar akan mengirim perwakilan mereka. Aturannya minim. Kematian adalah hal yang biasa."
Tetua Mo menatap Ling Tian sejenak, lalu kembali ke Fang Yu.
"Target kita adalah masuk 3 Besar untuk mengamankan hak penambangan Spirit Stone tahun depan. Fang Yu, kau pemimpinnya. Gunakan segala cara. Gunakan segala sumber daya."
Kata 'sumber daya' itu jelas merujuk pada Ling Tian.
"Naik ke kapal. Kita berangkat."
Ling Tian berdiri diam saat yang lain mulai menaiki tangga Bahtera Roh. Kakinya terasa berat.
Dia menatap gerbang sekte di kejauhan. Gelang di tangannya sudah tidak aktif. Dia punya bekal. Dia punya kekuatan. Kenapa dia harus naik ke kapal itu dan membiarkan dirinya dihina dan dijadikan umpan mati?
"Tuan Kun," batin Ling Tian. "Kenapa aku harus ikut? Aku bisa lari ke hutan sekarang. Menjadi kultivator liar, bebas tanpa terkekang."
"Bebas untuk mati kelaparan?" suara Tuan Kun terdengar tajam.
"Ling Tian, kau pikir kultivasi itu cuma butuh udara? Kau butuh sumber daya! Di luar sana, kau harus membunuh seratus monster untuk dapat satu batu spirit. Tapi di Turnamen ini?"
"Reruntuhan Kuno Seribu Pedang..." Tuan Kun mendesis penuh nafsu. "Itu adalah bekas medan perang zaman Dewa. Di sana ada senjata patah yang lebih kuat dari Void Embryo-mu. Ada kolam darah naga. Ada mayat-mayat jenius dari sekte lain yang membawa harta karun."
"Sekte Pedang Langit memberimu tumpangan gratis ke 'Restoran Prasmanan' terbesar di benua ini. Mereka pikir kau adalah umpan untuk ikan hiu? Hah!"
"Jadilah kailnya, Ling Tian. Biarkan mereka melemparmu ke air. Lalu kau makan ikannya, kau makan umpannya, dan kalau perlu... kau makan juga pemancingnya."
Kata-kata itu menyiramkan air dingin ke kepala Ling Tian yang panas.
Benar. Kehormatan? Harga diri? Itu mainan orang kaya seperti Fang Yu. Bagi Ling Tian yang besar dari sisa makanan orang lain, yang penting adalah kenyang.
Senyum di wajah Ling Tian berubah. Bukan lagi senyum badut, tapi senyum tipis yang dingin dan penuh perhitungan.
Dia melangkah menaiki tangga Bahtera Roh, menyusul Fang Yu dan yang lainnya.
"Baiklah," gumam Ling Tian, tangannya menyentuh gagang pedang raksasa di punggungnya.
"Mari kita lihat... siapa yang akan bertahan sampai akhir."
Bahtera Roh itu berdengung. Formasi anti-gravitasi menyala, mengangkat kapal raksasa itu ke udara, meninggalkan bayangan Sekte Pedang Langit yang semakin mengecil di bawah sana.