Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menonjol
Satu bulan berlalu sejak hari pertama Anna memasuki divisi Operasional Strategis di Sovereign Corporation. Hari-hari yang awalnya terasa seperti medan tempur perlahan berubah menjadi arena pembelajaran intensif, dan dari hari ke hari, Anna bukan hanya beradaptasi—tapi mulai menonjol.
Sejak minggu kedua, Jordan—supervisor analis yang membimbingnya—mulai mempercayakan Anna menangani tugas-tugas kecil: menyortir data, menyalin ulang dokumen laporan, membuat ringkasan rapat. Namun yang mengejutkan Jordan, setiap tugas yang diberikan selalu kembali dalam kondisi lebih baik dari ekspektasinya.
Ringkasan rapat yang diminta hanya satu halaman, pulang kembali dalam format terstruktur dengan diagram sederhana dan catatan prioritas.
Tugas memeriksa kesalahan data biasanya memakan waktu dua jam, untuk Anna—hanya 45 menit, dengan catatan pembuktian yang detail.
Dan yang paling disukai Jordan: Anna selalu bertanya guna memahami, bukan sekadar menyelesaikan.
Dalam dunia kerja di mana banyak orang hanya mengikuti perintah, Anna hadir sebagai seseorang yang ingin mengerti alasan di balik setiap langkah.
⸻
Pagi itu, ruang kerja di lantai 35 terasa lebih padat dari biasanya. Ada aroma ketegangan kecil—minggu ini merupakan periode audit internal triwulan, dan semua tim sedang mempersiapkan laporan final. Jordan berdiri sambil menatap layar, sedikit frustrasi melihat data produksi yang tidak konsisten dari salah satu pabrik cabang.
Anna, yang sedang duduk di meja sebelah, memperhatikan gelagat sang supervisor.
“Kak Jordan, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya pelan.
Jordan menoleh, mengusap wajah. “Ini data dari cabang Surabaya. Pola output-nya tidak sinkron dengan periode sebelumnya. Ada kemungkinan kesalahan input, tapi waktunya mepet banget.”
“Boleh saya lihat?” Anna mendekat.
Jordan menyerahkan laptopnya. “Kalau bisa menemukan anomali dengan cepat, itu akan sangat membantu.”
Anna menatap layar data berisi ribuan angka. Ritme kerja magang sebulan terakhir membuatnya cukup terbiasa dengan spreadsheet kompleks. Ia mulai memfilter data, memeriksa tren, lalu memperbesar bagian yang janggal.
“Ini bukan input error, Kak. Ini pola shift malam yang berubah,” kata Anna tenang.
Jordan menaikkan alis. “Shift malam?”
Anna mengetuk layar. “Iya. Lihat, pada minggu pertama dan kedua, output naik 15% setiap shift malam. Tapi mulai minggu ketiga, grafik turun drastis. Ini bukan input bermasalah—ini perubahan performa.”
Jordan menatap Anna sejenak, tertegun. “Kamu menyadarinya dari grafik sekilas?”
Anna mengangkat bahu kecil. “Saya pernah bantu ibu kos mengatur stok warung. Pola arus barang itu mirip, Kak. Kalau ada angka yang jatuh tiba-tiba, biasanya bukan salah input, tapi masalah di lapangan.”
Jordan tertawa kecil, tidak percaya. “Pengalamanmu… unik tapi sangat berguna.”
Anna tersenyum. “Saya cuma nyoba cocokkan pola aja.”
Jordan menatapnya sedikit lebih lama dari seharusnya. Ada sesuatu pada Anna—ketenangan, ketelitian, dan cara berpikirnya yang tajam—yang membuat Jordan benar-benar kagum.
⸻
Hari itu, tim harus mengikuti meeting lintas divisi bersama para manager. Anna awalnya tidak dijadwalkan ikut, tetapi Jordan menepuk bahunya sebelum berangkat.
“Aku mau kamu ikut denganku dan duduk di belakang. Kita mungkin perlu konfirmasi data shift malam kalau dibahas nanti.”
“Tapi… saya magang, Kak.”
“Kamu bukan sembarang magang. Kamu tim analis magang,” ucap Jordan sambil tersenyum bangga.
Ucapan itu membuat dada Anna menghangat.
Mereka memasuki ruang rapat besar. Para manager duduk berjejer, layar besar menampilkan grafik dan laporan. Anna duduk di baris belakang dengan laptop terbuka, siap kalau dibutuhkan.
Meeting berjalan intens. Manager dari cabang Surabaya tampak defensif, membenarkan bahwa kinerja mereka baik-baik saja. Namun Jordan mengangkat tangan.
“Maaf, Pak. Tim analis menemukan anomali dalam output shift malam di minggu ketiga.”
Anna menunduk sedikit, mendengarkan.
Manager itu menanggapi, “Kami rasa itu kesalahan pelaporan saja. Input data sedang ada perbaikan.”
Jordan menatap Anna, memberi isyarat halus. Anna mengangguk, lalu berdiri perlahan.
“Maaf sebelumnya, saya Anna, magang di tim analis,” ucapnya sopan.
Para manager menatapnya—beberapa tampak heran kenapa seorang intern bicara dalam rapat besar.
Anna melanjutkan dengan suara tegas namun tetap lembut.
“Terkait data shift malam—kami memeriksa pola keseluruhan, dan tidak menemukan indikasi input error. Polanya konsisten di dua minggu pertama. Penurunan terjadi tiba-tiba dan hanya pada shift malam minggu ketiga. Itu biasanya menunjukkan masalah operasional, bukan pelaporan.”
Ia menunjukkan grafik di layar.
“Saya membuat perbandingan visual sederhana. Ada kemungkinan mesin shift malam macet, atau tim malam berkurang jumlahnya. Tapi yang jelas, ini tidak berasal dari input error.”
Suasana ruangan menjadi senyap beberapa detik.
Jordan tersenyum bangga.
Manager Surabaya mengerutkan kening, lalu berkata lebih pelan, “Baik… kami akan cek ulang kondisi mesin di lapangan.”
Meeting berjalan kembali. Namun beberapa pasang mata manager mulai menoleh ke Anna dari waktu ke waktu, seperti mempertimbangkan ulang pandangan mereka terhadap “intern muda tak dikenal” itu.
⸻
Setelah meeting selesai, Jordan mendekati Anna.
“Kamu… hebat banget tadi,” katanya tulus.
Anna menunduk malu. “Saya cuma bantu sedikit.”
“Sedikit apanya? Kamu membuat manajer Surabaya bungkam dan mengakui ada masalah operasional. Aku sudah di sini dua tahun, belum pernah lihat intern secepat itu menganalisis data.”
Anna tersenyum kecil. “Saya hanya takut salah bicara tadi.”
“Justru karena kamu hati-hati itulah hasilnya akurat.”
Jordan tidak mengatakan ini sembarangan. Ia benar-benar mengagumi Anna—tidak hanya karena kepintarannya, tapi karena sikapnya: tenang, sopan, dan tidak pernah sombong.
Setelah itu, banyak anggota tim lain mulai memperhatikan Anna. Beberapa minta diajari cara menyusun ringkasan data. Ada yang bertanya bagaimana ia bisa membaca grafik sedetail itu.
Anna pun melakukan semua dengan ramah dan rendah hati.
Ketenangannya seperti menular.
⸻
Di akhir hari, Jordan mengajak Anna ke pantry untuk minum teh sebentar. Mereka berdiri di depan jendela besar, melihat pemandangan kota yang mulai diterangi lampu-lampu gedung.
“Anna,” panggil Jordan lirih.
“Iya, Kak?”
“Aku serius tau… kamu itu… salah satu magang paling menjanjikan yang pernah aku lihat.”
Anna mengedip, tidak yakin bagaimana merespons.
Jordan melanjutkan, suaranya lebih pelan, hangat.
“Bukan cuma soal kecerdasan. Tapi cara kamu bekerja… cara kamu bersikap. Kamu memberi energi positif ke ruangan.”
Anna terdiam. Hatinya sedikit bergetar.
“Kalau magang kamu cuma lima bulan… aku rasa, dalam waktu sesingkat itu pun, kamu akan bikin banyak orang di divisi ini sadar bahwa ada sesuatu yang spesial dari diri kamu.”
Anna tersenyum kecil, menatap secangkir tehnya.
“Saya cuma berusaha melakukan yang terbaik. Itu saja.”
“Tapi ‘yang terbaik’ dari kamu itu… luar biasa,” jawab Jordan.
Keduanya terdiam sejenak.
Bukan suasana romantis—lebih pada kekaguman yang tumbuh perlahan, diam-diam, dan profesional. Tidak ada yang berlebihan. Jordan menghormati batasan. Anna pun fokus pada pekerjaannya.
Namun tetap saja—dalam hati Jordan, ada decak kagum yang ia simpan rapat-rapat.
Dan meski Anna belum menyadarinya, dalam waktu satu bulan ia sudah menjadi sorotan kecil di divisi terbesar perusahaan itu.
Dan salah satu orang yang paling memperhatikannya… adalah Jordan.