NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:15.7k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 31

Tidak banyak yang berubah semenjak kepulangan mereka dari liburan seminggu yang lalu. Tidak bisa dikatakan liburan apalagi honeymoon sebenarnya karena Adimas dan Jasmine bagaikan orang asing yang sama-sama tidak bertegur sapa. Jasmine memang membantunya dalam beberapa hal karena tangannya yang masih sakit, namun Jasmine menghindari kontak mata dengannya.

Tidak hanya ketika di villa, ketika sampai di rumah pun Jasmine masih membantu dan merawat lukanya dengan begitu telaten. Anehnya meskipun Jasmine tidak memulai pembicaraan padanya, Jasmine tidak pernah menunjukkan ekspresi datar apalagi kesal padanya. Raut wajahnya tetap enak dipandang.

Pernyataan terakhir bukan berarti Adimas dengan sengaja sering memandang Jasmine. Hanya saja, ketika Jasmine membantu merawat lukanya, wajah Jasmine teramat dekat dengannya. Jika tidak begitu, mana mau Jasmine berada di dekatnya.

Seperti sekarang. Walaupun mereka berdua dalam satu ruangan yang sama, tetap saja keheningan menyelimuti keduanya. Ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan serta dapur itu membuat Adimas bisa melihat jelas apa yang sedang Jasmine lakukan.

Ia sedang membuat donat. Sementara Adimas berpura-pura sibuk membaca bukunya.

"Jam tiga, Fita. Nanti minta Naina aja yang jemput. Kapan lagi bisa lihat Naina semangat melakukan hal lain selain bekerja?" Suara Jasmine terdengar begitu riang sambil sesekali menatap layar ponselnya.

Adimas tebak, sejak tadi Jasmine sedang melakukan video call pada Fita-sahabatnya yang cerewet itu.

"Itu beneran si Naina mau kamu jodohin sama Ian? Plislah, Naina nggak cocok sama Ian yang firendly itu." Fita terdengar tidak setuju dengan ide Jasmine. Suaranya yang memang sudah melengking bertambah nyaring karena Jasmine yang sengaja mengaktifkan fitur speaker panggilannya.

Adimas mengernyitkan keningnya. Ia kemudian menutup buku yang ia baca. Posisinya memudahkan ia mendengar sekaligus melihat Jasmine secara langsung. Di saat ia justru terkejut dengan ide Jasmine yang tidak masuk akal itu, perempuan itu justru tertawa.

"Cocok dong. Ian yang friendly dengan Naina yang kalem," ucapnya di sela tawa yang semakin terdengar.

Lalu mata Jasmine bertemu dengan mata tajam Adimas. Awalnya Adimas ingin sedikit lunak kepada Jasmine, minimal melempar senyum tipis pada perempuan itu. Hampir saja senyum tipis itu muncul kalau Jasmine tidak segera memalingkan pandangannya.

"Fit, nanti dulu, ya. Assalamu'alaikum. Nanti WA aja ya." Jasmine segera menutup panggilannya.

"Kenapa ditutup?" Mulut Adimas gatal untuk tidak bertanya. "Kamu tidak mau bicara jika ada saya?"

Jasmine tertegun sesaat. "Enggak."

Mata Adimas membulat karena terkejut dengan jawaban singkat Jasmine. "Maksud kamu 'enggak'?" tanya Adimas membeo ucapan Jasmine.

"Maksudku bukan karena ada Mas. Tapi karena memang aku lagi sibuk buat donat aja. Ngobrolnya jadi nggak enak karena aku terdistrak."

Adimas kemudian meletakkan bukunya di meja, lalu berdiri dan melangkah menuju Jasmine yang beberapa area pipinya terdapat tepung.

"Kamu berencana untuk mengantarkan Adrian ke bandara?" tanya Adimas yang mengingat jadwal kepulangan adiknya.

Jasmine mengangguk sambil menyeka beberapa helai rambutnya yang mengganggu pandangannya. Adimas kemudian melangkah ke belakang Jasmine. Tanpa diminta ia berinisiatif merapikan rambut panjang itu.

"Mas, kamu ngapain?" Tubuh Jasmine kaku. Adimas tahu Jasmine tegang karena dirinya yang berada di belakang Jasmine.

"Bareng saya aja. Nanti kita ke rumah Eyang dulu," tawar Adimas mengabaikan pertannyaan Jasmine sebelumnya. Tangannya kemudian mengumpulkan rambut Jasmine ke tengah hingga kemudian mengikatnya dengan serapi mungkin menggunakan gelangnya.

Diam-diam ia tersenyum samar melihat Jasmine yang tampak salah tingkah dengan sikapnya.

"Nggak usah Mas. Aku udah janjian sama Fita dan Naina. Mereka juga mau ikut soalnya," tolak Jasmine lembut kemudian bergeser sedikit agar tidak terlalu mepet dengan Adimas yang masih berdiri di belakangnya.

Adimas diam. Ia tahu sebenarnya ia sendiri yang meminta Jasmine jangan terlalu memperhatikannya, namun terbiasa dengan perhatian Jasmine beberapa hari ini membuatnya jengkel setengah mati karena diabaikan Jasmine. Perempuan itu bahkan menolak pergi bersamanya mengantarkan Adrian ke bandara.

"Ikut saya aja. Biar kita jemput mereka."

Jasmine menoleh cepat. Ia yang tadinya sedang menghias donatnya pun menghentikan aktivitasnya. Matanya menatap Adimas bingung.

"Maksudnya?"

Adimas berdeham sebentar lalu memasukkan tangannya ke saku celana. "Kalian bertiga ikut saya saja."

Jasmine hanya ber'oh' ria. Lalu kembali menghias donatnya dengan seksama. "Enggak usah Mas. Aku nggak mau nanti mereka lihat muka badmood kamu itu. Yang ada mereka nantinya sungkan mau ngapa-ngapain."

"Ngapa-ngapain? Maksudnya gimana?"

"Yang ada mereka nggak leluasa mau bercanda, ngalor ngidul atau apalah itu. Aku juga nggak mau nantinya kamu merasa terganggu dengan kami yang berisik."

Hati Adimas mencelos seketika. Nada bicara Jasmine itu biasa saja. Tidak meninggi apalagi terkesan menyindir Adimas. Namun tetap saja Adimas merasa tidak enak hati.

"Kamu kenapa mendadak jadi baik begini?" tanya Jasmine kembali menatap Adimas. Matanya menyipit seolah menyidak Adimas.

"Anggap saja itu ucapan terima kasih saya karena kamu sudah mau merawat saya." Hanya itu alasan yang masuk akal untuk Adimas katakan ke Jasmine.

Raut wajah Jasmine mendadak berubah. Adimas melihat itu seperti tatapan orang yang kecewa.

"Aku tanya mereka dulu ya." Jasmine langsung berbalik membelakanginya.

Tampaknya donat-donat cantik itu lebih menarik untuk Jasmine perhatikan dibandingkan dirinya.

Perasaan aneh mulai menyelinap ke hati Adimas. Ia tidak tahu mengapa ia benci ketika diabaikan Jasmine. Terakhir percakapan mereka malam itu memang ia melihat Jasmine menangis. Namun setelah itu, perempuan itu tetap memperlakukannya biasa, kurangnya hanya menghindari kontak mata dengan Adimas.

"Malam ini saya ke tempat Rindu dulu. Jadi mungkin tidak makan malam di rumah." Adimas sengaja meminta izin pada Jasmine.

Sebenarnya kalimatnya tadi tidak terdengar seperti orang minta izin, itu lebih terdengar seperti sedang memberitahu saja. Setidaknya sekarang ia memberitahu kemana ia akan pergi, tidak seperti dulu-dulu yang langsung pergi.

"Iya," jawab Jasmine tanpa mengalihkan fokusnya ke donat-donatnya.

Adimas menghela napasnya. Ia melirik Jasmine dengan jengkel. "Kamu nggak keberatan?" Ia sangat berharap Jasmine akan mengatakan dengan lantang bahwa ia melarang Adimas pergi. Seperti saat ia mengatakan bahwa ia cemburu pada Rindu dulu.

"Nggak."

"Kenapa?"

"Ya nggak kenapa-napa."

Adimas merasa geram sendiri dengan sikap cuek Jasmine. Jemarinya perlahan menyusun donat-donat cantik itu ke kotak. Tampaknya kehadiran donat-donat itu benar-benar membuat Adimas terlupakan.

Adimas kemudian hendak pergi dari dapur. Namun saat baru dua langkah ia beranjak, suara Jasmine menahannya. Entah mengapa, saat ini ia sangat berharap Jasmine akan melarangnya ke tempat Rindu.

"Kirimkan alamat Mas Danish ya."

Danish? Ia tidak salah dengar? Adimas menatap Jasmine dengan heran. "Ada apa dengan Danish? Mas? Sejak kapan kamu akrab sama dia?" tanya Adimas bingung.

"Mas Danish yang bantu aku untuk merawat luka kamu. Maksudku Ian yang menghubungi Mas Danish. Ia bilang Mas Danish itu dokter kamu."

"Kenapa minta alamat Danish?" tanya Adimas datar.

"Mau kirim ini. Dia ternyata salah satu pelanggan kafeku."

"Danish tidak suka donat." Adimas dengan cepat mengambil satu donat bertoping cokelat lalu segera pergi dari dapur. Ia benar-benar mengabaikan reaksi Jasmine yang terlihat tercengang.

Anehnya hatinya mendadak tidak suka melihat Jasmine memberi perhatian kepada lelaki lain.

...****************...

"Itu Ian, Mine," tunjuk Fita antusias menunjuk sosok Adrian sedang berbicara dengan bundanya.

"Iya, Fit. Aku lihat. Kamu juga kan, Na?" Jasmine menyenggol Naina pelan sembari tersenyum jahil.

"Apaan sih. Stop Mine. Maluuu...!" Naina menutup wajahnya dengan telapak tangannya sesaat dan ketika dibuka tampak wajah gadis itu memerah.

Suasana bandara sangat ramai. Papan pengumuman digital menampilkan jadwal keberangkatan dengan suara pengumuman yang terus berganti. Sementara di antara lalu lalang orang yang hendak bepergian, tampak dua perempuan muda—Fita dan Naina—berjalan cepat dengan semangat ke arah seorang lelaki jangkung yang berdiri di dekat check-in counter internasional.

Sementara tiga kaum hawa itu saling bergurau melempar candaan, Adimas berjalan di belakang mereka dengan santai. Ia melangkah dengan mantap seperti pengawal ketiga perempuan di depannya. Apalagi ditunjang dengan wajah datar dan mata tajamnya.

Mendengar gurauan mereka sebenarnya Adimas sangat ingin tertawa. Bukan tawa bahagia melainkan tawa mencibir. Terdengar lucu ketika Jasmine menggoda Adrian dengan Naina. Padahal dari sikap Adrian saja, Adimas bisa melihat bahwa fokus Adrian hanya terletak pada Jasmine.

Miris memang. Adiknya sendiri menyimpan perasaan kepada perempuan yang tak lain istrinya sendiri. Namun itu bukan masalah untuk Adimas. Toh ia sendiri tidak memiliki perasaan untuk Jasmine.

"Kirain nggak datang," seloroh Adrian ringan kepada rombongan Jasmine, kecuali Adimas.

Adimas hanya berdiri diam tidak peduli. Sementara Jasmine, Naina dan Fita segera mencium tangan Bunda Raya.

"Datang dong. Sekalian mau kasih semangat biar cepat lulus," sahut Fita antusias membuat Adrian terkekeh.

"Cepetan lulus. Jangan sibuk caper sama bule-bule di sana. Bunda tuh suka kangen sama kamu." Jasmine bergurau santai. "Iyakan, Bun?"

Senyum perempuan yang wajahnya mirip Adrian itu pun terbit. "Intinya cepat lulus. Biar Bunda bisa segera menimang cucu dari kamu," timpal Bunda Raya membuat semuanya tertawa, tentu saja kecuali Adimas.

Adrian kemudian menatap Adimas yang berdiri tepat di samping Jasmine, tangan masih di saku, dagunya sedikit terangkat seperti biasa. Tentunya tanpa senyum.

“Aku balik dulu, Kak,” Adrian mengangguk hangat. "Kakak nggak mau meluk adik Kakak yang tampan ini?"

Adimas diam. Namun tak urung ia kemudian memeluk Adrian. "Jaga diri di sana. Kuliah yang bener."

"Iya. Siap." Adrian terkekeh membalas pelukan Adimas.

Sebuah pelukan khas adik-kakak yang jarang Adimas lakukan. Apalagi peran dingin di antara mereka masih saja terjadi.

"Jaga Shaffiya dengan baik, Kak. Kalau nggak Kakak bisa menyesal," bisik Adrian.

Adimas tersenyum tipis. "Saya tidak akan melakukan kesalahan berujung penyesalan seperti kamu."

Suara panggilan boarding terdengar. Pelukan itu pun terurai. Setelah memeluk Adimas, Adrian memeluk bundanya dengan erat. Sedangkan Adimas hanya menatap itu dengan hati bergemuruh. Ia tidak kesal, ia hanya merindukan sosok mamanya di saat Adrian menunjukkan kedekatan dengan bundanya.

Tiba-tiba jemari seseorang menyelinap ke jari-jarinya lalu mengenggamnya erat. Genggaman itu seolah ingin memberikan Adimas kekuatan. Adimas menoleh dan mendapati Jasmine tersenyum padanya hingga memperlihatkan lesung pipi perempuan itu. Sebuah senyuman dengan tatapan hangat, seperti mamanya dulu.

Tiba-tiba Adimas terkesiap. Mengapa ia baru menyadari hal itu? Sebuah kenyataan bahwa mata Jasmine yang berbinar itu mengingatkannya kepada mamanya. Lebih tepatnya mata itu sangat mirip dengan mata mamanya.

Jantung Adimas berdebar kencang. Ia bahkan tidak lagi membalas lambaian tangan Adrian yang sudah melangkah pergi dan menghilang di antara keramaian penghuni bandara. Fokusnya hanya satu.

"Mengapa mata Jasmine mirip sekali dengan mata Mama?" batin Adimas mulai bertanya-tanya.

*

*

*

Gaes jangan lupa komen juga yaaa. Itu sangat menambah semangatku. Like and subscribe juga yaa

1
Dewi Meliasari
semangat kkk..moga cepat sembuh y☺️☺️☺️
Jeng Ining
mdh²an cepet pulih sehat kembal ya Kak, terimakasih sudah sempat update🙏
Edelweis Namira: Aamiin Terima kasih yaaa doanya
total 1 replies
Cookies
Syafakillah thor, ditunggu lanjutannya
Edelweis Namira: Aamiin..Makasih ya
total 1 replies
Jeng Ining
udh makin luluh makin jatuh hati si Adimas ini.. cm kepalanya masih tertutup kabut tipu muslihat si Rindu si polos lemah lembut itu😩
Cookies
lanjut thor
hasana
nyesek jadi jasmin
Safrudin Suekko
Up lagi kak
Nuraeny Prince's
adimas bego kok di piara
Edelweis Namira: Mata batinnya masih tertutup kayaknya
total 1 replies
aira imut
kok belum apdet apdet kak
Edelweis Namira: Udah yaaa. terima kasih kak. ditunggu feedbacknya yaah
total 1 replies
Jeng Ining
hati cemburu berat kepala gengsi ya bgtu... ga diajak ngomong jengkel setengah hidup giliran diajak ngomong tar kluar ketusnya😂😂😂🤭
Edelweis Namira: Bawaannya suudzon mulu sama orang dia mah
total 1 replies
hasana
nunggu adimas sadar
Edelweis Namira: Lama dia sadarnya
total 1 replies
Titik Sofiah
lanjut lanjut Thor
Titik Sofiah
penasaran sebenar.a apa yg dilakukan Jasmine ke rindu Ampe si Adimas benci Ama Jasmine
Titik Sofiah
Awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat
hasana
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!