Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Serangan
🌑 Kota Ruby.
Rian memberitahu keluarganya kabar duka, Cakra meninggal dunia. Rian juga menjelaskan kepada Tamara dan Arvin siapa Cakra.
"Ma, Pa, Kak Rian, maaf. Aku egois. Aku memutuskan hubungan dengan keluarga Om Cakra. Aku marah. Aku tidak menghadiri pemakamannya. Dan kami baru saja melangsungkan pernikahan hari ini, hari di mana Om Cakra dimakamkan," Cherika meneteskan air mata.
Arvin dan Tamara sontak kaget. Mereka mengerti apa yang dirasakan Cherika. Cherika marah karena istri dan anak Cakra berniat ingin menghabisi nyawa mereka. Tapi, Tamara dan Arvin tidak terima jika Cherika tidak memaafkan orang yang telah tiada.
Cherika menangis dalam pelukan Vian. Vian mengusap punggung istrinya. Rian sebagai saudara juga sangat mengerti dengan perasaan Cherika. Rian saat ini juga sangat marah dengan perlakuan keluarga Susi. Tapi Rian sudah mengikhlaskan kepergian Cakra.
Rian mengajak Cherika ke balkon yang ada di ruangan Arvin. Rian merangkul pundak Cherika sambil berdiri di depan pagar balkon. Rian sangat bersyukur bisa bertemu lagi dengan Cherika.
"Cheri, bagaimana kabarmu selama ini? Kaka mencarimu sampai ke kota ini. Dan beruntungnya Kaka menemukan Om dan Tante. Kamu juga terlihat cantik dengan wajah barumu."
"Kak, mereka juga orang tua Kakak."
"Hmmm, maaf. Kaka masih belum terbiasa. Cheri, jangan dimasukin ke dalam hati. Mama papa cuman kaget. Sebenarnya mereka tidak menyalahkan kamu. Kamu harap maklum ya," Rian mengusap rambut Cherika.
Cherika kembali meneteskan air mata. Cherika kemudian menceritakan kehidupannya selama di kota Safir. Cherika stres, frustasi hampir gila. Cherika dikirimi santet dan juga diserang makhluk astral.
"Tahukah Kaka siapa yang mengirim itu semua? Dia adalah Laudya!"
Rian melepaskan rangkulannya. Rian dengan kuat mengepalkan tangannya. Tembok di samping Rian menjadi sasaran tonjokannya. Tembok itu retak, Cherika membelalak menatap Rian.
Cherika meneruskan ceritanya. Cherika sempat mengurung diri menghindar dari orang-orang karena bagitu busuknya aroma tubuhnya. Bersyukur Cherika mempunyai keluarganya yang selalu ada di saat terpuruknya.
Nenek Hasna yang mengobati Cherika dan mengusir makhluk astral yang selama ini menempel padanya. Kakek Firman yang mengajari Cherika cara melawan dan mengontrol emosi. Kakek Firman juga yang mengajarkan Cherika cara membela diri.
Vian dan keluarganya juga mau menerima Cherika apa adanya. Mereka bahkan melamar Cherika. Dan keluarga Vian lah yang menginginkan pernikahan agar segera dilangsungkan.
"Kami yang mendesak Cherika agar segera melangsungkan pernikahan. Karena apa? Dhika sudah menyebar orang-orangnya untuk mencari Cheri," Vian sudah ada di belakang Rian dan Cherika.
"Apa?" Cherika menoleh ke arah Vian.
"Oh, pantas. Orang-orang Dhika menemukan kami," sahut Rian.
"Maaf, sayang. Kami merahasiakannya. Dan benarkan, Dhika sudah tau siapa kamu. Dia mengancam ingin menghabisi mama dan papa," kata Vian.
Dan tiba-tiba saja, terdengar suara ledakan di atas balkon. Ada yang memukul Cherika dari belakang. Vian menangkap tubuh Cherika, mereka jatuh ke lantai balkon.
Semua yang ada di ruangan Arvin bergegas ke balkon melihat apa yang sebenarnya terjadi. Mereka semua dikejutkan oleh kehadiran sosok hitam tinggi besar yang ada di atas Cherika terbang melayang-layang.
Sosok itu terus menyerang dan tidak memberikan kesempatan kepada Cherika untuk melawan. Rian berdiri dan membacakan ayat-ayat suci dalam hati. Begitu juga dengan Tamara yang berdiri di depan pintu membacakan ayat-ayat suci di dalam hati.
Sosok itu menghilang. Cherika menjerit kesakitan sambil menunjuk ke punggungnya. Cherika pingsan. Rian yang penasaran perlahan membuka baju Cherika. Nampak dengan jelas bekas telapak tangan hitam di punggung Cherika.
Vian langsung membawa Cherika masuk ke dalam ruangan Arvin. Cherika direbahkan di tempat tidur sebelah Arvin. Dokter Erlandi segera mencek kondisi Cherika.
"Cheri luka dalam, Satria tolong panggilkan perawat!" kata Dokter Erlandi.
"Saya yakin, sosok itu kiriman. Semoga saja bukan Laudya pelakunya!" Rian mengepalkan tangannya.
🌑 Kota Zamrud.
Nyai mengunjungi Laudya di rumah sakit. Nyai mentertawakan kondisi Laudya. Susi geram, marah, memaki Nyai.
"Kamu! Gak punya perasaan!" Susi memaki.
"Kalian juga tidak punya perasaan! Kamu! Mengambil anak saudaramu, membunuh keluarganya dan merampok hartanya. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya!" Nyai menyeringai.
"Ma, sudah. Hanya Nyai tempat kita meminta bantuan. Nyai tolong," mohon Laudya.
Nyai akan membantu Laudya, tapi kali ini Laudya tidak boleh lagi meninggalkannya. Tiap bulan Laudya harus membayar Nyai. Susi marah karena Nyai memeras Laudya. Dari mana Laudya membayar Nyai sedangkan Laudya tidak bekerja.
"Laudya! Ibumu membuat aku marah. Jika ingin cepat kaya dan balas dendam, lakukan perintahku!" Nyai bersiap meninggalkan ruangan Laudya.
"Nyai! Lakukan apapun itu," ujar Laudya.
"Tapi, kamu harus melakukan sesuatu."
"Aku terima apapun itu," Laudya pasrah.
Susi tidak mengerti apa yang akan dilakukan Nyai dan Laudya. Susi melihat Nyai duduk bersila di lantai. Nyai mengeluarkan tempat dupa dari dalam tasnya. Nyai menaruh dupa dan membakarnya. Mulut Nyai bergerak komat kamit membaca Mantra.
Angin berhembus kencang di dalam ruangan Laudya. Angin itu dengan keras membanting pintu ruangan Laudya. Hawa dingin mulai menyelimuti ruangan. Bulu kuduk Susi dan Laudya merinding.
Tiba-tiba saja, lampu di ruangan Laudya padam. Sekelebat bayangan putih melayang melewati Laudya yang masih terbaring di tempat tidur. Bayangan itu menyelimuti Susi. Bayangan itu melakukan sesuatu kepada Susi.
Susi berusaha berontak tapi Susi lemah tidak berdaya. Tubuh Susi ditarik ke lantai. Ada yang membuka pakaiannya dan juga rok bawahnya. Susi merasakan hembusan napas yang bermain di atas lehernya.
Dalam kegelapan Susi tidak melihat siapa yang berada di atasnya. Sentuhan-sentuhan itu membuat Susi menegang. Seluruh tubuhnya basah seperti dijilati seseorang.
Susi mendengar Laudya memanggil namanya. Tapi Susi tidak bisa bersuara. Mulutnya dibungkam. Susi hanya bisa diam dan merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Susi menggeliat saat sentuhan itu mendarat di bagian dadanya. Sentuhan itu kemudian turun pada area intinya. Dan tanpa aba-aba, sesuatu masuk dan keluar dengan cepat di area kewanitaannya. Susi mencapai puncaknya.
Hembusan angin kembali terasa dengan cepat. Pintu ruangan Laudya terbuka dan menutup dengan sendirinya. Lampu di ruangan Laudya kembali menyala dengan normal.
Susi tergeletak di lantai dengan posisi terlentang dan pakaiannya terbuka. Laudya memanggil-manggil nama Susi. Susi mulai tersadar. Susi bangun dan memakai kembali pakaiannya. Susi melotot ke arah Nyai. Susi penuh emosi menghampiri Nyai.
"Apa yang terjadi! Siapa dia!" Teriak Susi.
"Ini, imbalannya. Jika kamu menolak, semua ini milikku," Nyai menunjuk setumpuk uang yang ada di depannya.
Susi dan Laudya memandangi uang itu. Mereka berdua saling berpandangan. Laudya memberi isyarat agar Susi mengambil uang itu.
Susi langsung mengambil semua uang yang ada di depan Nyai. Susi yakin uang itu hasil kerjanya 'di dalam kegelapan'. Susi tidak perduli lagi, siapa yang tadi melakukan hubungan intim bersamanya. Yang pasti saat ini Susi dan Laudya sangat memerlukan uang. Uang yang sangat banyak dengan mudah didapat.
"Dan kamu Laudya. Apa yang kamu inginkan?" tanya Nyai.
"Aku ingin balas dendam kepada Nayyara. Karena dia, Dhika menceraikanku. Karena Nayyara, toko Mama bangkrut. Karena Nayyara, aku difitnah. Semua karena Nayyara!"
"Baiklah," Nyai kembali memejamkan mata.
Nyai masih menyimpan foto Nayyara di ponselnya. Nyai menyalakan dupa. Nyai memandangi foto Nayyara yang tampak bagian belakangnya. Nyai membaca berulang-ulang mantra.
Nyai kemudian membuka lebar telapak tangan kanannya. Nyai menarik tangannya. Pandangan Nyai fokus pada ponsel yang dia taruh di lantai. Dengan sekuat tenaga, Nyai memukul telapak tangannya ke foto Nayyara.
Dan pukulan Nyai tepat mengenai punggung Nayyara. Nyai juga mengirimkan makhluk astral piaraannya untuk menyerang Nayyara.
"Saat ini, Nayyara terluka. Kalian, jangan lupa bayaranku," kata Nyai.
Laudya, Susi, akhirnya kalian menjadi tumbalku, tawa Nyai dalam hati.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...